Selama lima bulan tinggal di Jakarta, saya menjadi pelanggan setia kereta rel listrik (KRL) alias commuter line. Moda transportasi massal ini amat cocok bagi (keuangan) saya. Sejauh-jauhnya jarak yang saya tempuh,  paling hanya menghabiskan ongkos 5.000.  Yang  paling saya suka dari moda ini adalah bebas macet.
Ada banyak hal yang saya pelajari, dari kesalahan sendiri dan hasil pengamatan terhadap orang lain. Mungkin pengalaman ini hal remeh bagi mereka yang sudah biasa menggunakannya, tapi amat berarti bagi orang yang belum pernah naik commuter line, seperti saya lima bulan yang lalu, saat baru pindah dari Bandung.
Tips berikut tampaknya lebih cocok buat perempuan paruh baya seperti saya, perempuan berumur 54 tahun, perempuan menjelang menopause, yang masih semangat berpergian, namun dengan cara murah dan ingin nyaman.
1. Â Â Â Kereta amat cocok bagi seumuran saya, yang sudah mulai sering tidak bisa menunda atau menahan keinginan bertemu toilet. Sebabnya, kita bisa berhenti di setiap stasiun dalam tempo yang cepat.Â
Pernah saya ingin makan rujak juhi di Tanah Abang. Naik dari stasiun Tebet, Â menjelang stasiun Manggarai perut saya bergolak tak bisa berkompromi.Â
Maka Begitu sampai stasiun Manggarai, saya bergegas turun, mencari toilet. Kita tak perlu keluar stasiun dahulu, karena di dalam semua stasiun sudah tersedia toilet.Â
Beres urusan panggilan alam ini, kita bisa naik kereta lagi, melanjutkan perjalanan. Tentu saja bukan kereta yang tadi, masinis tidak akan menunggu kita selama kita menuntaskan urusan di toilet.
Â
3. Â Â Â Sebenarnya ada gerbong khusus untuk perempuan. Di gerbong paling depan dan paling belakang. Awalnya saya sering memilih gerbong ini. Namun ternyata perjuangan untuk mendapat tempat duduk di gerbong ini, jauh lebih sulit dibanding di gerbong umum. Di gerbong perempuan, karena mungkin merasa sama sama perempuan, jadi semua merasa berhak.
4.    Bangga punya wajah awet muda ? Jangan merasa senang dulu.  Di kereta, keberuntungan wajah awet muda menjadi bumerang. Sulit mendapatkan tempat duduk. Sering saya kecele, ketika tiba-tiba seseorang melambaikan tangan menyuruh perempuan di samping saya duduk, padahal saya sudah bergerak maju haha. Penasaran saya, hingga saya berkenalan, dan dengan cara halus saya tanyakan umur perempuan yang diberi tempat duduk itu. "Iih ibu masih hebat staminanya. Berapa umurnya bu ?," Faktanya saya dapati, seringnya mereka  berumur di bawah saya. Ingin rasanya saya memfotocopy KTP saya dengan ukuran folio , dan menggantungkannya di leher saya, menjelaskan bahwa umur saya lebih pantas mendapatkan kursi tersebut. Tapi ya sudahlah, mungkin mereka jauh lebih membutuhkannya dari saya.
5.    Di gerbong umum, kesempatan untuk mendapatkan tempat duduk peluangnya lebih besar. Masih banyak pemuda baik hati di Jakarta ini. Yang segera bangkit begitu melihat perempuan paruh baya. Tapi jangan coba dekati pemuda yang sedang bepergian dengan ibunya. Karena kalaupun  dia akan berusaha beranjak, memberikan tempat duduk, ibunya sering mencoleknya, agar tetap diam di kursi.
6.    Trik lain mendapatkan tempat duduk, adalah mendekati penumpang yang duduk dengan membuka lebar-lebar pahanya. Ada peluang di sana, karena ada celah tempat yang sebenarnya bisa buat duduk satu orang lagi, colek, tersenyum dan berkata," Mas boleh geser dikit, ikut duduk?" Cara  santun ini sering membuahkan hasil.Biasanya si mas, si abang atau si akang itu malah berdiri, dan mempersilahkan kita duduk.