Mohon tunggu...
SUPIANTO UCUP
SUPIANTO UCUP Mohon Tunggu... -

Guru

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Kritik Teori Multiple Intelegency

10 Mei 2014   07:43 Diperbarui: 23 Juni 2015   22:39 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

OLEH: SUPIANTO

Beberapa tahun terahir ini, jagad pendidikan dunia, bahkan di Indonesia diramaikan oleh pembahasan suatu teori pendidikan yang mula-mula dicetuskan oleh Howard Gardner. Teori tersebut adalah teori Multiple Intelligences. Teori ini berpendapat bahwa manusia memiliki kecerdasan majemuk. Kecerdasan-kecerdasn itu antara lain: kecerdasan musikal, kinestetik, logis-matematis, linguistik, spasial, interpersonal, intrapersonal, dan naturalis. Setiap orang pasti memiliki satu kecerdasan dominan yang membedakannya dengan orang lain, sehingga tidak bijak jika sistem pendidikan menuntut anak untuk mempelajari semua pelajaran yang sama dengan tes yang sama pula.

Pembahasan mengenai teori ini telah banyak dilakukan di seminar-seminar, workshop, pelatihan, dll. Di Indonesia sendiri, Munif Chatib telah menulis beberapa buku yang mengacu pada teori ini. Inti dari semua itu adalah bahwa Multiple Intelligences menebarkan satu pesan perubahan atau revolusi dalam dunia pendidikan.

Saya tertarik untuk ikut membahas teori ini. Saya mengaggap teori ini merupakan antitesis dari sistem pendidikan kita selama ini, yang selalu menyeragamkan anak dengan kurikulum yang juga menuntut anak untuk mempelajari hal-hal yang sama tanpa melihat kemana arah bakat dan minat mereka. Sementara itu menurut teori multiple intelligences, anak memiliki kecerdasan yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Menuntut mereka untuk mempelajari hal yang sama berarti juga membunuh bakat anak-anak tersebut. Sekolah adalah pembunuh bakat paling efektif untuk saat ini.

Jadi sekali lagi, tampaknya teori multiple intelligences telah memberikan jawaban atas permasalahan pendidikan. Namun demikian, teori ini tidak berarti lepas dari kekurangan. Ada satu titik dimana kita harus kritis dalam memahami atau mungkin menerapkan teori ini dalam sistem pendidikan kita. Dari ke-delapan jenis kecerdasan yang dituliskan Howard Gardner, tampaknya dia tidak memasukan satu kecerdasan yang saya anggap justru sebagai kecerdasan yang paling vital jika dibandingkan kecerdasan-kecerdasan yang telah disebutkan di atas. Kecerdasan yang saya maksudkan di sini adalah kecerdasan spiritual.

Gardner berpendapat bahwa spiritualitas hanya sebuah pengalaman individu. Spiritualitas bukan termasuk indikator yang valid dari sebuah kecerdasan atau sesuatu yang tidak dapat dibuktikan secara empiris. Di sinilah saya memandang titik kelemahan dari teori multiple intelligences.

Pada awal tahun 1990, penelitian pernah dilakukan oleh neurolog Michael Persinger, dan juga Ramachandran seorang neurolog berkebangsaan India. Bersama timnya di Universitas California, mereka menemukan satu bagian di otak manusia yang mereka sebut sebagai titik Tuhan (God Spot). Peneliti tersebut meyakini bahwa God Spot merupakan suatu titik yang berhubungan dengan spiritualitas. Hasil penelitian ini jelas membantah anggapan Gardner yang mengatakan bahwa spiritualitas tidak dapat dibuktikan secara empiris.

Saya sendiri berpendapat bahwa spritualitas merupakan puncak dari segala kecerdasan. Dibalik kelihaian Iwan Fals mencipta puisi dan lagu, disana ada spiritualitas. Dibalik keadaan ‘mengalir’ seorang penulis (istilah JK. Rowling) saat menulis, di sana ada spiritualitas. Bahkan di balik kelincahan Leonal Messi saat memainkan bola, di sana ada spiritualitas. Spiritualitas adalah pencapaian tertinggi dari segala profesi. Ketika itu, bukan lagi tangan-tangan kita yang bergerak, bukan lagi otak kita yang berpikir, bukan lagi mulut kita yang berbicara, tapi di sana ada Tuhan, Tuhan yang bersifat universal, Tuhan segala agama, juga Tuhannya orang-orang tak beragama. Dialah yang menggerakkan dan melahirkan kesempurnaan dari segala pencapaian yang dicapai manusia. Bahkan banyak sekali contoh para ilmuan dari berbagai bidang, yang sebelumnya tidak percaya pada Tuhan, namun pada akhirnya memilih untuk ber Tuhan setelah mereka mencapai puncak dari ilmu yang mereka tekuni. Mereka menemukan Tuhan.

Saya tidak menolak teori multiple intelligences, karena saya percaya bahwa teori ini merupakan antitesis dari karut marut pendidikan kita selama ini. Saya juga yakin Gardner pun mengalami spiritualitas saat menemukan teori yang menakjubkan ini. Multiple intelligences merupakan langkah revolusioner dalam bidang pendidikan jika dijadikan sebagai pendekatan dalam membuat kebijakan. Hanya saja, jika boleh menambahkan, maka kecerdasan spiritual seharusnya menempati posisi pertama dari depalan kecerdasan yang diajukan oleh Gardner. Sehingga pada akhirnya pendidikan kita bukan saja sebagai wahana untuk mencapai segala sesuatu yang bersifat provan, tapi lebih dari itu pendidikan juga merupakan manisvestasi dari diri manusia sebagai makhluk spiritual. Semoga.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun