Orang-orang kaya di Jakarta semakin kaya, orang-orang miskin di Jakarta semakin susah hidupnya. Orang kaya bisa membeli mobil baru, pergi ke kantor dengan nyaman dan ber-AC. Orang kaya pulang ke rumah yang besar, nyaman dan ber-AC juga. Orang miskin pergi ke kantor naik angkot, berdesak-desakan, kegerahan, dibentak-bentak sama kondektur yang harus lebih merapat kedalam bus yang penuh sesak. Orang miskin pulang ke rumah yang kecil tipe 21 alhamdulillah, lokasi strategis dekat kemana-mana, dekat ke kamar mandi, dekat ke kamar, dan bisa makan dimana-mana.
Demikianlah potret kehidupan masyarakat kota Jakarta. Tengoklah pertumbuhan perumahan yang cukup pesat di kota DKI. Kebanyakan perumahan yang dibangun adalah untuk orang-orang kaya. Ada juga apartemen bersubsidi yang katanya untuk orang miskin, namun kenyataannya dibeli oleh para orang yang berduit yang sudah memiliki minimal satu rumah, sementara yang benar-benar punya rumah tidak dapat memilikinya.
Lihatlah wilayah Jakarta Selatan, banyak sekali town-house bermunculan di sana. Apakah pak walikota, pak camat, dan pak lurah tidak berpegangan kepada rencana tata guna lahan yang sudah baku, ataukah memang rencana tata guna lahannya tidak ada. Setiap orang yang memiliki atau mampu membeli tanah kebun dari masyarakat berhak membangun apa saja di atas tanah miliknya, termasuk membangun rumah, ruko, kalau perlu membangun mall. Beginilah kalau penguasaan lahan dimiliki secara penuh oleh individu ditambah dengan tidak terkontrolnya fungsi lahan.
Di wilayah Ciganjur ada lahan kebun yang luas, jika setiap pagi melintasinya akan terasalah kesejukan yang indah, wewangian tanaman liar menambah kesegaran udara di pagi hari. Namun sekarang kebun yang sebagian besar ditumbuhi tanaman liar yang segar ini sedang dibangun town-house yang luas, dan sudah barang tentu harga per kapling rumahnya milyaran dengan mengusung slogan lingkungan yang asri. Dengan dibangunnya town-house, dulu istilahnya perumahan, maka kapasitas air tanah akan berkurang drastis mengingat cadangan airnya akan berkurang karena lahan terbuka nan hijau sudah tertutupi bangunan beton yang tidak menyerap air. Daya dukung air semakin berkurang, padahal daerah Jakarta Selatan khususnya di sekitar perbatasan wilayah DKI dengan Depok/Bogor merupakan daerah yang areal hijaunya masih cukup luas. Kemampuan daya dukung air ini semestinya sudah diperhitungkan oleh pemda setempat.
Kondisi yang mengkhawatirkan adalah banyaknya town-house yang menjamur tidak karuan yang nota bene diperuntukkan bagi kalangan orang-orang berduit. Sementara penyediaan perumahan untuk orang-orang yang pas-pasan tidak difasilitasi oleh pemda. Selain menjamurnya town-house di pinggiran kota Jakarta Selatan yang asri, juga hutan beton mulai bermunculan di daerah-daerah strategis jantung kota yang peruntukkannya hanya bagi orang-orang kaya saja. Lantas dimanakah perumahan atau town-house atau apartemen untuk orang-orang miskin? Sudah barang tentu letaknya ada di luar kota Jakarta, kalau perlu dibuang jauh-jauh ke tepi pantai atau tepi hutan sana. Ada juga yang terdapat di dalam kota Jakarta namun ditempatkan di rumah-rumah petak yang padat dan kumuh. Makin miskin makin kepepet dan makin terhimpit, sementara yang kaya makin berduit makin leluasa dan makin egois. Apakah Pak Bowo mengetahui hal ini sebagai gubernur? Sebegitu mudahkah perijinan untuk town-house di dalam kota Jakarta? Pak Lurah, Pak Camat, Pak Wali apakah Anda-anda berbaik hati kepada orang-orang kaya, tapi ketika berhadapan dengan orang-orang miskin pasang muka kecut?
Pak Bowo, sungguh Anda berbaik hati sekali kepada orang-orang kaya, memfasilitasi perijinan untuk perumahan orang-orang berduit, memfasilitasi tempat berbelanja yang nyaman dan tidak becek seperti carrefour yang menjamur dimana-mana, memberikan ijin perumahan mewah di tepi pantai kota Jakarta Utara, memberikan ijin apartemen-apartemen mewah. Sementara daya dukung air bersih tidak diperhitungkan, padahal dengan banyaknya apartemen-apartemen atau perumahan-perumahan sudah barang tentu membutuhkan air bersih yang cukup banyak.
Ingatlah salah satu kenikmatan di dunia yang tidak ternilai adalah nikmatnya air bersih. Bayangkan kalau kota Jakarta kekurangan air bersih, rumah mewah akan menjadi bau dan kotor, mobil mewah akan menjadi mobil bulukan, dan kemeja putih kinclong akan menjadi putih kekuning-kuningan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H