Drama korea merupakan salah satu jenis film yang menjadi favorit bagi masyarakat Indonesia terutama di kalangan perempuan. Kesukaan terhadap film ini pun didasarkan karena hal yang cukup beragam, mulai dari alur ceritanya yang menarik, variatif, dan tidak monoton hingga karena aktor pemain film nya yang good looking, serta soundtrack-nya yang sangat cocok dalam mengiringi cerita, meskipun jumlah episodenya sangat sedikit dibandingkan dengan film drama di Indonesia namun mempunyai kualitas cerita yang lebih baik. Dampak dari drama korea ini sendiri dapat kita lihat pada orang-orang sekitar di kehidupan sehari-hari, mulai dari cara berpakaian, gaya hidup, makanan, bahkan ada yang sampai menirukan bahasa korea.Â
Tidak hanya di Indonesia saja yang mengalami demam drama korea ini, bisa dibilang tersebar di negara-negara yang ada di dunia. Berdasarkan data dari KBS (Korean Broadcasting System) World Radio pada tahun 2019 terdapat 99.3 juta penggemar drama korea di dunia, dan penggemar drama korea tersebut paling banyak berada di benua eropa dengan jumlah 15 juta orang. Sedangkan negara Rusia menjadi negara penggemar drama Korea yang mengalami peningkatan sebanyak 290 persen dan menduduki 85 persen di peningkatan dunia.Â
Jika teman-teman telah membaca tulisan saya yang berjudul Doraemon dan Strategi Budaya Teknologi Jepang maka ketika kita coba untuk menganalisa dengan baik alasannya pun tidak jauh berbeda dengan Jepang yang memiliki alasan khusus dibalik produksi film nya. Korea Selatan sendiri merupakan negara dengan jumlah kasus perceraian tertinggi di Asia Timur. Berdasarkan data dari pengadilannya, terdapat peningkatan sebesar 30.8 persen pengajuan perceraian pada Maret 2018, ketimbang tahun sebelumnya. Tren ini merupakan lanjutan peningkatan kasus perceraian dari 2014-2017, yakni naik berturut-turut sebesar 14.7 persen, 29.5 persen, 28 persen, dan 13.9 persen.
Maka dapat kita lihat sendiri, bahwasanya dibalik film drama korea yang menampilkan alur cerita romantisme tersebut terdapat alasan besar dibaliknya yaitu permasalahan perceraian yang sangat tinggi. Hal yang hampir sama pun dapat kita temui pada negara-negara yang memiliki jumlah penggemar drama korea seperti di benua eropa dan Rusia. Dikutip dari trendrr.net, 5 negara dengan tingkat perceraian tertinggi di dunia (yang semuanya berada di benua eropa) pada 2019 diantaranya yaitu Belgia (tingkat perceraian dengan persentase 71 persen), Portugal (tingkat perceraian yang terus meningkat sebesar 68 persen), Hungaria (tingkat perceraian dengan persentase 67 persen), Republik Ceko (tingkat perceraian yang terus meningkat sebesar 66 persen), Spanyol (tingkat perceraian dengan persentase 63 persen).
Tidak jauh berbeda dengan kondisi negara-negara di benua eropa, Rusia yang merupakan negara dengan jumlah penggemar drama korea dengan peningkatan tertinggi ini juga menghadapi permasalahan yang sama. Berdasarkan data dari PBB pada tahun 2012, Rusia dinyatakan sebagai negara dengan tingkat perceraian tertinggi di dunia dengan jumlah perceraian sekitar 650 ribu pasangan.
Maka harapan dari produksi film drama korea ini tentunya agar dapat menurunkan tingkat perceraian di Korea Selatan sendiri, namun ternyata negara-negara di luar Korea Selatan pun ikut terdampak dengan sebab latar belakang kondisi masyarakat yang sama-sama memiliki tingkat perceraian yang tinggi. Lantas bagaimana dengan Indonesia? Ya tentu saja jawabannya sesuai dugaan teman-teman. Berdasarkan data dari Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung, bahwasanya angka perceraian selalu meningkat setiap tahun sejak 2015, yang mana pada 2019 saja tercatat ada 480.618 kasus. Itu artinya jumlah perceraian di Indonesia rata-rata mencapai seperempat dari dua juta jumlah peristiwa nikah dalam setahun.
Kemudian yang menjadi pertanyaan nya adalah, apakah film drama korea ini benar-benar akan memberikan dampak yang besar terhadap penurunan tingkat perceraian di negara-negara penggemarnya? Atau hanya akan menjadi angan-angan dalam dunia perfilman yang memiliki tema romantisme dan eratnya hubungan kekeluargaan saja? Tentu saja dalam menyelesaikan persoalan ini tidak cukup hanya dengan menonton film saja, banyak faktor yang juga mempengaruhi, salah satunya jika di Indonesia adalah rendahnya tingkat kesejahteraan ekonomi keluarga sebagai penyumbang persentase terbesar.
Seperti yang kita ketahui bersama, film memang memiliki pengaruh yang kuat terhadap kehidupan setiap orang karena hal itu merupakan simbol dari faktor dalam arketipe psikologis. Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak sadar, menonton film banyak membangkitkan faktor faktor arketipe psikologis seseorang, baik itu positif atau negatif, baik atau buruk, fantastik atau realistik. Sehingga secara tidak langsung orang tersebut menangkap simbol yang tidak mereka sadari dan menginternalisasikan dalam bagian dirinya tanpa memperhatikan itu perilaku positif atau negatif. Sehingga sangatlah penting untuk memilah dan menyaring apa-apa saja yang kita tonton. Hal ini berlaku untuk semua jenis film, tidak hanya soal drama korea saja.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H