Mohon tunggu...
Maiton  Gurik
Maiton Gurik Mohon Tunggu... Relawan - Pengiat Literasi Papua

| Bebaskan Gagasan |

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Gereja dan Politik

18 September 2018   21:56 Diperbarui: 18 September 2018   22:01 656
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

HUBUNGAN antara gereja dan politik merupakan hubungan timbal balik,  yang disebabkan adanya konflik kepentingan antara kedua entitas ini.  Dalam perbincangannya muncul yang namanya teologi pembebasan, karena  adanya politisasi agama telah menjadi lebih akut dan kronis, sehingga  perlu diubah dan di tolong. 

Adapun hubungan politik mendominasi gereja  justru menciptakan negara sekuler yakni persoalan agama kemudian  termajinalkan dan teredukasikan dalam pengaruh kehidupan terhadap negara.

Perdebatan soal hubungan agama (gereja) dan politik (negara) dalam analog teologi pembebasan sendiri mengarahkan pada proses penataan ulang  (dekonstruksi) maupun proses penghilangan sifat sakralan  (desaklarisasi) terhadap teks-teks agama. Pun, harus diakui bahwa  hubungan gereja dan politik sendiri sangatlah saling berbalasan dan  memiliki proses tarik menarik yang cukup kuat antara kedua entitas itu.  

Agama bisa mempengaruhi dan terpengaruhi atas politik dalam skope luas  maupun kecil dan sebaliknya politik bisa mempengaruhi dan terpengaruhi  atas agama pada skope besar maupun kecil. Implikasi yang dimunculkan  adalah munculnya interpretasi politik terhadap teks-teks agama yang pada  akhirnya menciptakan adanya sakralisasi maupun pengultusan. 

Teologi  yang sebelumnya berfungsi diametris yakni penghubung Tuhan dan manusia  maupun sesama manusia justru mengarahkan pada proses hierarkis yakni  dari Tuhan kepada manusia melalui agama maupun politik. Agama tidak  hanya berbicara sakral namun dimensi profan juga menjadi dipertaruhkan.  

Orientasi agama hadir didunia bukanlah selalu mengarahkan kepada bentuk  sakralan atau liturgi semata, tetapi lebih kepada pembebasan terhadap  umat dari segala bentuk penindasan dan penderitaan. 

Gereja mesti berada  dalam posisi pelayan kepada umatnya ketimbang pelayan kepada negara.  Oleh karenanya l, gereja haruslah bergabung dalam berbagai proses  revolusi politik dan ikut melawan rezim yang hegemonik.

 Agama  adalah candu bagi masyarakat yang dikatakan Karl Marx, sesungguhnya  bentuk kritikan kepada agama itu sendiri. Politisasi agama justru  mengarahkan pada proses untuk membangun ide baru dalam kehidupan  sehingga menciptakan ada kelas masyarakat yang memilili hak istimewah  maupun kelas masyarakat yang terpinggirkan dan kehilangan haknya. 

Logika  teologi pembebasan ini juga terlahir atas proses dialektis dan  hermeneutika terhadap pemahaman agama yang dinilai masih konservatif  untuk dipahami dan dijabarkan dalam masyarakat. 

Esensi dan spirit yang  dibawahkan oleh teologi pembebasan pada dasarnya mengajak pada  inklusivitas agama agar lebih membumi dalam menghadirkan resolusi masalah bagi manusia dan mengajak pada pemahaman nilai-nilai origin yang  dihadirkan untuk membebaskan umat manusia dari kezaliman menuju pada  kebebasan ideologi transformatif dalam melihat hubungan antara agama dan  politik yang bebas dan merdeka. Akhir nya pun 'jangan buat istanamu  bak, kuburan yang tak ternilai.

 Maiton Gurik, S.I.Kom
Jakarta, 18 September 2018
Waktu 21:55 Wib

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun