“ Kalo bener loe cowobuktiin sama kita,.
“ jika loe gak berani gak usah pacaran aja loe..sana pacaran sama nenek gua”.!! Ungakapan yang sering memancing seseorang menjadi brutal tanpa batas.
Memang tak bisa di pungkiri lingkungan bisa di katakan sebagai faktor pemacu pembentukan karakter. Jika di saat masih kecil anak di biasakan untuk bergabung dengan siapa saja tanpa ada batasan maka tidak akan jauh dari apa yang pernah dekat dengan dirinya maka dari itu peran orangtua disana sangat di butuhkan agar anak tidak terlalu terbawa arus yang menyimpang.Para remaja di Indonesia umumnya,teman adalah salahsatu sumber utama dalam mencari informasi tentang seksualitas dan kesehatan reproduksi. Jangan sampai teman pergaulan mengalahkan peran orang tua bahkan film porno sekalipun yang dapat merusak susunan saraf secara berangsur-angsur
Tidak sedikit anak-anak sekolah dasar yang terpengaruh dalam dunia gelap seperti pengaruh video porno. Masalah seperti ini sangat tidak bisa di pungkiri keberadaanya,kejadian pernah terjadi di kalangan masyarkat sendiri. Walau secara real bahwa apa yang dilakukan oleh orangtuanya sudah cukup,tidak di sadari pengaruh lingkungan sekitar dan mediapun yang sering mereka konsumsi begitu nikmatnya virus masuk secara perlahan. Pengaruh media memang ada positifnya tetapi kegagalan orangtua untuk menjaga tayangan televisi yang belum pantas di tonton oleh anak kecil maupun remaja sekalipun bisa terbentuknya karakter. Kebiasaan seperti ini jika di biarkan akan membuat efek yang sangat fatal.
Menurut survei menunjukkan bahwa ada sebanyak 51 persen remaja berusia 15-25 lebih nyaman bertanya dengan pada temannya apalagi mengenai sex. Seks memang bisa di katakana sebagai surganya dunia namuan di satu sisi ada efek yang akan di terimanya ketika mereka keseringan melakukan seks. Salahsatunya racun yang sangat ganas tanpa ada belas kasian pada siapapun baik itu anak presiden sekalipun.dan bukan hanya itu sebnayak 75 persen dari 663 responden di 5 kota besar di Indonesiamenyimpulkan bahwa hasil kelalayan orang tua mereka yang tidak peduli dengan anaknya sendiri,tidak bisa mereka lihat apa yang di kerjakan anaknya jika diluar sana mereka berbuat sesuatu. Hanya 26 persen remaja yang mengaku mereka bersikap terbuka pada orangtuanya.
Hasil riset yang dilakukan DKT Indonesia, organisasi internasional yang berfokus pada pencegahan HIV/AIDS dan kontrasepsi. Survei yangn telah dilakukan pada bulan Mei 2011 dulu di Jakarta,Bali, Bandung, Yogyakarta, dan Surabaya. Zoya amirrin salahsatu ahli sexual psychologist dari hasil surveinya mengatakan bahwa kebanyakan remaja malu untuk bertanya sesuatu tentang masalah sexual. "Mereka takut jika bertanya tentang sexual karena dikiranya sudah pernah melakukan ataupun ingin melakukan hubungan seks," papar staf pengajar di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Namun menurut Zoya, di usia 15-19 tahun remaja di perlukan unutuk mengetahui pendidikan seksual. di beri tahu kenapa kok mereka bisa merasakan hal seperti itu, di usia seperti itu banyak sekali tanda-tanda seks yang sudah tampak. para orangtua sebaiknya membimbing anak-anaknya memahami bahwa seksualitas adalah hal yang normal. Tidak perlu untuk menakut-nakuti mereka,lebih baik di jelaskan dengan realitas. Di sekolahan di mata pelajaran hanya di ajarkan bagaimana pertemuan sel sprema dengan sel telur. Orangtua wajib mengajaari anak-anaknya untuk mengatakan tidak jika memang tidak ingin berhubungan seks walaupun di bujuk oleh pacar dan satu hal keteberdayaan wanita dalam menolak rayuan maut pasangannya menurut survey bahwa 6 persen remaja wanita di paksa untuk melakukan hubungan seks.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H