Arga baru saja pindah ke rumah tua di pinggiran kota. Meski bangunannya usang, ada sesuatu yang membuatnya merasa "dipanggil" ke tempat itu. Malam pertama, saat hujan gerimis mengetuk kaca jendela, Arga mendengar suara langkah---pelan, ragu-ragu.
Awalnya ia mengira itu hanya suara hujan, hingga ia melihat pintu kecil di belakang lemari tua di ruang tamu. Anehnya, pintu itu tidak tercantum dalam denah rumah yang diberikan agen properti.
Didorong rasa penasaran, Arga menggeser lemari itu. Debu berhamburan, menyingkap sebuah lorong sempit berbau tanah basah. Lorong itu gelap gulita, namun ada bisikan halus memanggil dari dalam.
Ia melangkah masuk, setiap langkahnya terasa seperti menginjak kenangan yang terlupakan. Dinding lorong dihiasi lukisan-lukisan aneh---wajah-wajah tanpa mata, tangan-tangan yang seakan meminta tolong.
Di ujung lorong, Arga menemukan sebuah ruangan kecil. Di tengah ruangan itu, berdiri sebuah cermin besar, usang, dengan bingkai ukiran aneh. Saat ia mendekat, cermin itu bergetar, lalu menampilkan bayangan... bukan dirinya, tapi seseorang yang sangat mirip dengannya---tersenyum aneh, dengan mata kosong.
Seketika lampu gantung di rumah itu padam. Dalam kegelapan, bisikan tadi berubah menjadi jeritan. Arga berlari keluar, namun pintu lorong sudah hilang, seolah tidak pernah ada.
Sejak malam itu, setiap kali ia menatap cermin di rumahnya, bayangan itu tersenyum lebih lebar... dan perlahan-lahan, menggantikan dirinya.
-Tamat-
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI