Indonesia merupakan keberagaman. Julukan "Nusantara" menjadi nyata dengan suku, agama, ras, golongan dan segala macamnya yang menjadi satu di negeri ini. Bhinneka Tunggal Ika yang berarti berbeda-beda tetapi tetap satu juga, menjadi semboyan kita bersama sebagai bangsa keberagaman ini. Semboyan tersebut memberikan sebuah pertanda bahwa perbedaan telah membawa kita menuju pintu persatuan. Berjuang dengan segala perbedaan yang kita punya dan menjadikan itu sebagai sebuah warna dalam hidup keberagaman.Â
Hidup dalam kebegaraman itu sendiri bukan merupakan hal yang mudah. Keberagaman dapat membawa sebuah kebaikan sekaligus dapat diam-diam menjatuhkan. Akan tetapi, bukan itu yang diharapkan oleh para pejuang yang berjuang dalam medan pertempuran dan menghabiskan tenaganya untuk merebut kemerdekaan bangsa ini. Harapan atau cita-cita para pejuang adalah keberagaman itu membawa kita pada kesempuranaan. Kesempurnaan yang berarti saling melengkapi satu sama lain, hidup rukun dan harmonis layaknya sebuah keluarga yang saling bekerja sama dan melengkapi untuk sampai kepada kebahagiaan.
Hidup bahagia dan damai dengan perbedaan tentunya menuntut juga rasa kepedulian satu sama lain. Aksi toleransi antar masyarakat dapat terwujud dengan saling menghormati dan menghargai keberadaan perbedaan tersebut. Pada dasarnya rasa toleransi muncul dari dalam Individu itu sendiri. Berawal dari sebuah pengalaman mendasar seperti menjalin pertemanan dengan teman yang berbeda agama, tinggal dan menetap dengan orang yang berbeda suku, dan lain-lain.Â
Pengalaman-pengalaman mendasar tersebut yang membantu setiap individu untuk menanamkan rasa toleransi satu sama lain. Faktor yang mempengaruhi lainnya adalah keluarga. Keluarga sebagai sekolah awal setiap anak untuk mengisi wawasan-wawasan kecil mengenai kehidupan dan bentuk sosialisasi. Anak kecil yang pada umumnya tidak mengenal sebuah perbedaan, cenderung tidak memperdulikan hal tersebut dan memilih bersosialisasi dengan siapa saja. Keluarga sebagai sekolah awalnya harus memberikan pengetahuan dan wawasan kepada anaknya.Â
Pemberian wawasan yang benar adalah dengan memberikan kebebasan bagi anaknya untuk bermain dan bersosilasisasi tanpa memandang beda suku ataupun agama dengan keluarga lainnya. Tidak ada sebuah larangan untuk menjalin sebuah relasi satu sama lain. Akan tetapi, larangan tersebut muncul ketika tidak adanya rasa hormat dan menghargai umat lainnya. Menjadi sebuah keprihatinan ketika menjalin sebuah aksi toleransi tetapi dilarang oleh individu yang tidak menghargai sebuah keberagaman.
 Hal tersebut lah yang masih menjadi sebuah keprihatinan dalam menjalin toleransi antar masyarakat yang terkhusus pada persoalan agama. Agama yang seharusnya menjadi tumpuan harapan bagi umat manusia kepada Tuhan, digunakan semata-mata untuk kepentingan individu dan kelompok. Keberadaan agama sendiri seharusnya tidak menjadi sebuah pembeda dalam menjalin relasi. Dengan perbedaan itulah, tidak jarang adanya beberapa peristiwa miris yang menujukkan tingkah radikalisme beberapa umat beragama.Â
Radikalisme atau fanatik berlebih terhadap agama yang dianutnya. Beranggapan bahwa agama yang dianutnya merupakan yang paling benar dan menghiraukan adanya keberadaan agama lain di Indonesia. Hal itulah yang tidak sejalan dengan cita-cita keberagaman di Indonesia. Terlalu menganggap bahwa dunia ini adalah perlombaan beragama, agama yang paling benar adalah yang menang. Juga dengan beberapa aksi terorisme yang menyangkut agama. Mereka beranggapan bahwa dengan mematikan agama yang lain, agamanya akan menang dan berkuasa. Hal tersebut yang menjadi fakta miris akan minimnya aksi toleransi di Indonesia.
Di lain sisi, beberapa daerah dapat menjadi panutan dalam aksi toleransi akan umat beragama. Di Kampung Sawah, Pondokmelati, Kota Bekasi, Jawa Barat, terdapat area segitiga emas. Area tersebut menjadi bentuk nyata indahnya toleransi yang ada di Indonesia.Â
Segitiga emas ini sendiri sudah ada sejak abad 19. Umat-umat beragama yang telah sekian lamanya menetap di daerah ini pun tidak merasa terganggu dengan umat agama lain yang menjalani ibadahnya. "Ya suara adzan, suara lonceng. Ketika di masyarakat ada pengajian, ketika di masyarakat, ada kebaktian, nggak masalah, itu masing-masing.Â
Tapi ketika untuk kepentingan dunia, kita harus bersama," kata Rachmadin, tokoh muslim di Kampung Sawah. Hal ini menjadi dapat menjadi pembelajaran kepada setiap umat beragama bahwa aksi toleransi dan relasi dapat tertap terjalin selalu tanpa memandang sebuah perbedaan. Perbedaan hanyalah bentuk atau cara kita menghormati orang lain, tapi tidak harus menjadi sebuah alasan awal untuk saling bermusuhan dan merendahkan satu sama lain. Pada akhirnya, jika kita mengalami kesulitan, orang yang menghampiri kita tidak selalu umat satu agama tetapi siapapun pasti menolong karena Indonesia merupakan keberagaman dengan adanya sikap gotong royong dan toleransi. Â
Sumber :