[caption id="attachment_275482" align="alignnone" width="300" caption="Para Gubernur DKI Jakarta"][/caption] Suasana kota Jakarta yang semakin semrawut tidak lepas dari hasil kepemimpinan para gubernurnya dari dulu sampai sekarang. Masing-masing gubernur mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda dengan capaiannya yang berlainan, ada yang berprestasi dan ada pula yang biasa-biasa saja. Seandainya para gubernur ini bekerja di bawah satu buku pedoman tentang mengatur kota Jakarta dalam satu periode yang panjang, bukan tidak mungkin kota Jakarta tidak akan sesemrawut sekarang ini. Saat ini hal yang paling prioritas dikerjakan oleh gubernur Jakarta adalah masalah transportasi dan banjir. Jika gubernur sekarang berhasil mengatasi kedua hal ini sungguh prestasi yang sangat luar biasa indahnya. Mari kita simak perjalanan para gubernur Jakarta terdahulu terutama sepak terjang mereka untuk kedua hal di atas. Para Gubernur DKI Jakarta Dari sejak kepemimpinan Ali Sadikin yang menjabat pada periode 1966-1977, kota Jakarta dipimpin oleh gubernur dari militer, kecuali gubernur saat ini yakni Fauzi Bowo. Boleh dibilang pembangunan kota Jakarta hasil torehan anak kolong alias tentara. Fauzi Bowo saat ini mengusung kepemimpinan sipil sekaligus sebagai seorang ahli perencanaan tata kota, dan secara teknis beliau sangat ideal untuk memimpin kota Jakarta sehingga diharapkan dapat menjadikan kota Jakarta yang teratur dan tertata dengan baik. Itu harapannya. Sejak gubernur Ali Sadikin, kota Jakarta dipoles menjadi kota metropolitan. Kota Jakarta mulai dibangun pesat dengan berbagai proyek pembangunan gedung dan bangunan fisik lainnya. Beberapa proyek pembangunan yang menonjol di saat itu adalah Taman Ismail Marzuki, Kebon Binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, dan Taman Ria Remaja. Beliau juga yang memelopori acara tahunan kota Jakarta dengan Jakarta Fairnya atau dikenal dengan Pekan Raya Jakarta. Selain itu Bang Ali juga menata sistem transportasi kota dengan memperbanyak bus kota dan halte-halte yang cukup nyaman beserta sistem trayeknya yang teratur. Salah satu perusahaan bus yang masih terpelihara sampai saat ini adalah Mayasari Bhakti. Namun di balik beberapa prestasi yang cukup bagus ini, ada beberapa produk Bang Ali yang menjadi kontroversial, yakni legalisasi judi dan lokalisasi pelacuran dengan membangun kompleks Kramat Tunggak, dilengkapi dengan pengembangan hiburan-hiburan malam dengan menjamurnya kelab-kelab malam di kota Jakarta. Kepemimpinan berikutnya praktis kota Jakarta tidak terlalu banyak perubahan sejak pembangunan besar-besaran oleh Bang Ali. Gubernur Tjokropranolo yang menjabat pada periode 1977-1982 tidak melakukan inovasi di bidang transportasi dan pembangunan lainnya, hanya sekedar mengatur para pedagang untuk mengurangi kemacetan. Saat itu para pedagang khususnya pedagang kaki lima banyak menempati di pinggir-pinggir jalan yang ramai sehingga perlu ada lokalisasi para pedagang kaki lima. Namun ini juga tidak mudah mengaturnya. Gubernur berikutnya yakni R. Soeprapto yang menjabat pada periode 1982-1987 praktis tidak ada inovasi untuk kota Jakarta, hanya saja beliau memulai pembuatan konsep tata kota dengan baik dengan membuat Rencana Umum Tata Ruang Kota Jakarta (RUTRK Jakarta). Konsep ini lebih kearah pembuatan pedoman atau blue-book bagaimana membangun kota Jakarta yang terencana sehingga siapapun gubernurnya tidak akan menjadi masalah besar. RUTRK ini dibuat untuk jangka waktu 20 tahun kedepan yakni 1985-2005. Namun hasil dari konsep ini berjalan sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, tentunya perlu ada tulisan yang khusus membahas masalah ini. Kepemimpinan gubernur Wiyogo Atmodarminto yang menjabat pada periode 1987-1992 praktis tidak ada prestasi yang signifikan untuk kota Jakarta. Baru setelah kepemimpinan berikutnya yakni Soerjadi Soedirdja yang menjabat pada periode 1992-1997, kota Jakarta kembali diwarnai dengan pembangunan fisik, seperti proyek pembangunan rumah susun, pembangunan kawasan hijau, dan pembuatan daerah resapan air. Hal yang berkaitan dengan sistem transportasi baru sebatas rencana yakni rencana pembangunan sistem transportasi subway atau triple decker, dan pembersihan angkutan becak di kota Jakarta. Sayang sekali rencana pembangunan sistem transportasi subway tidak dilanjutkan oleh kepemimpinan berikutnya yakni Sutiyoso yang menjabat selama 2 periode dari 1997 sampai 2007. Selama 10 tahun jadi penguasa Jakarta sangat memungkinkan sekali beliau menciptakan sistem transportasi yang bagus seperti pembangunan sistem kereta api yang bersifat masal. Mungkin karena beliau merasa tidak mampu membuat sistem angkutan masal, maka di akhir-akhir kepemimpinannya dibuatlah sistem busway yang bukan sistem angkutan masal. Pembangunan sistem busway terkesan dipaksakan dan terburu-buru, maklum beliau memimpin dengan gaya militer yakni sistem komando. Walaupun sistem busway adalah yang terbaik saat ini diantara sistem angkutan umum yang buruk, namun sebetulnya gubernur Sutiyoso bisa membuat sistem transportasi masal yang lebih baik lagi dari sistem busway. Apalagi saat itu beliau didampingi oleh ahli tata kota dari Jerman yakni Fauzi Bowo yang sekarang menjabat gubernur menggantikan beliau. Prestasi Sutiyoso yang bersifat 'mercu suar' adalah proyek pertamanan area sekitar Monas, diantaranya pemagaran taman Monas, memperindah air mancur bunderan HI, memperluas trotoar kawasan Thamrin, dan mempercantik taman pembatas jalan Thamrin. Ada beberapa wacana untuk penanganan urusan banjir kota Jakarta. Gubernur Fauzi Bowo Posisi Fauzi Bowo saat ini sebagai gubernur kota Jakarta sungguh sangat strategis. Selain beliau sebagai anak Betawi juga dekat dengan masyarakat Jakarta dengan seringnya beliau mengunjungi daerah-daerah pinggiran kota Jakarta hanya sekedar meresmikan mesjid-mesjid lokal. Beliau juga sering mengadakan pengajian keliling yang berbaur dengan masyarakat biasa. Dilihat dari latar belakang pendidikannya pun beliau sangat ideal untuk membangun kota Jakarta yang tertata dengan baik. Sampai saat ini salah satu prestasi beliau adalah memulai pembangunan banjir kanal timur dan barat. Pembangunan ini adalah salah satu implementasi dari penanganan banjir kota Jakarta sejak jaman Belanda. Maklum saja beliau sudah belajar tentang ilmu banjir di luar negeri, jadi malu kalau beliau tidak menerapkan ilmunya di kota Jakarta yang dia pimpin, meskipun hasilnya belum optimal. Selain itu hal yang menonjol adalah adanya peningkatan kesejahteraan pegawai negeri sipil dibawah pemerintahan daerah DKI Jakarta, termasuk tunjangan daerah untuk semua guru di kota Jakarta. Masih banyak PR buat gubernur DKI Jakarta Melihat dari latar belakang gubernur yang sekarang Fauzi Bowo, sangat tepat kalau beliau memfokuskan lagi konsep yang telah dimulai oleh gubernur R. Suprapto tentang RUTRK. Dengan diperkuat lagi tatanan aspek legalitasnya dengan baik dan benar, Fauzi Bowo harus mengusung lagi RUTRK ini, sehingga kedepannya siapapun gubernur yang menjabat tidak akan keluar dari koridor yang ada di dalam RUTRK Jakarta. Seluruh masalah tentang tata kota DKI Jakarta dihimpun dalam suatu pedoman RUTRK yang bersifat legal dan mempunyai kepastian hukum yang tinggi. Dengan demikian PR yang begitu banyak untuk masalah kota Jakarta ini ditumpahkan semua kedalam RUTRK, sehingga yang bekerja untuk membangun kota Jakarta ini bukan Fauzi Bowo seorang diri, tapi gubernur-gubernur berikutnyalah yang akan melengkapinya. PR yang paling penting sebetulnya masalah political will untuk menjalankan RUTRK yang telah dibuat. Inilah yang sangat berat untuk dilaksanakan karena terkait dengan komitmen pada saat sebelum menjadi gubernur. Adalah menjadi rahasia umum bahwa untuk menjadi pejabat negara atau daerah mustahil tidak mengeluarkan uang pribadi, sehingga makna yang terkandung didalamnya adalah mirip dengan sistem setoran. Begitu telah menjadi seorang gubernur, sistem setoran tersebut harus terpenuhi. Apabila hal ini susah untuk diatasi, sekaliber apa pun juga seorang gubernur tidak akan bisa secara penuh melaksanakan hal-hal teknis yang telah ada didalam benaknya. Jadi, seorang Fauzi Bowo yang ahli tata kota lulusan luar negeri secara teknis harus bisa mengatasi masalah kota Jakarta. Namun jika semua hal teknis tersebut dikalahkan oleh banyak kepentingan politis, maka ilmu doktoralnya Fauzi Bowo akan sia-sia belaka. Biarkanlah beban masalah kota Jakarta hasil warisan para gubernur terdahulu kita lupakan, dan mulailah lagi dengan mengurai benang kusut yang ada secara ikhlas dan cerdas. Seandainya saja para gubernur DKI Jakarta mengurusi ibukota negara RI dengan baik dan benar, niscaya beban kota Jakarta tidak akan seberat sekarang ini. Padahal pendapatan daerah DKI Jakarta sungguh luar biasa kalau dikelola dengan baik. Nah, dulu para gubernurnya menyimpan duitnya dimana dan dikemanakan? Wallahu 'alam ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H