Semenjak serangan kelompok pejuang Hamas Palestina pada tanggal 7 Oktober 2023 silam, Israel mengerahkan sebuah invasi ke jalur Gaza, Palestina yang sejauh ini merenggut hingga 20.000 jiwa, sebagaimana informasi yang dirilis oleh otoritas Hamas per 20 Desember silam, sebagaimana dikutip oleh CNN Indonesia. Lebih lanjut, menurut laporan tersebut, rincian para korban yaitu sekitar 8.000 anak-anak dan 6.200 perempuan. Seluruh dunia mengecam aksi tersebut, kecuali beberapa negara sekutu Israel seperti Amerika Serikat yang kencang menyuarakan dukungan mereka kepada Israel.
      Selain usaha-usaha militer, Israel juga menggunakan usaha yang lain untuk meyakinkan dunia bahwa invasi ini hanyalah sebuah langkah "pertahanan diri" melawan Hamas, meski akhirnya yang terjadi di Gaza sendiri merupakan sebuah genosida. Salah satu usaha yang dimaksud adalah dengan melalui narasi-narasi di media sosial, seperti Facebook, Instagram hingga X (Twitter). Para aktivis-aktivis pro-Israel menggunakan kanal-kanal media sosial ini untuk mendorong narasi bahwa negara israel hanya mempertahankan diri melawan Hamas, meski kenyataan di lapangan berkata sebaliknya. Tidak hanya itu juga, bahkan beberapa akun di kanal-kanal media tertentu mengunggah konten yang isinya mengejek penderitaan warga Palestina yang sedang dibombardir oleh tentara Israel.
      Atas dasar ini, di Indonesia mulai bermunculan suatu gerakan digital yang memiliki tujuan untuk untuk melemahkan moril Israel, memerangi propaganda Zionis, dan memperkuat narasi pro-Palestina di jagat maya. Gerakan yang dimaksud dinamai sebagai gerakan julid fisabilillah, yang pada dasarnya merupakan plesetan dari frasa jihad fisabilillah, yang memiliki makna berjuang di jalan Allah. Sebagaimana yang disebutkan di atas, gerakan ini merupakan bentuk perang psikologis yang menyasar akun-akun media sosial tentara Zionis Israel dan aktivis-aktivis pro-Israel. Gerakan ini muncul seraya memanasnya konflik Israel-Palestina, dimana akun X dengan nama @Greschinov milik aktivis media sosial Erlangga Greschinov mengunggah berbagai akun Instagram milik tentara Israel, yang kemudian menjadi sasaran 'amukan' warganet Indonesia. Greschinov sendiri mengakui bahwa gerakan ini memang bertujuan untuk menjatuhkan moral pasukan Israel di jagat media sosial.
      Pada awalnya, gerakan ini dimotori oleh berbagai akun-akun di media sosial X dan diikuti oleh warganet Indonesia, namun seiring berkembangnya konflik di Palestina, warganet dari luar tanah air ikut bergabung dalam gerakan ini, lebih spesifik dari Malaysia dan Turki. Hingga kini, gerakan dengan tagar #julidfisabilillah ini menjadi gerakan gabungan yang melibatkan para warganet dari tiga negara dengan tujuan untuk memerangi zionisme di jagat dunia maya.
      Cara gerakan ini bekerja juga cukup mudah dipahami. Sebagaimana perang pada umumnya, operasi media sosial ini juga memiliki tujuan yang jelas dan terarah, dan strategi hingga norma-norma yang harus dipatuhi. Tujuan serangan siber ini jelas, yaitu tentara Israel, polisi Israel, warga Israel, atau institusi Israel yang membuat narasi anti-Palestina. Belakangan ini, target tersebut meluas hingga ke akun politisi dan anggota pemerintahan Israel. Adapun fokus dari gerakan ini adalah memerangi paham zionisme dan Israel, dan bukan Yahudi sebagai agama dan ras. Bahkan, Greschinov sendiri menegaskan bahwa narasi antisemitsme, dan referensi-referensi holocaust maupun Adolf Hitler merupakan hal yang dilarang.
      Pada awal pergerakannya, strategi yang digunakan adalah dengan mengumpulkan sekira 50 akun tentara Israel untuk dijadikan bahan "rujakan" netizen Indonesia. Tidak hanya itu juga, beberapa peretas juga berhasil mendapatkan nomor telepon tentara Israel. Sekarang ini, serangan-serangan siber tersebut lebih terpusat, dengan beberapa target yang diumumkan sebagai bagian 'serangan umum', dengan harapan akun-akun tersebut di-private, dibatasi komentarnya, atau ditutup secara paksa oleh netizen. Serangan-serangan tersebut bisa berupa trolling, membeberkan fakta mengenai Palestina, hingga menggunakan kata-kata misuhan dengan menggunakan bahasa campuran antara Indonesia, Inggris, dan bahasa-bahasa lokal untuk mengindari report atau ban dari platform media sosial, mengingat kebijakan sensor media yang cukup ketat di berbagai aplikasi, dibarengi dengan report massal akun-akun pro-Zionis tersebut.
      Tidak ayal, gerakan julid fisabilillah ini mendapat atensi dari media-media luar negeri, seperti yang diberitakan oleh sebuah media Spanyol, sebagaimana yang diterbitkan oleh Tribunnews.com, yang memberitakan serangan siber yang dialami oleh Menteri Transoprtasi Israel Miri Regev. Diberitakan dala artikel tersebut bahwa Regev dibombardir pesan teks, audio hingga telepon yang berasal dari Indonesia, isi pesannya memuat nada mengancam dan menghina. Media-media Israel juga memberitakan hal yang sama, kali ini korbannya adalah juru bicara kepresidenan Israel Naor Ihia yang juga dibanjiri pesan dengan nada hinaan dari warganet Indonesia. Fenomena ini dideskripsikan olehnya sebagai 'mimpi buruk'.
      Jangan lupa, Indonesia memang pernah dicap sebagai negara dengan netizen paling tidak sopan se-Asia pada 2020 lalu, dan juga masuk diantara 10 negara dengan populasi netizen paling bar-bar di dunia. Namun, jika kejulidan ini diarahkan penyalurannya ke tempat dan situasi yang tepat, seperti saat konflik di Timur Tengah, maka netizen Indonesia memiliki kans untuk mencatatkan diri mereka dalam lembaran sejarah sebagai pejuang kemerdekaan Palestina. Persoalan jarak antara Indonesia dan Palestina tidak menjadi soal, asalkan ketikan jari mereka pada keyboard komputer atau ponsel mereka terus menyuarakan dukungan bagi Palestina dan menjadi penyambung asa untuk kemerdekaan Palestina.
      Jika disimpulkan, gerakan julid fisabilillah ini merupakan sebuah gerakan siber yang diprakarsai oleh netizen Indonesia, dengan Malaysia dan Turki yang ikut bergabung dengan tujuan untuk melemahkan narasi Israel, mengganggu propaganda zionisme, hingga sebagai media edukasi untuk isu-isu Palestina dengan melalui trolling hingga menjatuhkan mental pasukan Israel. Gerakan ini juga menjadi pembicaraan oleh media luar, dengan jangkauan target yang beragam, mulai dari warga yang mengambil sikap pro-Zionisme hingga politisi dan pejabat pemerintahan Israel. Mungkin netizen Indonesia memang tidak sopan, tetapi jika disatukan dengan tujuan yang sama, golongan ini bisa menjadi pembeda di kancah dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H