Kita pernah dikagetkan dengan kemunculan bahasa gaul yang menggabungkan kreatifitas angka dan huruf serta penggunaan huruf besar kecil sesuai keinginan. Bahasa ini kemudian hari dikenal dengan bahasa Alay. Awalnya bahasa alay muncul disebabkan karena untuk mempermudah penulisan agar cepat dan efektif. Namun, seiring dengan perkembangan media sosial, bahasa ini digunakan secara serampangan sesuai dengan kreatifitas penulisnya (meskipun secara jelas kaidah ini bertentangan dengan EYD). Hal yang tidak asing buat kita membaca kata-kata seperti “Iank/Iang, Eank/Eang (Yang), l3h (boleh), huUm2 (rumah)” dll. Berhubung kita tidak membahas bahasa alay, cukuplah sampai disini saja.
Habis gelap, muncullah remang. Seperti itulah mungkin gambaran penggunaan bahasa di media sosial saat ini. Belum selesai pengaruh bahasa alay, kini mata kita dibuat takjub dengan kemunculan bahasa “intelek”. Istilah ini hanya membiaskan penggunanya yang ingin kelihatan cerdas dalam mengolah kata – kata. Bahasa “intelek” ini dipopulerkan oleh Vicky Prasetyo yang merupakan ex tunangan Zaskia Gotik (penyanyi dangdut dengan ciri khas goyang itik). Kemunculan bahasa ini merupakan efek dari pemberitaan media mengenai kasus penipuan Vicky Prasetyo yang selanjutnya popular digunakan di media sosial sebagai bentuk candaan.
Ciri khas dari bahasa “intelek” ini adalah penggunaan kata-kata yang dibuat seilmiah dan serumit mungkin untuk dimengerti. Berbeda dengan bahasa alay yang tingkat kerumitannya disebabkan karena pola tulisan, bahasa “intelek” memiliki tingkat kerumitan kompleks pada struktur dan makna. Butuh konsentrasi dalam memahami tiap kalimatnya. Contoh penggunaannya seperti yang dikutip dari akun twitter milik Vicky :
“Ini hanya demi statusisasi kita diperjelas”
“I Have to my said. I free. Bebas mengungkapkan”
“banyak yang mencela saya, bahkan pemikiran saya tidak diresapi oleh cara memprosesi pikiran yang masih radikal dan tidak permisif”
“Banyak wanita cantik yang memperfollow akun saya. Tapi belum pantas mempenetrasi hati ini. Aku sedikit pemilih. Im sorry”
Empat kalimat diatas menunjukkan bahwa si pengguna ingin kelihatan cerdas dengan menggunakan perbendaharaan bahasa yang sulit untuk dipahami. Bahasa sebagaimana yang diketahui merupakan sarana untuk menjembatani pemikiran dan ide seseorang, namun jangan melupakan kaidah yang berlaku. Kaidah bahasa meliputi aspek tata bunyi, tata istilah dan kosakata, tata kalimat, ejaan, dan makna.
Penyalahgunaan kaidah bahasa seringkali dilakukan seseorang sebagai bentuk kekhilafan. Vicky ini sepertinya telah menjadikan kesalahan tersebut sebagai Ketamine. Ia tidak merasa salah dan menganggap bahwa bahasa yang ia gunakan merupakan keleluasaan berbahasa. Sehingga, mungkin saja, ketika dikoreksi, Vicky tidak akan menerimanya.
Kita boleh ingin terlihat cerdas dengan memanfaatkan bahasa sebagai media aktualisasi. Penempatan bahasa yang sesuai akan membuat pembaca/pendengar akan memahami maksud dari ide yang dipaparkan. Namun jika bahasa tidak diposisikan sesuai dengan kaidahnya, justru dapat menjadi bahan tertawaan buat yang lain, yah contohnya si Vicky inilah.
Akan tetapi, dari segi hiburan, cukup menggelitik kehadiran Vicky ini dalam dunia tata bahasa. Sehingga kita dapat menemukan kosa kata baru yang dapat menambah wawasan mengenai perbendaharaan kata. “Statusisasi, 29 my age, harmonisisasi, basicly, kontroversi hati, konspirasi kemakmuran, harmonisisasi hal terkecil, kudeta, statusisasi, mempertakut, mempersuram, labil ekonomi”. Sepertinya KBBI mustinisasi memperbaharui jumlah perbendaharaanisasi perjumlahan kata-kata. Hahahahah..
(hanya sekedar menuang ide, jika terdapat kesalahan penggunaan tata bahasa, mohon dikoreksi)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H