DARI Rosihan Anwar (2004), saya mendapatkan pengajaran mengenai Patokan dalam Menulis Bahasa Jurnalistik Indonesia. Salah satunya, kata dia, "Gunakan bahasa yang sederhana dan jernih pengutaraannya."
Kemudian nasihat selanjutnya yang saya terima: "Menulis itu menyederhanakan masalah, bukan malah bikin pusing pembaca." Entah omongan ini saya baca di mana atau dengar dari siapa. Saya lupa.
Tapi, benar dalam pemahaman saya, menulis itu untuk menguraikan sesuatu hal (topik) agar menjadi terang. Bukan malah sebaliknya, letak masalah yang dibahas tidak tertangkap, uraian tidak sistematis, dan ujung-ujung tulisan tak jelas maunya apa.
Inti dari dua pesan itu adalah menulis sederhana dan jernih.
Dua kata kunci "sederhana" dan "jernih" itu dalam praktik berbahasa dalam ragam apa pun -- tidak terkecuali dalam bahasa jurnalistik Indonesia -- ternyata tidak gampang.
Pendeknya, bagaimana setelah membaca tulisan kita, orang akan tercerahkan, manggut-manggut, dan berkata, "Iya juga", "O, begitu..." atau kayak Upin Ipin, "Betul, betul, betul..." Bukan justru berkata, "Apa sih yang ingin dibilang sama penulis ini?", "Saya tak paham maksud tulisan" atau "Ini nulis apa?"
Namun, dalam praktiknya ada kecenderungan penulis untuk membuat rumit kalimat-kalimatnya dan akibatnya gagasan yang hendak disampaikan menjadi tidak jelas.
* Repost dari materi Menulis Artikel dalam Akademi Jurnalis Ramadan Duajurai (AJRD) Kantor duajurai.co, Bandar Lampung, 5-20 Juni 2017. Saya diberi waktu kasih materi, Kamis, 15 Juni 2017 pukul 13.00-15.00.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H