Mohon tunggu...
ubed bagus razali
ubed bagus razali Mohon Tunggu... Penegak Hukum - Hakim Pengadilan Agama Selatpanjang

Memiliki daya analis yang sangat baik

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Independensi Hakim

30 September 2024   00:00 Diperbarui: 30 September 2024   00:42 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hakim merupakan pilar penting dalam dunia penegakan hukum. Sebab, hakim mempunyai tanggung jawab besar untuk menegakkan hukum dan keadilan melalui proses peradilan. Namun, realitas yang ada menunjukkan bahwa skema pelemahan penegakan hukum dan intervensi politik masih terus merongrong independensi hakim dan peradilan melalui cara-cara inkonstitusional.

Skema besar untuk melemahkan dunia penegakan hukum dan keadilan melalui pemiskinan hakim tercermin dengan diabaikannya Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 23 P/Hum/2018. Sebab hingga kini belum pernah dilakukan peninjuan untuk menyesuaikan nominal tunjangan hakim. 

Padahal, putusan tersebut telah memutuskan tunjangan hakim yang didasarkan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 Tentang Hak Keuangan dan Fasilitas Hakim di Bawah Mahkamah Agung sudah tidak relevan lagi karena biaya hidup sehari-hari terus naik dari tahun ke tahun akibat inflasi. 

Sebagai perbandingan adalah harga emas pada tahun 2012 hanya Rp. 584.000 (lima ratus delapan puluh empat ribu rupiah), akan tetapi pada tahun 2024 ini harga emas telah mencapai 1.464.000 (satu juta empat ratus enam puluh empat ribu rupiah), atau telah mengalami kenaikan sebesar 250 persen.

Akibatnya, saat ini banyak hakim-hakim di daerah yang hidupnya sangat memprihatinkan. Bahkan, tidak sedikit hakim yang harus rela untuk hidup berjauhan dengan keluarganya. Sebab, hakim tersebut tidak akan mampu untuk membeli tiket pulang ke kampung halamannya bersama keluarga ketika momen libur lebaran ataupun natal. Ironisnya, terdapat beberapa hakim di daerah yang meninggal dunia tanpa didampingi oleh keluarganya.

Besarnya perjuangan dan pengabdian hakim-hakim di daerah tersebut justru diabaikan oleh negara. Bahkan, sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan kehakiman, hakim yang sudah tidak lagi menyandang status Aparatus Sipil Negara (ASN), tetapi penggajiannya masih mengikuti ketentuan ASN. Ironisnya hakim juga tidak berhak mendapatkan remunerasi karena hakim sudah menyandang status pejabat negara. 

Sehingga, penghasilan hakim di Indonesia saat ini sangat jauh tertinggal dibandingkan dengan pendapatan hakim di negara-negara lain. Bahkan, dibandingkan dengan penghasilan hakim di Malaysia yang mencapai Rp. 40 juta setiap bulannya, maka penghasilan hakim di Indonesia yang hanya 12,5 juta, tidak mencapai setengahnya.

Selama ini hakim selalu dituntut untuk selalu bekerja secara profesional dan mentaati kode etik. Namun, dengan kondisi seperti ini maka independensi hakim untuk menegakkan hukum dan keadilan menjadi sangat terancam. Sebab, hakim akan sangat rentan menerima suap. Hakim juga manusia biasa yang memiliki keluarga dan membutuhkan peningkatan kualitas pendidikan untuk dapat menunjang tugas pokoknya. Namun, dengan tidak terpenuhinya kebutuhan hidup sehari-hari hakim, maka cita-cita untuk mewujudkan negara hukum melalui lembaga peradilan menjadi sulit tercapai.

Untuk itu, maka sudah sepatutnya kekuasaan kehakiman diberikan "hak budgeting" untuk mengelola dan mencukupi kebutuhannya sendiri. Sebab, tanpanya adanya hak budgeting seperti institusi lainnya, maka kekuasaan kehakiman tidak akan dapat merdeka dari pengaruh kekuasaan yang lain. Padahal, sikap kemandirian hakim dari campur tangan pihak manapun dan juga dalam bentuk apapun untuk menegakkan hukum serta keadilan telah ditegaskan Pasal 24 Ayat (1) UUD 1945. 

Selain itu, akan menyebabkan terjadinya disparitas penghasilan sesama hakim. Akibatnya penghasilan antar sesama hakim menjadi tidak sama, seperti yang terlihat saat ini dimana besaran tunjangan hakim karir yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2012 tidak sama dengan jumlahnya dengan tunjangan hakim ad-hoc yang diatur di dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 5 Tahun 2013 dan tunjangan hakim pajak yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 16/PMK.01/2018.  

Padahal, Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman membuat sistem peradilan di Indonesia mengalami perubahan menjadi sistem peradilan satu atap (one roof system). Sehingga, pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan seluruh badan peradilan di Indonesia diatur menjadi satu di bawah Mahkamah Agung (MA). Bahkan, Mahkamah Konstitusi (MK) juga telah meletakkan Pengadilan Pajak di bawah Mahkamah Agung berdasarkan Putusan Nomor 26/PUU-XXI/2023.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun