Gemuruh tepuk tangan membanjiri warung polemik ini. Warung kopi yang memang biasa ramai dengan diskusi mahasiswa tidak pernah seramai ini. Mahasiswa yang berjalan lalu lalang seketika menghentikan langkahnya untuk memuaskan rasa ingin tahu apa yang terjadi di pendopo warung ini. Novi terlihat sedang terisak dan membersihkan air di matanya
Selasa kemarin, kami bertiga sedang asik berdiskusi di warung kopi biasa kami menghabiskan waktu dengan diskusi ngalor ngidul seputar budaya, sosial, agama hingga pemerintahan di daerah kami, Sumatera Utara. Siapa yang tidak kenal daerah kami. Potensi Sumberdaya Alam melimpah di daerah kami. Terlebih dengan objek wisata Danau Toba yang berada di Kecamatan Toba Samosir yang telah di akui oleh Dunia. Belum berbagai makanan khas dari daerah lain nya. Kaya nya potensi daerah kami.
“Potensi ini tidak boleh disia-sia kan terus, jangan karena kepentingan golongan potensi kita tidak diberdayakan. Gak kasihan apa masyarakat di desa-desa harus berjalan mengitari bukit untuk mencari sesuap nasi,” teriak eka dengan semangat lantang layaknya seorang wakil rakyat.
“Alamak bujas, pemerintah hari ini terlalu bersenang-senang dengan kemewahan mereka tanpa memperhatikan kita,” sahut ku.
Novi yang ikut berdiskusi hanya mengangguk saat kita bersemangat mengkritisi pemerintahan di sumatera utara ini. Terlalu banyak kebobrokan pemerintahan daerah saat ini hingga kami pun satu persatu mulai enggan ataupun bosan berdiskusi masalah ini. Padahal pemerintah lah yang seharusnya dapat mengarahkan kita untuk memberdayakan potensi yang kita miliki.
Beberapa saat kami terdiam merenung. Apa sebenarnya salah kami hingga Tuhan mengutuk kami dengan memberikan pemimpin-pemimpin yang seperti ini.
Lamunan kami terpecah oleh suara denting adukan manis dingin. Pesanan kami datang, manis dingin dengan sebungkus rokok untuk membuat suasana tidak kaku dan otak terus berjalan.
Terdengar suara yang tenang, santai tapi menusuk dari pendopo sebelah. Memang banyak yang sering melakukan diskusi di warung ini, sehingga kami mahasiswa menjuluki warung kopi ini dengan warung polemic. Tapi ada yang aneh, terlihat asing yang duduk disana sedang berbicara.
Dengan perwatakan asli orang sumatera aku langsung mengenalinya bahwa dia adalah orang asli daerah ini. Dengan gaya bicaranya yang santai, mereka disekitarnya merasa nyaman berdiskusi disana. Hal itu membuat saya tertarik untuk bergabung dengan diskusi tersebut.
Ku mencoba melepas pandanganku dari diskusi mereka dan memperhatikan sahabatku eka dan novi. Ternyata mereka juga sedang mencuri dengar diskusi tersebut.
“alamak bujang, pantas saja sepi sekali kalian,” sahut ku mengagetkan mereka.
Dengan muka yang masih kaget mereka menatapku dengan serius. “Menarik diskusi disana sepertinya, coba kau tengok,” kata eka. Aku tak bisa berkats, hatiku berkata iya dengan pandangan eka terhadap diskusi tersebut.
“Yuk gabung cok,” sahut Novi kepadaku.