Mohon tunggu...
Ugit Rifai
Ugit Rifai Mohon Tunggu... Guru - Learn, Invent, Dedicate

Muncul dan membesar di Cirebon atau Cerbon. Pernah menetap di Bandung selama 9 tahun untuk kuliah dan bekerja. Sekarang sudah kembali dari perantauan dan menetap di Cerbon. Dengan kesibukan mengajar sehari-hari, masih sempat menyenangi membaca dan menulis. Internet adalah wadah utamanya. Karena kalau nulis di media belum tentu dimuat. hehehe...

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Membuang 'Agama' dari Identitas

20 Oktober 2010   02:57 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:16 128
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu ketika seorang rekan kerja saya yang berkebangsaan Australia mencak-mencak setelah menerima surat keterangan dari Kantor Kepolisian RI setempat di kota saya. Masalahnya ternyata berpangkal pada pencantuman agama Kristen dalam surat keterangan tersebut. Dia merasa tidak pernah menuliskan agama apapun dalam formulir apapun. Kemudian, dia berterus terang bahwa dia tidak pernah memeluk agama apapun. Menurutnya, hal ini sangat keterlaluan. Saya lalu berpikir apakah sebaiknya kita buang saja 'agama' dalam KTP dan formulir-formulir identitas lainnya?

Hal ini menurut saya sangat beralasan. Pertama, pencantuman agama dapat menimbulkan diskriminasi sosial. Lihatlah sekeliling kita, orang-orang dengan mudahnya disulut untuk melakukan anarkisme atas nama agama. Kedua, dalam kehidupan yang demokratis sudah seharusnya setiap orang memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa memandang agama apapun itu. Jadi, pencantuman agama itu tidak perlu. Ketiga, identitas keberagamaan seseorang seharusnya diperlihatkan dalam bentuk aktivitas peribadatan, bukan catatan. Jadi, seorang Kristen misalnya, dinilai masyarakat menganut ajaran Kristiani karena kegiatan peribadatannya di dalam atau di luar gereja. Bukan karena catatan sipil mengatakan demikian. Keempat, pencantuman agama tidak akan berpengaruh pada religiusitas seseorang. Pencantuman ini malah hanya akan menjadi prestise mayoritas di daerah tertentu yang berujung pada diskriminasi sosial.

Pada akhirnya, menurut saya pencantuman agama ini tidak demokratis dengan tidak memberikan pilihan kepada orang yang tidak beragama.

NB. Tulisan ini murni pendapat pribadi saya. Mohon dikoreksi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun