Indonesia, begitulah negara dimana aku dilahirkan dan dibesarkan. Negara dimana aku merasakan suatukebahagiaan dan getaran hati ketika mendengarnya. Negeri ini merupakan negeri yang kaya akankekayaan alam, Bahasa maupun Seni dan adat istiadat. Tak lupa pula dengan mitos dan kepercayaan
yang beraneka ragam.
Ada sebuah anekdot mungkin bisa kukatakan demikian di Jawa yang mengatakan bahwa anak gadis
duduk di depan pintu akan sulit jodoh atau anekdot yang bernama Pamali dimana ada pantangan untuk
makan sebelum orang tua.
Ada juga sebuah anekdot bagi masyarakat Bugis dimana Jika duduk diatas bantal akan berakibat
tumbuhnya "Maaf" Bisul di pantat atau bertopang dagu dan mereka akan mengatakan "Pemmali
mattula bangi tauwe nasabaq macilakai" Yang bermakna akan bernasib sial jika melakukannya.
Anekdot ini adalah mitos yang sulit dipercayai zaman sekarang meskipun ada sesuatu makna positif di
belakangnya. Seperti contoh mitos di masyarakat jawa yang pernah kusebutkan sebelumnya, kenapa
anak gadis dilarang duduk di depan pintu ? Jawabannya ini adalah norma kesopanan bahwa itu akan
menghalangi orang lain untuk keluar.
***
Berbicara tentang mitos, di daerahku Pontianak Kalimantan Barat juga terdapat mitos yang turun
temurun di percayai masyarakat. Mitos yang kumaksud adalah Kemponan. Kalian tahu apa itu
Kemponan ?
Bagi masyarakat Melayu Pontianak Kemponan bermakna suatu kepercayaan untuk menerima makanan
dan minuman dari orang lain. Kemponan sering diidentifikasikan dengan nasi goreng atau pun kopi.
Ada suatu anekdot di kota Pontianak ketika menyebut kata nasi goreng sedangkan nasinya tak ada maka
mereka akan mengatakan "Cap palet Kemponan" .
Percaya atau tidak, aku memiliki sebuah cerita yang terjadi dua hari yang lalu dan terkait dengan
kemponan.
***
Beberapa hari yang lalu, temanku yang saat ini bekerja di Surabaya akan datang ke kotaku di Pontianak,
namanya adalah Yoyo. Sebenarnya Yoyo bukanlah orang asli Surabaya melainkan Cirebon bagian Utara
dimana di Bagian Utara lebih di dominasi oleh penduduk Jawa sedangkan di Selatan lebih di dominasi
oleh penduduk Sunda.
Aku mengenal Yoyo sewaktu kuliah di Jogjakarta dulu tepatnya di Universitas Ahmad Dahlan Jurusan
Manajemen. Selain dia merupakan teman sekelasku, dia juga merupakan teman satu kostku.
Berbagai kenangan pernah kami alami bersama seperti seorang yang tengah mabuk memecahkan
sebotol Topi Miring di hadapan kami. karena aku tak sengaja menyebutkan kata "Gila Yo". Padahal tak
ada satu niat pun bagiku untuk menyinggungnya.
Aku sebenarnya ingin mengatakan kepada Yoyo
"Gila Yo, tadi mata kuliahku banyak banget, dari jam Delapan sampai jam tiga sore "
Tapi apalah daya jika baru sampai kata Gila Yo si orang mabuk itu memecahkan sebotol Topi Miring. Dan
berkata
"Gila.. Gila, Apa maksud kau ngomong Gila"
Pernah juga ada sebuah kejadian yang lucu di warung Burjo, ya sang penjual tidak tahu kembalian uang,
padahal hanya pengurangan angka biasa.
"Mas seribu lima ratus di kurangi tiga ratus berapa ya ?" Kata penjual itu
"Wah, lucu lagi nih Tio, masa seribu lima ratus di kurangi tiga ratus ndak tahu, Ya Seribu dua ratuslah"
Ujar Yoyo kepadaku dengan logat Jawa Cirebonnya yang medok.
"Lucu lagi, yo" Bagiku itu bukanlah suatu kata biasa melainkan semacam mantra yang tak pernah
kulupakan antara aku dan Yoyo. Karena kata-kata itulah yang menjadi kenangan kami bersama.
***
Yoyo saat ini bekerja sebagai Kabid di salah satu Instansi di Surabaya, bulan November 2022 dia
melakukan Kunjungan tugas kedinasan di Pontianak, bagiku ini adalah suatu momen yang akan menjadi
indah karena kami sudah lama tak ketemu.
Hotel Grand yang beralamat Jalan Gajahmada merupakan tempat dimana dia tinggal, dua hari yang lalu
dia menghubungiku melalui pesan Whatsapp untuk menemuinya di Lobby hotel.
***
"Wah, Yo sudah hebat sekarang kau ? Sudah jadi Bos" Ujarku saat bertemu dengannya
"Ah, Biasa aja, kamu gimana Tio masih buat program" Tanyanya
"Ya beginilah, Yo. Anakmu piye udah berapa kah ?"
"Udah dua yo, kamu gimana belum kawin juga ?" dia berbalik Tanya kepadaku
"Belum Yo, ndak ada yang mau denganku, Bah"
"Logatmu masih belum berubah, kamu masih pakai Bah kayak orang Batak aja?"
Kami berdua tertawa lepas
"Eh, kau pesan apa Yo ?"
"Kopi hangat, aku ingin merasakan kopi khas Pontianak."
"ya sudah Yo, aku pesan dua ya" ujarku kepadanya
Sebagai tamu aku menghormati Yoyo teman lamaku dan sudah menjadi kebiasaan bagi masyarakat
Indonesia dimana-mana tamu adalah raja. Maka dari itulah aku mentraktir Yoyo.
Kemudian kami pun berbincang dengan penuh kehangatan mengenang masa -- masa indah dulu. Tak
lama kemudian kopi hangat kami akhirnya datang.
***