Mohon tunggu...
Tyo Yohanes Admu
Tyo Yohanes Admu Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Hard worker | Simple jeans | Duda dan ayah | Sport, Dog, Guiness & Heineken | Red, Blue and Black | Quiet | Pembuat Cokelat | Enough for Coffee

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Pemikiran Cina; Relasional (Part. 3)

12 Maret 2013   06:32 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:56 464
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Karakter dasar dari seluruh pemikiran Cina adalah relasional. Hal ini juga berlaku untuk memahami manusia dan hubungannya dengan yang lain. Saya membatasi hubungan ini pada hubungan sosial antar manusia.

Manusia, menurut keyakinan bangsa Cina, dilahirkan suci dan baik. Dari Thien, ia mendapat sifat-sifat yang dapat memimpin manusia agar selalu menempuh jalan hidup yang jujur dan baik. Yaitu kelakuan ramah tamah, tingkah laku yang sopan, kecerdasan, kejujuran dan rasa hormat. Kelima budi baik ini harus ada pada tiap manusia. Maka merupakan kesalahannya sendiri jika manusia tidak memelihara dan menggunakannya. Manusia harus memelihara hubungan yang baik dengan segala sesuatu di dunia, dengan orang lain, dengan bumi, langit dan segala mahluk lainnya.

Relasi atau hubungan manusia menurut pemikiran Cina

Masyarakat Cina mempercayai bahwa mereka selalu terikat dan mempunyai hubungan yang wajib dipelihara. Hubungan-hubungan yang serba jujur ini dinamakan dengan ”Li”. Kadang Li diterjemahkan sebagai upacara, adat istiadat atau tingkah laku. Li berarti kelakuan baik terhadap siapapun dan apapun. Maka Li adalah budi yang baik. Jika “Li” manusia tidak baik maka Tao tidak mungkin dapat bergerak atau mengalir. Li yang buruk sama saja menghalangi jalan Tao yang serba teratur. Misalnya, seorang raja tidak memperdulikan nasib rakyatnya, anak tidak menghormati orang tuanya, suami istri selalu bertengkar, pangeran melalaikan kewajibannya untuk berziarah ke gunung maka mengakibatkan arus Tao keliru. Hal ini dipercaya dapat menimbulkan kerusakan atau terhenti sama sekali.

Masyarakat Cina hidup dalam suasana ketegangan, berada dalam perubahan dan usaha mencari nafkah hidup. Usaha akan kesejahteraan sudah mengakar dalam sanubari mereka sehingga masalah tata tertib, kesopanan pergaulan serta usaha mencari kepentingan pribadi menggambarkan pertentangan antar sikap lahiriah dan batiniah. Biasanya pertentangan ini dimenangkan oleh yang lahiriah. Mereka selalu merasa takut terhadap kekeliruan dan tindakan balas dendam dari orang lain karena itu mereka senantiasa berhati-hati. Aspek kepercayaan sangat dipegang teguh oleh masyrakat Cina. Kepercayaan membuat mereka merasa aman dan bisa menghargai orang lain.

Ada lima jenis hubungan antar manusia menurut pemikiran Cina. Yaitu:

1. Hubungan antara orang tua dan anak.

Masyarakat Cina wajib membentuk keluarga demi memperoleh keturunan. Keturunan ini akan melanjutkan pembawaan kurban kepada leluhur. Bila seorang pria menikah dan tidak mendapat anak, maka secara moral ia harus mengambil istri kedua. Jika tidak memperoleh anak putra maka ia harus mengadopsi seorang kemenakannya atau orang lain sebagai anaknya. Anak tersebut akan mendapat segala hak dan warisan. Karena itu hidup selibat adalah satu hal yang ganjil. Seorang yang tidak kawin dianggap tidak serius dalam hidup dan tidak terpandang dalam masyarakat.

Setiap kepala keluarga harus tetap menasihati anak-anaknya walau ia telah mempercayakan urusan keluarga kepada seorang anak lelakinya. Hari ulang tahun orang tua dirayakan dalam keluarga. Orang tua harus dan wajib mengurus pernikahan anak-anaknya. Anak-anak harus mencintai orangtuanya. Hukum cinta ini dapat diwujudkan dengan sikap taat, hormat dan patuh kepada mereka. Bila orang tua sakit, anak-anak harus merawatnya. Mereka juga wajib menguburkannya secara pantas. Akibat dari rasa cinta yang mendalam dalam keluarga, ada kebiasaan menaruh dendam terhadap orang yang membunuh orang tuanya. Seorang putra yang baik tidak akan membiarkan pembunuh tersebut hidup di bawah langit yang sama. Ia akan berusaha membunuhnya.

Di antara kelima bentuk hubungan, masyarakat Cina memandang bahwa ketaatan anak kepada orang tua merupakan hubungan yang mendasari hubungan lainnya. Anak memepunyai kewajiban untuk menunjukkan baktinya kepada orang tua dan leluhur. Anak membawa nama keluarga dan ia harus menunjukkan sikap hidup yang baik untuk membanggakan keluarga dengan prestasi dan teladan moral. Yang dinilai baik adalah yang terlihat dan teramati sehingga seringkali jatuh pada kuantitas atau kebaikan yang sebatas permukaan.

2. Hubungan antara suami dengan isteri.

Suami dipandang sebagai kepala keluarga yang bukan saja menafkahi keluarga namun berperan sebagai mediator dalam upacara penghormatan leluhur. Ia menempati peran sebagai pengambil keputusan dan memiliki kewajiban membela negara bila sewaktu-waktu dibutuhkan. Istri berperan sebagai wanita yang menjadi ibu bagi anak-anak dan menjadi pendamping suami saat upacara penyembahan.

Suami dan istri adalah pengejawantahan dari Yin dan Yang. Keduanya memiliki peran dan tanggung jawab atas berlangsungnya kehidupan. Oleh karena itu, masing-masing saling berinteraksi dalam hubungan yang dinamis.

3. Hubungan antara raja dengan rakyat

Langit dipandang sebagai wujud tertinggi. Dialah yang mengangkat dan memberhentikan raja dari pemerintahannya. Segala tingkah raja harus sesuai dengan keinginan langit (Thien). Semakin raja memenuhi kehendak langit dan tidak keluar dari jalannya maka kehidupan rakyat akan selalu sejahtera. Raja yang lalim berarti mengkhianati kehendak Langit. Tindakan itu berakibat bagi kehidupan rakyat yang dipimpinnya dan kestabilan negara. Ada keyakinan bila terjadi kemerosotan kualitas hidup dalam masyarakat, bencana alam dan kemiskinan adalah akibat dari perilaku pimpinan yang tidak baik.

Sikap rakyat terhadap raja diwujudkan dengan mampu memimpin dirinya seolah-olah bukan karena campur tangan raja. Ketika raja tidak terlalu banyak campur tangan maka rakyat mampu menjalankan kehidupan yang berkualitas dan meningkatkan nama baik kerajaan. Sikap hormat rakyat kepada raja bagaikan sikap bakti anak kepada orang tuanya sendiri.

4. Antara saudara yang lebih tua dan saudara yang lebih muda

Persaudaraan dalam masyarakat Cina menekankan penghormatan yang dilakukan orang yang lebih muda terhadap yang dituakan. Orang yang lebih tua dihargai mengingat pengalaman hidup yang lebih banyak dan bisa memberikan teladan dari hidupnya. Andaikata tidak, pihak yang lebih muda menyenangkan hatinya sebagai bentuk penghargaan sebagai sesama manusia. Kedewasaan usia manusia dipercaya juga mempengaruhi kedewasaan karakter. Selain itu, saudara tua adalah saudara yang lebih mendapat banyak ruang dan kesempatan untuk memimpin dibanding yang muda. Sikap saudara muda lebih sebagai yang dituntun dan membutuhkan pendampingan serta perlindungan.

Seringkali yang menjadi tali pengikat hubungan antar saudara ini dikarenakan kesamaan garis keluarga. Maka dalam satu keluarga yang sama, ada paham untuk sama-sama saling menopang, memperjuangkan dan tidak membiarkan salah satu keluarganya hidup serba kekurangan. Kekerabatan ini menyatukan garis keluarga.

5. Antara teman dan teman.

Persahabatan mempunyai arti yang cukup besar dalam kehidupan bersama. Bersahabat berarti memiliki hak simpati dan hak mendapat bantuan pada saat mengalami kesulitan. Jika seorang sahabat menderita tidak boleh ditolak, harus ada kerelaan meminjamkan sesuatu kepada sahabat yang berkekurangan. Sahabat jugalah yang mengajak orang yang bertamu kerumahnya untuk menikmati hidangan di rumahnya. Pandangan mengenai hubungan yang ideal antar manusia dikarenakan manusia lain juga memiliki kualitas dan kebutuhan yang sama dengan diri sendiri. Manusia lain bisa merasakan sedih, bahagia, terluka, bangga, dan lain sebagainya.

Bagi orang Cina, kelima hubungan ini seperti sepuluh perintah Allah bangsa Yahudi.

Hubungan yang ditekankan adalah penghormatan anak kepada orang tua. Anak harus memperhitungkan tindakannya, apakah ia berlaku jahat atau baik. Karena kelakuan jahat akan menimbulkan kesedihan dan perasaan malu yang kuat bagi orang tuanya. Seorang anak selalu berusaha menyenangkan dan menggembirakan orang tuanya. Sementara kelakuan baik, berprestasi dan berkualitas secara moral dan material telah menjadi ukuran bahwa anak itu benar-benar menjalankan bakti kepada leluhur.

Sumber Referensi http://www.orientaloutpost.com/

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun