Mohon tunggu...
Sultan
Sultan Mohon Tunggu... Karyawan -

/Uangku adalah tempat curcol seputar uang Sultan

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup

Telepon Seluler dan Mobil Sebagai Simbol Status Kekayaan

8 Agustus 2015   14:59 Diperbarui: 8 Agustus 2015   14:59 237
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya suka menilai orang berdasarkan penampilannya. Jujur saja, siapa yang tidak begitu? Tapi saya sedikit pesimistis dalam menerima seluruh penilaian saya terhadap orang lain. Tidak mungkin semuanya benar. Terutama penilaian saya berdasarkan kepemilikan mobil atau telepon seluler (ponsel).

Dulu waktu SMA, ponsel dan pager mengangkat seseorang ke status elit, meskipun orang tersebut tidak ada niat demikian dan hanya menyukai barang elektronik atau membutuhkannya. Sekarang, mungkin sebagian besar orang tidak membeli ponsel atau mobil sebagai simbol status. 

Definisi dari Google "Status Symbol" adalah "a possession that is taken to indicate a person's wealth or high social or professional status." Berdasarkan definisi tersebut, tentu saja tidak mudah bagi saya untuk menerima penilaian saya terhadap status keuangan seseorang berdasarkan kepemilikan ponsel atau mobil karena beberapa faktor seperti utang melalui cicilan kartu kredit atau Kredit Pemilikan Mobil/Motor, kekayaan orang tua atau peninggalannya, dan orang yang benar-benar niat menabung untuk membeli ponsel atau mobil yang dimilikinya. Namun, saya sangat setuju bahwa ponsel dan mobil yang kita miliki seharusnya mencerminkan status keuangan kita. 

Saya memodifikasi dan mengarang peraturan keuangan yang menentukan harga ponsel atau mobil yang terjangkau, sehingga seharusnya yang dimiliki benar-benar merupakan status keuangan pribadi.

1. 1/10 Rule (Tantangan Penghasilan)

Untuk menentukan harga kendaraan yang terjangkau saya menarik 10% dari penghasilan saya setahun. Saat ini, limit terjangkau saya masih di motor scoopy bekas, belum sampai mobil "murah" Rp100jutaan yang menentukan saya harus memiliki penghasilan Rp1 Miliaran setahun.

Untuk ponsel, saya menarik 10% dari penghasilan bulanan. Saya tidak menarik penghasilan setahun karena 10% dari penghasilan setahun terlalu besar. Jika gaji saya Rp120 juta pertahun, maka saya berhak untuk sebuat iPhone. Alasan lainnya adalah ketika saya membuat keputusan impulsif untuk membeli ponsel, saya dapat langsung mengorbankan 10% dari penghasilan saya. Keren aja gonta-ganti ponsel setiap bulannya. Maka dari itu saya membatasinya 10% dari penghasilan bulan sebagai penentu harga ponsel yang terjangkau. Ponsel yang terjangkau untuk saya saat ini di kisaran Xiaomi Redmi 1s.

2. 80/20 Rule (Tantangan Penghasilan sekaligus Menabung)

Jika 10% Rule terasa sulit, apalagi kita sudah merasa mampu membeli barang yang diinginkan dengan menyicilnya, maka tantangan 80/20 Rule sama atau bahkan lebih sulit.

Untuk menentukan harga kendaraan yang terjangkau, kita harus mampu menabung sejumlah uang dalam waktu kita akan menggunakan mobil tersebut (4-10 tahun). Katakanlah saya inginkan Honda Brio E A/T seharga Rp154.600.000. Maka saya menghitungnya, Rp154.600.000/20% = menabung sebanyak Rp773 juta dalam waktu 4 s/d 10 tahun, dan dari Rp773 juta tersebut bisa diambil sebagai bonus atas pencapaian sendiri untuk membeli sebuah Brio yang akan digunakan selama 4 s/d 10 tahun. Kenapa tidak menabung sampai mencapai harga mobil tersebut untuk membeli mobilnya? Karena sayang banget melihat tabungan langsung hilang sekejap tanpa tersisa. Jika berhasil nabung Rp773 juta, maka akan ada sisa Rp618.400.000.

Untuk ponsel, Xiaomi Redmi 1s 8gb seharga Rp1,380 juta, maka Rp1.380.000 juta/20% = menabung Rp6.900.000 juta dalam setahun kemudian mengambil sebagian dari tabungan untuk membeli Xiaomi tersebut. Kenapa harus tercapai dalam setahun? Karena saya gatal untuk menggantikan ponsel setiap tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun