Mohon tunggu...
Ufqil mubin
Ufqil mubin Mohon Tunggu... Jurnalis - Rumah Aspirasi

Setiap orang adalah guru

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cermin Organisasi, Wujudkan HMI yang Konstitusional

20 Januari 2015   15:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:46 431
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Selayang Pandang Tentang Bidang PAO

Dalam sebuah negara terdapat aturan atau norma-norma yang harus di ikuti oleh masyarakat maupun pemerintah. Untuk mengawasi dan menegakkan aturan dan norma-norma yang berlaku, dibentuklah aparat keamanan atau di Negara Kesatuan Republik Indonesia dikenal dengan polisi. Ditingkat daerah, untuk mengawasi pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan bupati, dibentuk Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP). Kedua institusi keamanan tersebut memiliki tujuan yang sama, supaya masyarakat taat pada rambu-rambu yang sudah disepakati secara bersama-sama.

Penting untuk digaris bawahi bahwa, tidak semua orang sadar akan aturan yang ada, itulah yang menjadi dasar perlunya pengawasan dari aparat keamanan. Di HMI, kita mengenal Bidang Pembinaan Aparat Organisasi (PAO), tugasnya tentu tidak jauh berbeda dengan aparat keamanan dalam sebuah negara. HMI sadar betul, aturan harus selalu ditegakkan dan sesuai nafas Islam sebagai azas organisasi.

Umumnya, Bidang PAO terdapat ditingkat pengurus besar, badan koordinasi, dan cabang. Dalam setiap jenjang, PAO memiliki kekuasaan dan wewenang diwilayah kerjanya masing-masing. Misalnya PAO ditingkat cabang, maka hanya memiliki kewajiban untuk membina dan mengawasi pengurus cabang, koordinator komisariat, dan  pengurus komisariat. Konstitusi menjadi pegangan bagi Bidang PAO untuk mengukur sejauh mana organisasi berada pada ketentuan yang ada. Apabila terdapat kejanggalan dalam organisasi, maka Bidang PAO tidak segan-segan memberikan hukuman.

Dalam kepengurusan HMI Cabang Tenggarong Periode 2013-2014, ketua umum telah menunjuk Hadiyatul Isnani sebagai ketua bidang dan Rahmat selaku wakil sekretaris umum. Sebagaimana yang dijelaskan dimuka, keduanya tidak bertahan dalam kepengurusan sampai akhir masa jabatan, karena pada tanggal 8 Februari 2014, Atul––begitu sapaan akrab Hadiyatul Isnani––mengundurkan diri dari kepengurusan karena beberapa alasan. Rahmat kemudian hanya menjadi satu-satunya wakil sekretaris umum yang tidak memiliki ketua bidang sampai bulan Mei 2014. Belakangan, Rahmat kinerjanya mulai menurun karena kesibukan kuliah dan tuntutan keluarga, akhirnya kader HMI Komisariat Fakultas Agama Islam Unikarta itu masuk dalam deretan pengurus yang di reshuffle oleh ketua umum. Keduanya kemudian digantikan oleh La Ode Ali Imran dan Wahyudi. Ketua Umum HMI Komisariat Fakultas Hukum dan HMI Komisariat Fakultas Pertanian Unikarta tersebut baru menjadi pengurus pada tanggal 28 Juni 2014, dan disahkan  melalui Surat Keputusan Pengurus Besar nomor 256/KPTS/A/12/1435 pada tanggal 13 Dzulkaidah 1435 H bertepatan dengan 8 Oktober 2014.

Tantangan-tantangan Yang Dihadapi

Menurut La Ode––panggilan akrab La Ode Ali Imran––ketika masuk dalam kepengurusan HMI Cabang Tenggarong, banyak persoalan yang dihadapi, salah satunya ketidaktaatan terhadap konstitusi. Bentuknya beragam, mulai dari banyaknya anggota yang berperan dalam pemilihan legislatif dan presiden, ketidakpahaman anggota dan pengurus terhadap kostitusi, tugas pokok dan fungsi masing-masing bidang yang tidak dijalankan dengan baik dan benar.

Selain daripada itu, La Ode dan Wahyudi baru betul-betul bisa menjalankan tugas di pertengahan periodesasi kepengurusan, artinya konsep-konsep pembinaan dan pengawasan terhadap organisasi tidak disusun sedari awal. Memang ketika Atul dan Rahmat menjabat di Bidang PAO, keduanya ingin membuat suatu buku saku konstitusi dan susunan program kerja tahunan yang akan dijalankan PAO, namun gagasan itu tidak sepenuhnya bisa dijalankan karena proses reshuffle kepengurusan. “Selain daripada itu, kita juga menghadapi agenda-agenda besar cabang misalnya LK II. Ini juga menguras energi dalam kepengurusan. Memang benar bukan program Bidang PAO, tetapi kita ikut membantu dalam pelaksanannya,” kata La Ode pada tanggal 14 Januari 2015. Hal mendasar yang bisa dilakukan adalah memantau tingkat kehadiran pengurus dalam rapat-rapat cabang. Untuk mengefektifkan pengawasan tersebut, pihaknya membuat matriks kehadiran.

Dia menilai, banyak pengurus yang tidak hadir dalam rapat-rapat cabang, kemudian diberikan teguran sampai tiga kali. Apabila dalam batasan waktu yang diberikan tidak juga memperbaiki kinerjanya, PAO tidak segan-segan merekomendasikan kepada ketua umum untuk di reshuffle. “Ada juga pengurus kalau kita kasih tahu langsung ngambek, tapi kita tidak terpaku dengan itu, yang jelas kita tidak mendasarkan diri pada keinginan individual, tetapi dasar kita adalah aturan organisasi,” tegas La Ode.

Dikatakan La Ode, masalah organisasi tidak hanya terjadi ditingkat cabang, namun yang paling kompleks terjadi di pengurus komisariat. Ada komisariat yang lambat menyampaikan draft ketetapan Rapat Anggota Komisariat (RAK). Harusnya, satu bulan setelah RAK dilaksanakan, ketua umum komisariat menyampaikan draft ketetapan kepada Bidang PAO, hal itu sebagai dasar pengesahan pengurus dan pengawasan terhadap keaktifan pengurus komisariat.

“Ketika terjadi pelanggaran, kita tidak melakukan pembiaran bahkan kita mengancam komisariat untuk menurunkan statusnya menjadi komisariat persiapan, karena itu adalah amanat konstitusi. Jika komisariat itu tidak aktif maka bisa diturunkan statusnya menjadi komisariat persiapan, itu juga kita sampaikan dalam surat yang diberikan ke pengurus komisariat,” tukas La Ode. Setelah mendapatkan peringatan dari pengurus cabang, barulah beberapa komisariat yang merespon melalui surat dan tindak lanjut untuk menjalankan organisasi sesuai konstitusi.

Hal mendasar yang dilakukan adalah mencari tahu kemungkinan anggota terlibat dalam struktur partai politik, karena itu bertentangan dengan nilai-nilai independensi organisasi. Dibutuhkan keberanian, kemampuan lobi, dan komunikasi yang apik untuk menjalankan tugas tersebut, karena untuk menelusuri daftar keanggotaan partai politik di Kukar bukan hal yang mudah. Umumnya, partai politik tidak mau memberikan daftar anggotanya ke HMI, karena dianggap sebagai rahasia organisasi.

Evaluasi Kinerja Organisasi

Sesuai dengan amanah konfercab ke-17 HMI Cabang Tenggarong, setiap bidang dan pengurus komisariat harus menyampaikan laporan pertanggungjawaban setiap tiga bulan sekali. Penyampaian laporan pertanggungjawaban dilakukan untuk mengevaluasi kinerja masing-masing pengurus (komisariat maupun cabang) yang ada di HMI. Program tersebut dijalankan oleh Bidang PAO, namun kendala utama yang dihadapi adalah tidak semuanya bidang menyampaikan laporan sesuai tenggat waktu yang diberikan. “Kelemahan kita,” kata La Ode, “di komisariat ini kalau bisa saya katakan sudah pada tahap emergensi. Pemahaman secara sistem maupun administrasi itu sangat minim. Kita mengirimkan surat kepada mereka untuk menyampaikan laporan pertanggungjawabannya, mereka hanya menyampaikan laporan tapi tidak disertai dengan surat balasan.”

La Ode menegaskan, letak persoalannya ada pada sumber daya manusia yang belum siap secara kompetensi dan kapabilitas dalam menjalankan organisasi sesuai dengan aturan yang ada. Ketika PAO ingin menegakkan produk hukum yang berlaku di HMI, maka akan terbentur dengan ketidaksiapan aparatur organisasi dari sisi pemahaman dan konsistensi dalam menjalankan aturan. Untuk memecahkan masalah tersebut, cara yang efektif adalah memberikan pembekalan secara berkelanjutan kepada pengurus komisariat dan cabang bagaimana memahami konstitusi.

Komitmen penegakan aturan harus terus digalakkan di HMI. Cermin organisasi yang kuat adalah aparaturnya menjalankan produk hukum yang berlaku di internal organisasi. Ketika terdapat kekeliruan didalamnya, maka tidak hanya tugas Bidang PAO untuk menegur dan meluruskan, namun semua pihak bisa memberikan saran dan kritikan yang membangun. Perlu dicatat bahwa, kritikan dan masukan adalah obat yang paling mujarab untuk memperbaiki organisasi, namun juga harus dilakukan dengan cara yang patut, salah satunya disampaikan dengan cara hikmah dan tidak terkesan menghujat.

Begitu juga dengan HMI, ketika laporan pertanggungjawaban pertriwulan tidak dijalankan dengan baik, anggota, pengurus komisariat, pengurus cabang harus mengawasinya. Sayang budaya kritik itu mulai memudar di HMI. Pengurus komisariat tidak hanya di dikte untuk melaporkan kinerjanya, namun juga menjadi corong kritikan yang membangun bagi keberlanjutan dan kemajuan organisasi.

HMI tidak akan besar hanya karena semangat satu atau dua orang, pengurus atau ketua umum, tetapi organisasi yang sudah berusia senja ini harus dibangun oleh seluruh elemen yang ada. Anggota berperan sebagaimana porsinya, pengurus menjalankan tugas sesuai amanah musyawarah, dan peran alumni adalah memberikan masukan-masukan yang konstruktif bagi kemajuan HMI. Dalam artian, yang membesarkan HMI bukan saya, dia, mereka, tetapi kita sebagai bagian integral dari himpunan tercinta ini.

Proyeksi Untuk Kemajuan Organisasi

Ada beberapa hal yang patut diketengahkan untuk menjalankan organisasi ke depan, antara lain:

Pertama, lakukan penguatan secara internal. Untuk menjalankan hal ini, yang perlu dijalankan adalah penguatan pemahaman anggota dan pengurus terhadap sistem keorganisasian. “Ini yang terlupakan oleh kita. Yang menjadikan perkembangan organisasi ini terhambat adalah minimnya pemahaman terhadap konstitusi. Yang dilakukan adalah bedah dan kajian konstitusi,” saran La Ode. Menurutnya, untuk membangun militansi anggota dan pengurus, dimulai dari pemahaman terhadap sistem dan administrasi organisasi.

Kedua, membangun kesadaran personal dan kolektif atas berbagai aturan yang ada di organisasi. Hal ini ada kaitannya dengan poin yang pertama. Kader-kader HMI dalam menjalankan tugasnya, tidak boleh dipisahkan dengan aturan-aturan yang ada. Secara organisatoris, pengambilan kebijakan harus mengacu pada aturan yang ada, apabila tidak keputusan yang ada harus dievaluasi.

Ketiga, penegakan terhadap aturan organisasi secara konsisten. Bidang PAO memiliki posisi yang sentral dalam organisasi, dengan demikian sebagai aparat HMI, Bidang PAO harus memiliki kompetensi dan kapabilitas yang mumpuni dalam menegakkan aturan. Tidak saja pemahaman, tetapi kemampuan persuasif dan pola komunikasi yang efektif harus betul-betul dipelajari dan diterapkan dengan baik.

“Bidang PAO itu adalah polisinya HMI, artinya semua aturan organisasi itu dibawah kendalinya. Bagaimana organisasi ini bisa berjalan sesuai dengan aturan yang ada, memang harus ada salah satu bidang yang fokus untuk memantau kinerja seluruh aparatur organisasi. Ditingkatan HMI Cabang Tenggarong, pengurus cabang, badan khusus, komisariat, dan terkhusus anggota yang baru, semua itu harus berada di bawah kendali Bidang PAO,” tukas Arimin pada tanggal 15 Januari 2015.

Keempat, menurut Arimin, untuk menegakkan aturan, Bidang PAO harus terlebih dahulu menjalankan aturan yang ada. Ketika mengeluarkan fatwa-fatwa penting tentang organisasi, cerminan aturan itu sudah dijalankan secara konsisten dan konsekuen oleh Bidang PAO. “Dilihat dari orang yang membidangi PAO,” kata Arimin, “ketika ingin bercermin kepada orang, harus dilihat dari perilakunya, oleh karena itu orang yang ada di Bidang PAO ke depan perlu diseleksi sedemikian rupa, sehingga bisa menjadi pengurus yang bertanggungjawab, amanah, dan sesuai dengan apa yang diucapkan dan apa yang diperbuat.”

Kelima, mencatat dan mengevaluasi anggota yang terindikasi menjadi bagian (anggota atau pengurus) dari partai politik. Perlu ditegaskan bahwa HMI bukanlah organisasi yang anti terhadap partai politik, karena partai politik juga memiliki agenda kebangsaan yang sama dengan HMI, yaitu bagaimana mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dari awal berdirinya, HMI sudah berkomitmen untuk menjaga independensi dari partai manapun, tidak terkecuali partai yang dimana alumni HMI mengembangkan karirnya. Kita menjaga netralitas itu, supaya nilai-nilai yang disampaikan HMI tetap berada dalam koridor kemanusiaan dan mengesampingkan kepentingan pribadi, kelompok dan golongan. Itulah komitmen dasar HMI yang dipegang teguh dari tahun 1947 sampai sekarang. Hasilnya, bisa kita lihat sendiri, HMI masih tetap eksis ditengah merebaknya badai dan guncangan internal maupun eksternal yang melingkupinya. Pilihan ini harus tetap dipertahankan, supaya HMI tidak berada pada poros kiri maupun kanan, tetapi bagian integral dari tujuan Islam, bangsa dan negera.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun