[caption caption="sources : www.jakarta.go.id/"][/caption]
Menarik   melihat wawancara Presiden  dengan salah satu Tivi swasta nasional, yang konon pemiliknya adalah salah satu petinggi partai politik besar di Indonesia. Sangat wajar adanya apabila pemilik media tersebut menggunakan medianya sebagai corong untuk menunjukan  sikap politik nya. Sedikit banyak yang dapat kita intisari kan dari  wawancara tersebut merupakan jawaban-jawaban presiden atas keragu-raguan masyarakat atas kemampuan nya.
Dengan melihat isu dan suasana wawancara tersebut mungkin kita dapat menyimpulkan bahwa wawancara ini merupakan salah satu bentuk sikap dukungan dari si empunya media kepada presiden.
Bila kita kembali kebelakang pada masa pilpres dimana  ada 2 koalisi besar diantara para pendukung presiden, kala itu terlihat bahwa si empunya media berdiri disisi yang berseberangan dengan presiden terpilih atau dengan kata lain dapat dikatakan  sebagai koalisi yang merupakan oposisi pemerintah, dan singkat kata  sikap politik tersebut berubah seiring waktu jalan nya roda pemerintahan, dan ini  juga terjadi pada anggota-anggota koalisi yang lain.
Baiklah, kita tidak akan membahas lebih lanjut mengenai percaturan politik tetapi kita disini akan lebih memfokuskan kepada faktor penting apa yang mendukung keberhasilan seseorang dalam memimpin, atau bagaimana seorang pemimpin diuji kemampuan nya untuk mengharmoniskan kekuatan-kekuatan politik yang ada,  yang mana  memiliki kepentingan dan tujuan yang berbeda menjadi satu kekuatan pendorong untuk mencapai tujuan nya.
Kepemimpinan adalah seni untuk mempengaruhi dan menggerakkan orang – orang sedemikian rupa untuk memperoleh kepatuhan, kepercayaan, respek, dan kerjasama secara loyal untuk menyelesaikan tugas – Field Manual 22-100.
Dalam Transactional Theory, yang mana  pendekatan ini menekankan pada penting nya hubungan antara pemimpin dan pengikutnya, fokus pada keuntungan mutual buat kedua belah pihak dan berasal dari semacam kontrak diantara mereka, dimana pemimpin akan memberikan atau pengakuan atas komitmen atau loyalitas para pengikut nya.
Gaya kepemimpinan,
- Kepemimpinan Otoriter, adalah gaya pemimpin yang memusatkan segala keputusan dan kebijakan dari dirinya sendiri secara penuh, pimpinan secara lebih sering menentukan secara sepihak, dan ancaman sanksi serta pakasaan kerap digunakan untuk mendapatkan kepatuhan.
- Kepemimpinan Demokratis, lebih menekankan kepada aspirasi kelibatan bawahan nya, keputusan diambil melalui serangkain tindakan tindakan timbal balik secara bersama-sama.
- Kepemimpinan Bebas dan Delegatif, pemimpin akan bertindak pasif dan para bawahan nya lah yang akan didorong untuk aktif berperan dalam mengambil keputusan
Dari berbagai macam gaya atau tipe kepemimpinan hanya gaya yang cenderung otoriter kurang memperhatikan partisipasi serta kepuasan bawahan nya dalam usaha mencapai tujuan organisasi atau kelompok, walaupun tujuan tersebut pada akhirnya juga merupakan untuk kepentingan bersama . Keluhan dan ketidak puasan serta kadang permusuhan juga merupakan isu yang sering muncul dalam tipe ini.  Kepuasan anggota yang dipimpin merupakan syarat yang harus dipenuhi dalam rangka mencapai  tujuan kelompok atau organisasi.
Dari teori diatas kita dapat menarik suatu kesimpulan bahwa memimpin adalah seni bagaimana mempengaruhi orang, kata pengaruh – mempengaruhi sangat erat kaitan nya dengan komunikasi, jadi keberhasilan kita mempengaruhi sangat tergantung dari bagaimana kita berkomunikasi, dan pada akhirnya kemampuan seseorang dalam berkomunikasi adalah faktor penunjang penting dalam memimpin.
Sedangkan komunikasi secara lisan sangat tergantung dari kesan yang diperlihatkan oleh si pembawa pesan, kesan yang terlihat ini menyangkut psikologis dari si pembawa pesan, dalam hal ini Komunikasi sulit untuk berhasil apabila komunikan sedang sedih, bingung, marah, merasa kecewa, dan kondisi psikologis negatif lainnya atau dengan kata sebaliknya, dari sikap si penyampai pesan diharapakan mendapatkan  simpati maupun empati dari pendengar nya. Dengan bermodalkan simpat dan empati, pemimpin dalam hal ini si penyampai pesan publik sudah memiliki jalan yang mulus menuju pesan ide argumen nya yang lain.