Mengapa Harus Rencanakan Pendidikan?
Oleh: Mughits Rifai
[caption caption="Siswa sedang belajar di lab komputer (koleksi pribadi)"][/caption]
Pendidikan selalu jadi sesuatu yang dilematis. Ia selalu dimuliakan dan dianggap penting namun pada saat yang sama diabaikan dan tak diberi ruang. Mungkin masih banyak di sekitar kita orang tua yang memutuskan untuk menghentikan pendidikan anaknya lalu menyuruhnya untuk bekerja dengan dalih membantu perekonomian keluarga.
Mungkin ada juga yang 'mengambil' anaknya dari lembaga pendidikan formal dan lebih memilih menikahkannya dengan pria yang sudah mapan untuk mengurangi beban. Padahal, di saat yang sama ada orang tua yang mati-matian mengais rizki untuk membiayai anaknya hingga jenjang tertinggi. Di sinilah sebenarnya terlihat bagaimana kita sebagai orang tua memandang penting atau tidaknya pendidikan untuk buah hati kita.
Masih segar dalam ingatan saya berita yang menjadi viral di dunia maya tentang anak seorang tukang becak yang lulus kuliah dengan predikat Cum Laude. Entah bagaimana si Bapak ini mampu membiayai pendidikan anaknya sampai jenjang perguruan tinggi. Namun, saya selalu percaya dengan pepatah 'Di mana ada kemauan di situ ada jalan.
' Kemauan dan jalan ini dua hal yang sifatnya saling menumbuhkan. Saat kemauan muncul, jalan mulai terlihat. Jika mulai nampak oleh kita jalan yang kita cari, saat itu kemauan akan semakin kuat. Seperti itu pulalah kita seharusnya memandang pentingnya rencana pendidikan untuk buah hati kita.
Perlukah Merencanakan Pendidikan?
Setiap orang tua yang sadar akan pentingnya pendidikan pasti mempunyai jawaban yang seragam atas pertanyaan ini. Namun, untuk memperkuat jawaban ini akan saya beberkan tiga alasan utama mengapa perencanaan pendidikan ini perlu dan penting.
Setidaknya ada tiga alasan utama perlunya merencanakan pendidikan. Pertama, menghindari kemungkinan anak putus sekolah. Laporan tahunan UNICEF tahun 2012 mencatat sekira 42% anak di Pulau Jawa mengalami putus sekolah. Laporan tersebut menyatakan bahwa putus sekolah ini kebanyakan terjadi ketika masa transisi dari SD ke SMP.
Dalam laporan yang sama juga menyebutkan terdapat 2,3 juta anak usia 7 - 15 tahun yang tidak bersekolah. Ini merupakan angka yang cukup besar mengingat penduduk muda Indonesia selau meningkat dari tahun ke tahun. Melihat fenomena ini, penting bagi orang tua untuk mengupayakan keberlanjutan pendidikan anaknya, paling tidak memenuhi wajib belajar 9 tahun.