Mohon tunggu...
Uday Rayana
Uday Rayana Mohon Tunggu... -

Author : www.kelolamedia.wordpress.com. \r\n\r\nCEO Selular Media Group. \r\n\r\nKontak uday.rayana@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kisah Blackberry yang Kualat dengan Indonesia

25 Agustus 2014   18:19 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:36 722
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menurut Menteri Perindustrian MS Hidayat, sebanyak 60 juta unit ponsel terserap di pasar domestik sepanjang 2013 lalu. Seiring dengan tumbuhnya broadband society, diketahui bahwa 30% dari ponsel terjual itu adalah jenis ponsel cerdas (smartphone). Fakta tersebut menunjukan bahwa sejauh ini Indonesia masih merupakan surga bagi para produsen ponsel, meski sejak 2011 industri selular telah memasuki masa jenuh (saturated). Ditandai dengan populasi SIM card yang telah melewati jumlah total penduduk Indonesia.

Sayangnya, ditengah gempita permintaan khususnya untuk segmen smartphone, Blackberry tak lagi jadi pilihan. Tak dapat dipungkiri ponsel buatan RIM (Research in Motion) Kanada ini terus terpuruk sejalan dengan permintaan global yang juga melempem. Tampaknya kurva pertumbuhan produk (product life cycle) Blackberry kini tengah menukik. Padahal kehadiran Blackberry disebut fenomenal karena mampu menjadi pemain nomor satu di segmen smartphone menjungkirkan Nokia yang selama bertahun-tahun menjadi market leader.

[caption id="attachment_339577" align="alignleft" width="302" caption="Blackberry tak lagi jadi pemain dominan di pasar domestik. Apa yang salah? (Sumber : fashionsweekend.wordpress.com)"][/caption]

Anjloknya penjualan Blackberry tak dapat ditutup-tutupi. Jika Anda punya waktu luang, silahkan mampir ke pusat-pusat gadget. Tanyakan kepada wiraniaga pada toko-toko ponsel disana. Niscaya, jawabannya Blackberry ada diperingkat ke lima atau enam dari deretan ponsel pilihan konsumen. Kini pilihan nomor satu adalah ponsel-ponsel Android, seperti Samsung, LG, HTC, Sony, Evercos, Advan, Mito dan lainnya. Ini menunjukan top of mind berkorelasi langsung dengan top of sales.

Keputusan RIM yang melepas hak ekslusif atas layanan favorit, yakni BBM (Blackberry Messenger) ke OS (operating system) pesaing, seperti Android dan iOS (Apple) justru menguntungkan kompetitor, khususnya Samsung yang memang semakin agresif. Nyatanya, peluncuran varian baru seperti seri Q10 dan Z10 pada awal 2014, juga tak mampu membangkitkan kembali penjualan Blackberry.

Rendahnya, animo terhadap Blackberry bahkan membuat sejumlah distributor tak lagi memajang ponsel cerdas itu. Saat saya berkunjung ke gerai Telesindo Shop beberapa waktu lalu, tak ada sepotong pun material promo Blackberry. Rupanya sejak beberapa tahun terakhir, gerai milik taipan ponsel Hengki Setiawan ini, memang sudah tak lagi menjual Blackberry. Telesindo lebih mengandalkan penjualan Samsung yang semakin moncer, ditemani LG, Sony dan Asus.

Dibandingkan Nokia yang sukses bertahun-tahun menguasai pasar Indonesia, rontoknya pamor Blackberry sesungguhnya terbilang cepat. Melongok ke belakang, BlackBerry hadir di Indonesia pada tahun 2004, ketika RIM berpartner dengan Indosat. Gadget yang jadul dan layanan push email, membuat pasar Blackberry terbatas pada segmen korporat.

[caption id="attachment_339579" align="alignright" width="441" caption="Dalam masa kejayaannya, Blackberry bahkan menjadi gadget favorit Presiden AS Barack Obama, dan sempat memunculkan polemik dengan Apple yang nota bene produk asli AS (Sumber : www.thereviewcrew.com)"]

14089392281047901268
14089392281047901268
[/caption]

Peruntungan mulai berubah saat Blackberry mulai memperkenalkan produk-produk baru yang lebih fancy dan elegan, seperti Gemini, Apollo dan Curve. Disisi lain pemanfaatan teknologi 3G oleh operator pada 2006 memicu tumbuhnya trafik yang tinggi terhadap layanan sosial media dan instant messaging di kalangan pengguna ponsel. Kondisi itu menguntungkan Blackberry yang langsung meroket ke papan atas berkat layanan BBM yang mampu menjadi faktor pembeda (differentiation) dengan vendor lain, termasuk Nokia yang tampil begitu-begitu saja.

Namun masa keemasan Blackberry terbilang hanya seumur jagung. Saya sendiri menilai tanda-tanda tersebut dimulai saat RIM mulai mengiklankan Blackberry Torch, baik cetak maupun online pada 2010. Sebelumnya, iklan-iklan Blackberry yang bertebaran di media massa, merupakan gawean operator yang menjadi mitra RIM. Sementara RIM sendiri, menikmati betul banjir publisitas dari hasil word of mouth. Alhasil, sejak kehadirannya di tanah air, nyaris RIM tak mengeluarkan dana promosi sepeser pun.

Apa yang mendasari keputusan RIM untuk beriklan? Merujuk pada pandangan pakar public realtion, Al Ries, langkah tersebut sejalan dengan tren mulai menurunnya publisitas karena dimata media, tak ada lagi yang spesial dari Blackberry. Itu sebabnya, setelah brand equity terbentuk dari publisitas maka langkah selanjutnya untuk mempertahankan merek adalah dengan beriklan.

Ries yang juga penulis "The Fall of Advertising and The Rise of PR", bilang untuk tetap berada di memori konsumen, perusahaan tak bisa lagi mengandalkan publisitas apalagi jika obyek yang disodorkan tak lagi memiliki value in news yang kuat. Bagi media, terpenting adalah apa yang paling terbaru dam paling spesial, bukan pada apa yang disodorkan oleh produsen apalagi jika itu hanya mengulang-ulang kelebihan sebelumnya yang cenderung menjadi basi.

Sesuai objective-nya, iklan juga diperlukan, terutama untuk mempertahankan pangsa pasar, karena gempuran para pesaing yang pasti akan semakin deras. Sayangnya, pada kasus Blackberry hal ini tidak terjadi. Agresifitas ponsel-ponsel Android terlalu cepat merangsek pasar, mulai dari low end hingga pasar high end. Disisi lain, persepsi minor terhadap Blackberry terus bermunculan di masyarakat dan muncul terlalu terbilang cepat. Sama seperti Nokia menjelang kejatuhannya, Blackberry mulai dikesankan sebagai ponsel jadul (jaman dulu). Bahkan kini anak-anak kecil kini lebih memilih ponsel Android seperti Samsung dibandingkan Blackberry!

[caption id="attachment_339582" align="alignright" width="300" caption="Menkominfo Tifatul Sembiring kerap bersitegang dengan RIM. Salah satunya soal pendirian pabrik Blackberry di Malaysia (Sumber : www.republika.co.id)"]

14089397721862945613
14089397721862945613
[/caption]

Jelas dari sisi konsumen, pemicu rontoknya persepsi terhadap Blackberry adalah orientasi atas manfaat dan kebanggaan yang semakin menurun. Tapi masyarakat juga boleh mengaitkan dengan hal-hal lain. Misalnya, RIM tidak belajar dari Nokia yang meskipun sudah menangguk untung banyak tapi tak kunjung bikin pabrik di Indonesia. Padahal pemerintah sudah berulang kali mendesak pabrikan asal Finlandia itu soal komitmen berinvestasi di Indonesia. Sekarang nasib yang sama juga menimpa Blackberry. RIM kualat karena lebih memilih membangun pabrik Blackberry di Malaysia ketimbang di di Tanah Air. Hahaha …

Mohon tunggu...

Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun