Mohon tunggu...
Unnu Hartomo
Unnu Hartomo Mohon Tunggu... Wiraswasta bidang engineering -

Design engineer with mechanical engineering background.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Pedagang Kuliner = Pembunuh Berdarah Dingin?

15 September 2014   23:52 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:36 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul tulisan ini terlihat merupakan suatu pertanyaan yang kejam, tapi perlu ditela'ah lebih dalam apa maksudnya. Tidak semua pedagang kuliner memang menjadi pembunuh berdarah dingin. Namun terkadang tanpa disadari mereka sebenarnya sudah menjadi pembunuh berdarah dingin secara tidak langsung. Pembunuh berdarah dingin di sini maksudnya adalah memang pembunuh sungguhan yang membunuh konsumennya secara halus dan jangka panjang, sehingga mereka menjadi sakit dan bahkan meninggal dunia.

Sebagaimana kita ketahui orang Indonesia adalah negara yang memiliki banyak penggemar kuliner, karena jumlah manusianya yang begitu banyak dan juga memiliki keanekaragaman jenis makanan yang sangat banyak dan dengan cita rasa yang sangat lezat dan bahkan membuat orang ketagihan menyantapnya. Dibalik semua keeksotisan masakannya ternyata banyak pedagang kuliner yang tidak bertanggung jawab dalam proses pengolahan makanan yang dijualnya dan hanya mencari keuntungan finansial sebesar besarnya, bahkan bagi pedagang kuliner yang bertanggung jawab sekalipun bisa secara tidak sadar memakai bahan dasar olahan kulinernya yang berbahaya tanpa sepengetahuannya. Semua ini dapat terjadi karena kurangnya edukasi dan informasi yang benar tentang cara pengolahan makanan yang baik. Di sini sebenarnya peran pemerintah harus ditingkatkan bukan dibiarkan saja.

Kebanyakan orang Indonesia adalah para penggemar kuliner yang hanya mementingkan rasa dan aroma, atau dengan kata lain hanya mengikuti nafsu hati akan pemenuhan kebutuhan  kepuasan rasa suatu masakan. Singkatnya banyak orang hanya mementingkan rasa dan bukan kualitas makanan yang masuk ke dalam tubuhnya. Pewarna textil, plastik ataupun bahan kimia berbahaya lainnya tidak terlalu dipedulikan asal makanan yang masuk lezat rasanya, yang penting bisa memberikan kepuasan pada pemenuhan nafsu hati tersebut. Sebagai penggemar kuliner tentunya harus lebih waspada dan bijaksana ketika berwisata kuliner, karena bukan tidak mungkin sudah menanam bom waktu yang akan meledak setiap saat di tubuhnya. Makanan yang lezat belum tentu memiliki kualitas bahan yang baik dan sehat, sebaliknya makanan yang sehat biasanya rasanya kurang lezat. Semua kembali kepada masing masing individu dalam menyikapinya.

Pemerintah memang harus berperan aktif dalam sosialisasi cara pengolahan dan pemilihan makanan yang sehat dan berkualitas baik, terutama kepada pedagang kuliner kelas bawah yang biasanya tidak terlalu peduli terhadap kualitas makanannya. Sudah saatnya bangsa Indonesia ini ditanamkan rasa tanggung jawab, yaitu apakah segala sesuatu yang kita hasilkan akan berpengaruh baik atau buruk bagi orang lain? Jika baik maka bisa diteruskan dan jika buruk harus diperbaiki atau ditinggalkan. Usaha yang menguntungkan dan berkah tentu yang diharapkan oleh pedagang kuliner beriman. Jangan sampai keuntungan finansial yang besar juga memberikan efek buruk yang besar pada orang lain.

Dari pengalaman pribadi, saya melihat secara langsung bagaimana kejamnya para pedagang kuliner tak bertanggung jawab ini. Salah satu contoh pengalaman pribadi adalah: Kebetulan saya adalah vegetarian yang masih makan ikan, suatu ketika saya makan ikan bandeng presto di salah satu foodcourt basement hypermarket ternama di Jakarta, saya sering makan di sana dan rasanya memang sangat lezat dan krispi, namun setelah beberapa kali makan di sana saya tidak sengaja melihat peroses pengolahannya, di mana mereka memasukan minyak berbungkus plastik bersama plastiknya pada wajan yang panas, sehingga plastik pembungkus minyak tersebut tercampur bersama minyak panas. Inilah yang menyebabkan ikan bandeng prestonya sangat krispi ketika dimakan.

Pengalaman lainnya adalah informasi yang salah dan menyesatkan dari pedagang bahan pengolah makanan di pasar tradisional. Pernah saya mencari tepung di salah satu toko pasar tradisional Jakarta dan pedagangnya menawarkan saya berbagai bahan kimia pencampur makanan dengan berbagai tujuannya. Saya sempat kaget, ternyata pedagang kuliner yang awam pun akan menjadi paham bahan kimia apa yang bisa dipakaikan pada makanan dagangannya sehingga bisa lebih tahan lama, lebih lezat, lebih mengkilap, lebih menarik, lebih kenyal dan sebagainya sesuai kebutuhan. Bagi pedagang kuliner yang tidak bertanggung jawab tentunya akan sangat senang karena bisa membuat makanan yang lebih kompetitif walaupun berbahaya. Jadi pedagang yang awam pun dapat belajar secara otodidak tentang campuran kimia berbahaya bahan makanan yang akan diolahnya.

Bagaimana cara menyikapinya? harus rajin mencari informasi, bisa mencarinya dari segala sumber, termasuk internet, jadi bisa mengetahui ciri ciri makanan berbahaya dan wajib dihindari, demi kesehatan jangka panjang. Biasanya makanan berbahaya tidak berpengaruh pada jangka pendek namun jangka panjang. Sebagai contoh penyakit kanker, hepatitis dan sebagainya.

Bila sudah terlanjur menyantapnya, maka ada beberapa cara tambahan untuk menyikapinya, bisa dengan berpuasa, misalnya seminggu 2 kali untuk menetralisir tubuh yang telah terkontaminasi bahan berbahaya, namun yang jelas harus memperbaiki pola makan dan hanya memilih makanan yang diyakini sehat dan berkualitas baik, minimal tidak memakai bahan kimia berbahaya. Harus dibiasakan memakan makanan sehat dan tidak terlalu lezat, seperti misalnya menghindari pemakaian vetsin atau penyedap rasa, mengurangi konsumsi daging dan sebagainya. Bisa juga setelah makan makanan yang mengandung resiko, kemudian makan atau minum makanan atau minuman penetralisir, seperti yogurt berkualitas, buah-buahan segar dan sebagainya. Secara detailnya bisa ditanyakan kepada para ahli makanan.

Secara pribadi saya pernah melihat secara langsung bagaimana menakutkannya proses pengolahan makanan ini mulai dari tingkat petani yang memakai berbagai bahan kimia dalam budidayanya sampai pada tingkat pedagang kuliner dengan mencampur bahan tambahan berbahaya. Pemerintah harus mencontoh kebijaksanaan pemerintah di luar negri, seperti di Jerman contohnya. Setiap orang yang terlibat dalam pengolahan makanan harus mempunyai sertifikat pernah ikut penyuluhan di lembaga kesehatan pemerintah tentang bagaimana cara pengolahan makanan yang sehat dan baik. Walaupun ini tidak 100 persen bermanfaat, tetapi paling tidak ada pengetahuan yang pernah diperoleh dalam pengolahan makanan yang higienis, bukan asal jadi dan tidak sehat yang penting lezat. Jadi akan punya gambaran yang cukup tentang peroses pengolahan makanan yang sehat.

Kesimpulannya kita harus waspada dalam berwisata kuliner, harus bijaksana memilih makanan sehat dan berkualitas demi kesehatan jangka panjang dan jangan hanya mengikuti nafsu hati belaka. Makanan lezat belum tentu sehat dan makanan sehat biasanya kurang lezat.

[caption id="attachment_324152" align="aligncenter" width="465" caption="Petani dan pestisida (sumber: Republika Online)"][/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun