Mohon tunggu...
setiadi ihsan
setiadi ihsan Mohon Tunggu... Dosen - Social Worker, Lecturer.

Menulis itu tentang pemahaman. Apa yang kita tulis itulah kita.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Empati

19 April 2019   02:49 Diperbarui: 19 April 2019   02:58 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Satu ujaran kebencian dibalas dengan kebencian lain, kata-kata kotor dengan kata-kata yang jauh lebih kotor dan seterusnya. Seolah tidak pernah ada ruang di masing-masing pihak untuk sejenak berfikir atau merenungkan kenapa mereka menyebut saya tolol, misalnya, atau mengapa mereka begitu marah dalam meresponse status kita? 

Kebanyakan dari kita adalah reaktif, berupaya menyerang balik dengan intensitas yang lebih, pastinya. Lebih menyakitkan, merendahkan dan menghinakan. Sepertinya, kegembiraan, kebahagiaan dan kepuasan ketika kita berhasil melakukan serangan balik.

Dalam kasus dukung-mendukung pilpres, sepertinya, tidak ada lagi strata pendidikan menjadi pembeda, begitupun dengan status sosial atau posisi jabatan. Semuanya mendahulukan sisi ke-aku-annya. Mengapa ini bisa terjadi? kemana empati, saya yakin bahwa sebelumnya mereka mempunyainya bahkan dominan dalam pribadinya, larinya?

Apa benar masih disebut empati ketika kesantunan, kasih sayang dan sejenisnya berlaku hanya untuk mereka yang sefaham?

Saya, bisa jadi salah satu yang kehilangan empati dengan membahas masalah ini. Namun, saya perlu tegaskan, melalui tulisan  saya hanya ingin menyampaikan satu hal bahwa pembelajaran yang sudah kita lakukan begitu lama, sejak kita lahir bahkan ketika kita masih dalam rahim ibu, yaitu "listening lesson", akar dari empati, tidaklah menjamin kita menjadi seorang yang (tetap) empatik.

Benarlah quote komunikasi di atas... bahwa begawan komunikasi bukanlah orang yang jago atau pinter ngomong namun komunikator yang hebat adalah merekalah yang piawai dan tetap piawai dalam hal bersikap empatik.


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun