Budaya positif di sekolah ialah nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, dan kebiasaan-kebiasaan di sekolah yang berpihak pada murid agar murid dapat berkembang menjadi pribadi yang kritis, penuh hormat dan bertanggung jawab.
Upaya dalam membangun budaya positif di sekolah yang berpihak pada murid diawali dengan membentuk lingkungan kelas yang mendukung terciptanya budaya positif, yaitu dengan menyusun kesepakatan kelas atau keyakinan kelas.
Mengapa kesepakatan atau keyakinan kelas, bukannya peraturan kelas?
Karena untuk menumbuhkan motivasi intrinsik seseorang dalam melakukan sesuatu, dengan kembali kepada nilai-nilai atau keyakinan-keyakinan itu sudah pasti akan lebih menggerakkan seseorang dibandingkan menyuruh seseorang untuk mengikuti serangkaian peraturan.
Selama ini kita menganggap dengan membuat serangkaian peraturan dan menegakkan disiplin dengan cara mengontrol seseorang untuk mendapatkan kepatuhan dari orang tersebut, sudah tepat. Padahal, apa yang sedang kita lakukan itu cenderung membuat ketidaknyamanan. Karena segala sesuatu yang orang lain lakukan itu bukan atas apa yang dia hargai atau pencapaian suatu tujuan mulia.
Jika melihat arti kata "Budaya", dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia. Budaya adalah pikiran; akal budi; adat istiadat; sesuatu yang sudah menjadi kebiasaan dan sukar diubah. Maka, ketika akan membangun sebuah "Budaya Positif" di sebuah lingkungan sekolah. Perlu adanya kerjasama antar warga sekolah. Kita tidak bisa berjalan sendiri tanpa adanya dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, saya mulai dengan penyampaian rangkuman materi modul satu kepada seluruh guru dan karyawan SMPN 1 Jampangkulon pada tanggal 22 Oktober 2021. Pembentukan komunitas praktisi pada tanggal 25 Oktober 2021. Lalu mengajak seluruh wali kelas untuk mempraktikkan penyusunan kesepakatan kelas yang saya lakukan dari tanggal 25 - 29 Oktober 2021.
Kesepakatan kelas tersebut merupakan cara yang paling efektif untuk menumbuhkan disiplin positif secara internal. Dimana kesepakatan tersebut bisa kita jadikan sebagai landasan untuk memulai restitusi terhadap peserta didik yang melanggar keyakinan atau kesepakatan kelas.
Menurut Nelsen (2021), berikut adalah cara kita merespon kesalahan agar menjadi pembelajaran yang baik bagi anak.
1. Merespon kesalahan dengan kasih sayang dan kebaikan dibanding menyalahkan, menuduh dan menceramahi.
2. Berikan pertanyaan yang bisa menimbulkan diskusi tentang konsekuensi yang mungkin terjadi dari tindakannya.
3. Melihat kesempatan terjadinya kesalahan untuk didiskusikan bersama anak atau dengan teman-teman lain.
Semoga langkah awal kami dalam membangun budaya positif di SMP Negeri 1 Jampangkulon akan terus berkembang dan menjadi sebuah kebiasaan yang memotivasi seseorang melakukan disiplin positif secara internal.
Salam Guru Penggerak
Video kegiatan bisa dilihat di link berikut : Budaya Positif
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H