Mohon tunggu...
Tytiek Widyantari
Tytiek Widyantari Mohon Tunggu... Human Resources - Pengagum dan penikmat kehidupan

Mengamati, mencerna, menikmati... lalu tiduuuuur...

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Sekilas "A Hidden Life"

24 Desember 2020   16:40 Diperbarui: 24 Desember 2020   21:12 265
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

“Pergilah, kita diutus.”  Demikian kalimat yang seringkali kita dengar diucapkan imam pada akhir misa.  Diutus di sini maksudnya menjadi pribadi yang memancarkan kasih ke sekitar melalui tindakan sebagaimana Sang Penyelenggara Kehidupan melimpahkan kasihNya kepada kita.  Pengutusan itu sebagian diceritakan melalui buku tentang relasi manusia dengan alam sekitar oleh Adam Herdanto, ‘A Hidden Life’ – yang walaupun dikatakan tersembunyi sesungguhnya kita bisa melihatnya dengan sangat jelas, kalau mau.

Buku yang diluncurkan bulan Desember 2020 ini berisi 1 artikel pengantar dan kumpulan 24 (duapuluhempat) fragmen-fragmen yang memang terjadi dan atau dialami oleh tokoh-tokoh yang berperan dalam ceritanya.  Berukuran 12 x 18 cm, dengan total 192 halaman buku ini cukup ringkas dan ringan dibawa.

Sketsa Pasar Ngasem Yogya oleh Seto Parama Artho pada sampul buku seolah menggambarkan kita bisa menemukan banyak hal di pasar, tinggal dari sudut pandang mana kita melihatnya.  Kabarnya, dari sejarah Pasar Ngasem pernah menjadi pasar hewan.  Transaksi yang melibatkan makhluk hidup ini berpengaruh bagi Adam yang akhirnya memutuskan untuk memilih sketsa ini sebagai sampul buku.

Siek Liang Thay, yang dengan rendah hati mengaku sebagai warga planet bumi, dalam catatan pengantarnya menyebut orang-orang yang diceritakan dalam buku ini, “… adalah orang-orang yang telah mengalahkan ego mereka dan bekerja dalam senyap, jauh dari hingar bingar sosmed dengan segala keriuhannya.  Kerja mereka nyata, dengan misi menjadikan bumi ini tempat hidup yang lebih baik bagi semua makhluknya.”  Melawan ego memang tidak mudah, tetapi juga bukan hal mustahil untuk dilaksanakan.

Membaca cerita demi cerita dalam buku ini, ada kalanya kita perlu mengulang membacanya untuk menyerap makna atau menangkap pesan yang hendak Adam sampaikan dari suatu peristiwa yang dia ceritakan. Bahasanya sekilas lugas namun entah sengaja atau tidak kadang seperti membawa pembacanya berputar-putar untuk merasakan kondisi yang diceritakan.  Salah satunya mengenai istilah-istilah keseharian/kedaerahan yang semestinya mengakrabkan, bagi pembaca yang berbeda latar budaya akan bertanya-tanya mencari tahu atau malah melewatkannya. Catatan kaki kadang merepotkan, tetapi rasanya akan sangat membantu melengkapi pemahaman cerita.

Perkenalan dengan tokoh seperti Don Hasman, seorang fotografer senior Indonesia disampaikan dengan sangat menarik.  Rasanya sulit membayangkan di balik tubuhnya yang mungil dengan penampilan bersahaja itu tersimpan banyak harta karun ilmu kehidupan.  Pengalamannya berkelana sulit tertandingi bahkan oleh orang-orang muda yang secara fisik tampak lebih meyakinkan.  Pengalaman yang bukan hanya menuntut kondisi fisik yang prima, tetapi juga kemampuan berinteraksi dengan manusia lain yang sarat makna.  Kebijaksanaan yang hanya dapat diperoleh dari mengakrabi alam dan kehidupan yang terus dipelajari dari hari ke hari tanpa henti.

Foto-foto yang menyertai cerita-cerita di dalamnya mencoba memberi gambaran selintas apa yang diceritakan.  Menyajikannya dalam format hitam-putih, pilihan temanya cukup mewakili yang hendak disampaikan, meski tanpa foto pun ceritanya sudah dapat mengembangkan imajinasi.

Dari segi layout atau tata letaknya buku ini sederhana.  Namun demikian, buku ini berhasil menampilkan diri sebagai buku ringan tetapi sesungguhnya serius mengajak kita berpikir, berempati, mendekatkan diri pada hal-hal yang selama ini seolah-olah terabaikan.  Seyogyanya kepedulian tidak menjadi barang langka, sesuatu yang sangat diperlukan dan mengaktifkan rasa kemanusiaan terutama pada jalinan keadaan yang semakin hari makin rumit.

Untuk orang yang selama ini berkecimpung di dunia media, Adam menyampaikan ‘renungan’-nya dengan baik dan membumi.  Keprihatinannya tidak berhenti pada sekedar memberi perhatian kepada lingkungannya secara langsung.  Semua proses dilaluinya dengan kamera yang nyata maupun imajinatif, memotret lalu mencernanya sebagai pesan kehidupan.  Jalan masih panjang, menjadikannya menarik ketika di setiap perhentian ditandainya dengan tindakan yang dilandasi kecintaan dan kejernihan hati.

Salam kehidupan!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun