Indonesia dan Obsesi '12 Singapura' di Nusantara
Oleh: Udyn Muhyiddin
[caption caption="Copyright Ah Mey Cafe Pejaten Village"][/caption]
Tiba-tiba saja saya tertarik mengamati foto-foto Singapura pada tahun 1965-an. Saat itu Singapura sedang susah-susahnya. Tahun dimana Singapura sering dilanda kerusuhan lalu akhirnya terpisah dari federasi Malaysia dimana Singapura bergabung sejak Inggris memberikan kemerdekaan di tahun 1963. Singapura dulu nyaris sama dengan beberapa kota di tanah air. Palembang, Pontianak, Banjarmasin, Makasar, atau Medan. Hanya saja si jiran yang satu ini seperti sulapan, menjadikan baru sama sekali. Hebatnya lagi tidak hanya fisik yang berubah, mentalnya pun jauh berkembang. Tak ada lagi kekumuhan, berganti modernisasi. Manusianya pun setara dengan bangsa-bangsa maju di Eropa, Amerika, atau Jepang. Sang pesulap itu adalah Lee Kuan Yew.
Lee adalah seorang ahli hukum lulusan Fitz William College-Cambridge dan sebelumnya sempat menjadi mahasiswa London School of Economics. Lee muda bersekolah di sana dalam kurun waktu 1945-49. Sepulang sekolah Lee terjun sebagai profesional dan kemudian berpolitik dengan mendirikan partai.
Lee membangun Singapura dari nol, dari sebuah negara pulau dunia ketiga sebagaimana tetangga kawasan di Asean. Di awal kemerdekaan, Singapura oleh Inggris dimasukkan ke Federasi Malaysia 1963-1965. Tetapi mereka banyak mengalami kerusuhan besar yang berlatar belakang rasial. Lalu Singapura keluar dari Federasi Malaysia di tahun 1965. Setelah itu Lee baru bisa mengebut membangun Singapura, menjadikan London sebagai acuan pembangunan.
Sesuai pola pembangunan ekonomi di buku-buku teks, Lee memulai dengan mendorong sektor produktif berupa industri manufaktur. Tujuannya untuk menciptakan lapangan kerja masif dan menjadi substitusi impor dalam pemenuhan kebutuhan domestik. Infrastruktur dibangun, industri pun berkembang ke ekspor, lalu merambah ke sektor jasa pada kurun waktu 1971-1980. Kurun waktu 5 tahun berikutnya tahap pemantapan dan memodernisasi. Sumberdaya manusia digarap maksimal, paralel dengan pembangunan fisik. Birokrasi modern dibangun dengan standard tinggi. Dan cling, di tahun 1980an Singapura pun tersulap menjadi London di lingkungan tropis. Singapura menjadi negara maju diapit negara-negara berkembang Asean. Singapura yang tidak punya sesuatu (sumberdaya alam terutama) bisa menjadikan dirinya sesuatu. Lee berhasil me-London-kan Singapura, lalu menyerahkan kekuasaaan kepada Goh Chok Tong di tahun 1990, 25 tahun sejak kemerdekaan penuh Singapura.
Indonesia merdeka lebih dulu. Hari ini yang ke 70. Era kemerdekaan dimulai oleh sang visioner dan proklamator Soekarno. Di tahun 1966 terjadi pergantian kekuasaan yang tidak mulus membuat Indonesia kembali ke titik nol. Soeharto berkuasa penuh selama 32. Sang diktator ini pun turun dengan tidak layak. Menyisakan krisis multidimensional. Bapak pembangunan seolah membangun istana pasir yang runtuh oleh sebuah terjangan ombak. Padahal sumber daya alam mengalami eksploitasi besar-besaran di jaman ini.
Dua presiden pertama di era reformasi praktis hanya berkuasa dengan waktu yang pendek. Habibie hanya 18 bulan, sedangkan Gus Dur tidak lebih dari 21 bulan. Keduanya banyak meletakkan dasar-dasar reformasi. Dua mantan presiden ini punya latar belakang pendidikan yang maju. Habibie dari Jerman, Gus Dur dari Timur Tengah dengan wawasan negara maju Amerika dan Eropa.Â
Megawati yang menghabiskan periode Gus Dur serta SBY yang penuh 2 periode seakan lewat begitu saja. Berharap Jokowi akan meninggalkan banyak catatan positif di akhir jabatannya.
Sumber daya manusia kita jauh berkembang. Lulusan luar negeri dengan gelar S2 dan S3 bergelimang. Di berbagai posisi, eksekutif baik pusat dan daerah, banyak yang lulusan universitas-universitas ternama dari negara-negara maju. Di Bappenas ada 83 doktor dan hampir 200an master. Di kementerian lain juga banyak, paling tidak master. Di pemda juga menjamur. Fenomena baru dimana beberapa orang dengan pendidikan tinggi luar negeri menduduki posisi puncak seperti bupati Bantaeng Nurdin Abdullah (Kyushu University), walikota Bandung Ridwan Kamil (University California Barkeley, Bima Arya walikota Bogor (Monash University Melbourne), dan beberapa lainnya yang tidak keluar di berita.