Sebuah Pena yang tergantung....
Malam ini, perigi itu itu hampir semampai tinggi nya denganku. Daku coba menerka dengan berangan dan berandai-andai. Benarkah demikian.
Namun,...
Seketika sekelibat kupu-kupu hinggap dan melanglang buana bersama kunang-kunang pelita kehidupan. Pengganti lampu manakala segelintir cahaya tidak menembus bilik kamar ini.
Tapi, mengapa ada sebuah Pena yang tergantung, dan terpaku dan terpatri dalam dinding itu.
Entahlah, mungkin terbesit harapan agar tidak senantiasa tetiba lenyap entah kemana. Heran tak berkesudahan.
Perangai perangai orang memang sukar ditebak dan diterka. Bukan su'udzon,...
Menghela napas sembari mengelus dada...! "Ada ada saja"...
Sembari menyeruput kopi yang tertuang di bejana, sembari melirik tetangga sedang apa.
Hidup bertetangga. Terkadang bising, terkadang harmonis, bersatu padu menyelaraskan pandangan nya.
Duduk berdua, berbincang asyik...
Duduk bergerombol, mengulik hal menggelitik...
Sengaja. Ku gantungkan sebuah Pena, sembari memampatkan daun telinga dari siulan memekakkan telinga....
Jikalau mengasingkan diri itu baik, mengapa tidak dengan hidup bertetangga yang membuat hati ingin menyelisik.
Baca juga: Cerpen: Dua Kursi
Cukup. Ku akan tandaskan lagi sebuah Pena yang tergantung...
****
Semarang, 17/10/2022
Baca juga: Sejengkal Kail Pancing yang Kutinggalkan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Baca juga: Satu Hari Saja Bersamamu
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!