Mohon tunggu...
Ayah Quina
Ayah Quina Mohon Tunggu... Lainnya - Belajar tiap hari

my quina :) :)

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Mencela dalam Menulis

20 Juni 2011   19:17 Diperbarui: 26 Juni 2015   04:19 323
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Esensi Nge-blog sesungguhnya adalah menulis, yang dilandasi rasa ketulusan hati untuk tetap berkarya. Dengan menjadikan menulis sebagai pondasi utama untuk nge-blog, kita pasti akan dengan mudah mendapatkan ide untuk mengisi blog kita dengan hal-hal yang bermanfaat. Saya  berusaha memahami esensi tersebut, hingga menguatkan tekad  untuk menulis dan berkarya dengan kemampuan seadanya, serta  berkomitmen untuk tidak menulis sesuatu yang berbau SARA dan menghujat orang lain. Dengan memahami esensi Nge-blog tersebut, ketakutan akan cacian serta cemo'ohan dari penulis lain menjadi pudar, dan tidak sedikitpun rasa malu serta minder yang hinggap, disaat tulisan yang saya publikasikan  hanya segelintir orang  yang membacanya (kebanyakan tulisan saya kurang dari 50 orang yang melihatnya) Disaat penulis lain berlomba-lomba agar tulisannya menjadi Headline (HL), saya hanya tersenyum dan menapikan keinginan tersebut, karena saya sangat menyadari bahwa HL, Traffic yang tinggi  dan lain sebagainya, tidak layak saya dapatkan. Karena tujuan saya menulis hanya untuk menulis, berbobot atau tidak, dibaca atau tidak, itu bukan urusan saya, bagi saya menyelesaikan suatu tulisan adalah nikmat,terus menulis adalah rahmat, karena otak saya masih diberi "kesehatan" oleh Tuhan untuk  berpikir. Membaca tips  dari Deddy Andaka seorang blogger yang tetap eksis selama 9 tahun Nge-blog, mengatakan bahwa jangan menjadikan traffic (jumlah kunjungan), komentar dan ranking blog sebagai prioritas utama ketika Anda baru mulai ngeblog. Karena semua itu dibangun berdasarkan usaha yang butuh waktu.  Memang ada cara-cara instant yang meningkatkan semua itu, tapi prinsip saya yang cepat panas akan cepat pula dinginnya -dan Anda akan kehabisan energi mengejar semua itu.

Disaat  mulai belajar menulis di blog Kompasiana, hati saya sedikit tergores, walau saya menyadari bahwa dengan tergoresnya hati, berarti saya inkonsisten dengan komitmen yang saya buat sendiri dalam hal memahami esensi menulis, sebagaimana esensi yang saya coba pahami sebelumnya. Setelah saya membaca salah  tulisan kompasianer, dengan terpaksa saya melanggar komitmen  untuk tidak mencelah dan menghujat orang, karena saya sangat kaget mendapati saseorang yang berpendidikan tinggi menulis seperti ini : kalau mau nulis, mbok ya seperti Adrea Hirata dan lain lain, dimana ia menulis yang belum ada ditulis orang !!!! itu baru prestasi namanya !!!! bego kok ditaburin pupuk….. ya tambah subur nanti….. Padahal dalam pengamatan saya, dia nggak sadar bahwa dia salah satu Kompasianers yang gak ada apa apanya. Setiap memberi Koment selalu “peyot” tak berbobot. Artikelnya banyak mengenai hebatnya Islam, tapi pada saat diuji Kompasianers, dia malu maluin. Tak mampu mempertahankan “disertasinya” itu. Udah itu memaki maki orang dalam setiap koment koment-nya. (Siapa neeee….. yang merasa disindir…..).

Setelah saya mencoba menganalisa kata-kata dalam tulisan tersebut, saya melihat pada tulisan diatas menggambarkan kesombongan dan keangkuhan (mudah-mudahan salah), saya pernah membaca tulisan salah  salah seorang kompasianer, yang mengatakan bahwa tulisan yang dibuat, menggambarkan kepribadian orang yang menulisnya. Saya sangat menyadari bahwa semua orang berhak menulis apa saja sesuai keinginannya, apalagi saat ini telah  ditunjang oleh era kebebasan informasi, namun suatu celaan, makian,  yang dibuat dalam bentuk tulisan menurut saya merupakan hal yang bodoh. (sayapun menyadari saya bodoh, karena tulisan telah mencelah orang). Dan kesombongan seorang penulis, merupakan suatu bentuk keinginan atau hasrat yang terpendam agar ia diakui, dikenal dan dianggap eksis. Apalagi  menulis sesuatu yang berkaitan dengan keagamaan dan keimanan, dan menganggap ia sendiri yang paling benar. Menurut saya, soal keimanan, itu adalah urusan manusia dengan Tuhan, disaat mencela keimanan dan agama orang lain dalam bentuk tulisan, itu hanya bentuk kesombongan dan keangkuhan. NB : Buat bapak  AA, penggalan tulisannya saya copy diatas, saya mohon maaf dengan tulus, ini hanya sebuah kritikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun