Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk sekitar 246,9 juta (2012) jiwa. Indonesia yang plural (bukan pluralisme) ini mempunyai prinsip dasar sebagaimana disebutkan dalam sila pertama: Ketuhanan yang Maha Esa. Maka, ada agama enam agama yang diakui, yaitu Islam, Hindu, Budha, Kristen, Katolik, dan Konghucu. Setiap penganut agama menjalankan tradisi dan doktrin mereka masing-masing. Agama-agama ini muncul melalui roda sejarah yang berjalan lalu waktu demi waktu berakulturasi dengan tradisi dan kebudayaan setempat.
Indonesia terkenal dengan tradisi dan budayanya yang khas. Bahkan, orang-orang jawa (yang disebut oleh para ilmuwan sebagai Java Men) dikenal mempunyai falsafah hidup yang tidak dimiliki oleh negara-negara lain. Jika orang-orang Yahudi dikenal oleh dunia sebagai kaum cerdas dan jenius, orang-orang China dikenal dengan ekonominya yang maju, maka orang-orang Jawa populer dengan falsafah hidup yang mereka miliki.
Saya memahami bahwa falsafah hidup Jawa begitu indah. Misalnya, Ojo kuminter mundak keblinger, artinya setinggi apapun ilmu kita, jangan sampai menjadikan kita arogan. Ojo cidro mundak ciloko, orang yang berkhianat akan celaka. Jadi falsafah dari etika ini yang kita ambil adalah jangan sombong tapi tetap mencari ilmu setinggi-tingginya. Begitu mendapat kepercayaan, jangan dikhianati. Kemudian, sing was-was tiwas. Artinya, kalo kita sudah memutuskan sesuatu, gak usah ragu-ragu lagi. Ada juga kalimat-kalimat Jawa yang artinya kuasailah pikiranmu, kau akan menguasai tindakanmu, kuasai tindakanmu kau akan menguasai kebiasaanmu. Akhirnya, kebiasaan membawa pada tradisi yang menjadi watak kita.
Setiap agama yang ada di Indonesia pasti mengklaim benar dan mengacungi jempol kata-kata hikmah itu. Mereka yang beragama tapi menganggap kata-kata itu buruk adalah orang-orang yang tak paham ajaran agamanya sendiri. Kita dituntut berakhlak, menghormati yang tua dan menyayangi yang muda, bersilaturahim, berbuat baik, bermoral, dan menjaga akhlak kepada sesama. Pancasila telah terbentuk dengan baik pada masa Ir. Soekarno dan Bung Hatta. Kelima bunyi Pancasila itu memiliki nilai yang sakral dan berguna bagi masyarakat kita.
Maka, tradisi dan budaya Indonesia yang telah terbentuk jangan dihancurkan. Indonesia bukan barang mati. Indonesia bukan alat untuk dijadikan alat dan lahan bisnis.Tentu saja, setiap orang tidak setuju jika Indonesia dibuat barang yang bisa dijual-belikan. Atas nama Indonesia, kita menghasilkan keuntungan dan finansial pribadi. Moral dan akhlak Bangsa dikorbankan.
Apalah artinya falsafah hidup itu jika kita sendiri merusaknya. Apalah artinya budaya dan tradisi lokal bangsa kita yang telah terbentuk ini, made in Indonesia ini, jika kita masih mengadopsi budaya dan nilai-nilai barat tanpa penyaringan dan modifikasi serius. Alih-alih mengatasnamakan penyaringan dan modifikasi, padahal ujung-ujungnya bisnis dan materi demi keuntungan pribadi. Alih-alih untuk memperkenalkan Indonesia ke dunia internasional, dengan cara membuat kontes putri-putrian, padahal justru mengahancurkan moral generasi muda kita sendiri. Alih-alih menjaga tradisi dan budaya Indonesia, padahal tidak cocok dan sama sekali tidak pas dengan falsafah hidup yang kjita miliki. Falsafah hidup yang berbicara, menasehati, dan memberikan hikmah, dan Pancasila yang mengarahkan dan menetapkan, tentu saja tidak setuju dengan kontes putri-putrian itu.
Indonesia bukan lahan bisnis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H