Mohon tunggu...
Adhityo N Barsei
Adhityo N Barsei Mohon Tunggu... Administrasi - Blogger

Orang sering kesulitan memahami apa yang saya sampaikan. Mungkin lewat tulisan saya bisa memberikan pemahaman lebih sederhana

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Maaf, Saya Belum Siap Menikahi Anak Bapak

5 Juli 2018   09:39 Diperbarui: 6 Juli 2018   17:30 3153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: istimewa

Di usia 25 tahun, bagi saya pribadi menikah adalah sebuah keputusan terbesar yang akan menentukan kehidupan kedepannya akan seperti apa. Menikah bukan perkara yang mudah. Meskipun teman laki-laki banyak yang akan menikah pada tahun ini, sedikit sekali saya tidak merasa tertekan untuk berpikir kemudian akan menyusul mereka sesegera mungkin.

Kita menikahi seseorang berarti kita juga menikahi ibunya, bapaknya, saudaranya, keluarganya. Keluarga kita bertambah, tanggung jawab kita bertambah, fokus kita otomatis akan semakin meluas dengan adanya keluarga baru di kehidupan kita. Sanggupkah?

Saya belum sanggup pak...

Meskipun belum siap, banyak juga orang di usia saya yang sudah berani mengambil keputusan terbesar dalam hidupnya dengan menikah. Ya, mereka memiliki komitmen, perhitungan yang matang dan mental kuat untuk menghadapi kehidupan setelah menikah. Berbeda dengan saya ada beberapa hal yang membuat saya belum siap menikah karena bebergai hal berikut:

  • Bagi waktu, sejujurnya selama bekerja waktu saya banyak tersita untuk bekerja. Saya kekurangan sosialisasi dengan teman ketika weekend. Kualitas pertemanan menurun. Ga pernah ngetrip bareng sama teman-teman di masa lajang menurut saya itu ada hal yang kurang. Apalagi kalau sudah menikah, hidup ini mungkin sebatas rumah-kantor-rumah aja.
  • Mental survive, mengurus diri sendiri saja kadang masih mengadu sama orang tua. Apalagi kalau sudah menikah. Ngeluh sama orang tua sejujurnya bukanlah hal yang baik, justru akan memberikan beban kepada orang tua meskipun orang tua tidak akan menganggapnya beban. Tapi, sekarang sih sudah mulai mengurangi mengeluh sama orang tua.
  • Marriage life di perantauan. Hidup berdua, punya anak. Jika istri kerja, siapa yang akan merawat? Istri resign? Dari mana lagi penghasilan? Cuma dari suami saja? Saya rasa tidak cukup untuk hidup di Jakarta. Mau ga mau orang tua ke sini untuk ngerawat anak. Tapi ngga, saya ga akan mau. Itu sama aja jadiin orang tua pembantu. Dosanya besar, lho.

Maaf pak saya masih belum siap ...

Menikah bagi saya bukanlah perkara siapa yang cepat, tapi teman yang menikah pun patut diapresiasi keputusannya. Ya. Patut diapresiasi. Tapi sekali lagi menikah bukan perkara siapa yang cepat. Bukan soal angka. Bukan soal modal belum ada.

Liat orang tunangan, menikah, pantengin instastory, scroll feed instagram liat teman foto sama anaknya. Baper. Ngadu ke cowonya kapan giliran kita nikah? Sayang sekali, kalau hati ini tergerak menikah hanya karena kecepatan dari teman lainnya sudah mendahului untuk menikah. Makna pernikahanmu dangkal.

Pada awalnya, tiga alasan diatas memang menjadi alasan utama untuk tidak memikirkan pernikahan. Namun, setelah banyak mendekatkan diri dengan yang di Atas, mata hati saya terbuka.

Bagi saya, menikah itu upaya menyelamatkan pasangan. Menyelamatkan akhlaknya, sikapnya, kebiasaannya, agamanya, masa lalunya. Pokok e save her life to be better. Sebenarnya menyelamatkan berkaitan dengan berbuat kebaikan. Apalah artinya nikah paling cepat tapi tidak ada upaya "menyelamatkan hidup".

" Wanita-wanita yang tidak baik untuk laki-laki yang tidak baik, dan laki-laki yang tidak baik adalah untuk wanita yang tidak baik pula. Wanita yang .baik untuk lelaki yang baik dan lelaki yang baik untuk wanita yang baik. (Qs. An Nur:26)

Pasangan adalah ladang amal bagi kita untuk di akhirat nanti, apalagi jika kita berniat menikah untuk menyelamatkan agama, masa lalu, aib dan kerusakan yang ada pada dirinya. Allah pasti akan membalas niat orang yang demikan. Insha allah, rezeki lancar. Marriage life penuh makna. Tidak perlu mikirin istri resign sumber pendapatan dari mana.

Memantaskan diri adalah PR penting yang harus dipersiapkan jika sudah datang orang yang tepat untuk diselamatkan hidupnya. Sampai kapan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun