Mohon tunggu...
Sulistriono
Sulistriono Mohon Tunggu... Konsultan HR -

Konsultan SDM dan Trainer, Selalu belajar hal baru dengan tidak melupakan yang lama, ingin menjadi orang bermanfaat bagi sesama, dan berbagi motivasi

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Bersyukurlah Atas Hal Buruk Dalam Kehidupan Kita

7 Oktober 2015   12:47 Diperbarui: 7 Oktober 2015   18:44 1010
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bersyukurlah atas hal - hal buruk dalam kehidupan kita, karena hal-hal itulah yang membuat mata kita terbuka terhadap hal-hal baik yang tidak kita perhatikan sebelumnya. Ungkapan itu saya dapatkan dari teman BBM saya. (terima kasih Mba Nungky)

Kita sering mendengar kata-kata bersyukur, namun bersyukur selalu identik dengan nikmat yang kita dapatkan. pernahkah kita bersyukur atas hal buruk yang terjadi dengan kita?

Tentu lebih banyak dari kita menyesali hal buruk yang terjadi dari pada mensyukuri hal buruk tersebut, bahkan tidak jarang diantara kita yang mengumpat terhadap Tuhan, seringkali kita mengeluarkan ucapan seolah Tuhan tidak sayang kita, dan yang lebih parah lagi sampai ada yang menganggap Tuhan tidak ada, karena membiarkan hal buruk terjadi pada diri kita.

Hal baik ataupun hal buruk dalam hidup ini adalah semata-semata karena kehendakNya, Tuhan memiliki rencana yang sangat indah untuk kita, sehinga seringkali Tuhan akan memberikan hal buruk terhadap kita sebagai jalan agar kita bisa mendapatkan kebaikan jika saatnya telah tiba. sehingga hal baik yang kita alami akan menjadi lebih elok pada saatnya nanti.

Ah itu khan teorinya Mas!! faktanya khan ga seperti itu.

Itu ungkapan yang pernah saya dengar dari kawan saya ketika kita sharing mengenai tema ini, namun akhirnya dia menjadi setuju dengan ungkapan tersebut setelah saya ceritakan mengenai perjalanan hidup yang saya alami.

Saya akan berbagi sedikit pengalaman hidup saya, bagaimana masa lalu saya yang kurang beruntung dibandingan dengan anak-anak lainnya. sekitar tahun 1997/1998 saat itu Indonesia dilanda krisi moneter, sehingga banyak perusahaan-perusahaan yang gulung tikar, yang pada akhirnya ada jutaan pekerja yang harus kehilangan pekerjaan alias di PHK, salah satunya adalah ayah saya.

Ayah adalah tulang punggung keluarga kami, beliau harus membiayai kehidupan kami sekeluarga, saya sendiri anak bungsu, kakak saya 2 (dua) saat itu kakak pertama baru saja masuk kerja, sehingga gajipun hanya cukup untuk biaya hidup sendiri, dan kakak kedua saya saat itu masih duduk dibangku kelas 2 SMA, sedangkan saya masih kelas 3 SMP. Bisa anda bayangkan bagimana cara kami bertahan hidup, ayah sebagai tulang punggung keluarga saat itu tidak ada lagi penghasilan, sehingga uang tabungan yang ada juga ludes untuk biaya sekolah kami dan kebutuhan harian lainya.

Tepat saat saya lulus SMP Ayah sebenarnya tetap berusaha agar saya bisa langsung melanjutkan ke SMA, namun saat itu saya menyadari kesulitan keuangan yang kami hadapi, saat itu tidak memungkinkan saya untuk tetap melanjutkan ke SMA, karena pada saat yang sama kakak kedua juga masih di kelas 3 SMA, yang pada akhirnya saya ambil keputusan untuk tidak mau melanjutkan ke SMA. Sedih, kecewa, marah...ya tentu, bahkan saya tidak hanya marah kepada orang tua, tapi juga kepada Tuhan, mengapa Tuhan tidak adil, kenapa teman-teman saya bisa melanjutkan ke sekolah SMA sedangkan saya tidak.

Akhirnya saya memutuskan untuk pergi ke Jakarta, tanpa modal dan tanpa bekal pengetahuan yang cukup, membuat saya akhirnya harus menjalani pekerjaan yang mungkin bagi sebagian orang merupakan pekerjaan yang dipandang sebelah mata. saat itu saya hidup di terminal menjadi pedagang kali lima, karena saya tidak punya modal, saya membantu orang solo untuk berjualan ketoprak dengan gaji hanya Rp 150 ribu per bulan, sejak saat itu kreativitas saya mulai tumbuh, naluri untuk bertahan hidup dan keluar dari ketidaknyamanan membuat saya berfikir keras bagaimana cara saya bisa berkembang, karena saya tidak mungkin menggantungkan masa degan saya dijalanan.

Singkat cerita 4 (empat) bulan kemudian saya sudah bisa berdiri sendiri dengan modal Rp 400 ribu, saya memiliki modal untuk bisa berjualan sendiri, bahkan beberapa bulan kemudian saya sudah bisa memperkerjakan beberapa teman untuk membantu saya berjualan. tahun 1999 saya putuskan untuk melanjutkan pendidikan ke banku SMA, tentunya dengan biaya sendiri yang sudah saya kumpulkan, dan sengaja saya mencari sekolah dengan jam masuk siang, tujuanya agar pagi hari saya bisa mempersiapkan semua barang dagangan sebelum saya berangkat ke sekolah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun