Mohon tunggu...
Mustyana Tya
Mustyana Tya Mohon Tunggu... Jurnalis - Penulis, jurnalis dan linguis

Seorang pejalan yang punya kesempatan dan cerita

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Gak Punya Tangan Kaki, Kok Kamu Bahagia?

24 Agustus 2024   20:13 Diperbarui: 25 Agustus 2024   07:56 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Selepas urusan penerima donasi Nurmiah selesai, kami bergerak menuju Pare-pare, tempat kelahiran B.J Habibie. Tak heran di mana-mana kental dengan sosok beliau mulai patung sampai nama tepat. Kota yang sempit tapi nyaman ini rasanya pantas menjadi tempat bapak bangsa tumbuh dan berkembang. Namun beberapa hal disayangkan, sampah di sini menumpuk, apalagi di masjid apung. Belum lagi pinggir pantai yang biasanya berupa sampai bekas makanan dan plastik, bikin sedih.

Dari Pare-pare kami bergeser ke kota Polewali Mandar yang sama seperti Pare-pare tidak mempunyai hotel besar dan hanya berupa hotel melati. Kota Polewali terasa lebih tak teratur namun ketika saya menuju rumah penerima donasi, Fitriani, saya malah menemukan fakta kalau kabupaten ini besar banget. Bahkan di antaranya berada di gunung dan bukit yang gersang hingga gak ada sinyal yang masuk. Rumah mereka pun jarang bertembok tapi hanya berupa papan dengan lantai tanah. Sungguh pekerjaan rumah pemerintah masih amat besar.

Dari Polewali Kota ke rumah Fitriani kita harus menempuh waktu lebih dari 1 jam dengan jalan mulus namun naik turun bukit. Tak sampai situ, rumah Fitriani nyatanya berada di dalam lagi dari jalan besar dengan kondisi tidak mulus dan berbatu yang membuat gak semua kendaraan bisa masuk. Makanya kami hanya mengandalkan sepeda motor masuk ke sana dan itu beberapa kali slip dan hampir tergelincir. Sungguh tak main-main perjuangannya menuju rumah Fitriani.

Sampai di desa Fitriani, kami langsung menuju rumahnya dengan membawa berbagai belanjaan, boneka sampai jepitan serba pink. Bocah 9 tahun ini malu malu menyambut kami dari bibir pintunya. Lalu setelah kami tunjukkan beragam mainan dan alat sekolah, senyumnya langsung merekah. Kami pun langsung menjadi teman saat itu juga. Tak ada yang disembunyikan Fitriani, termasuk tangannya yang tanpa telapak tangan, begitu juga kakinya yang tak bisa menapak. Semua tampak biasa, seperti menghadapi anak normal lainnya, dia juga begitu gesit mengambil dan berjalan.

dok pribadi
dok pribadi
Hingga kami ingatkan lagi bagaimana kondisi kaki palsu yang kami berikan. Fitriani langsung mengambil dan mempraktikkan dia memakai serta berjalan dengan kaki palsu walau tertatih-tatih. Beruntung, banyak tangan-tangan baik yang bersedia menggemgamnya dan sang bocah pun percaya pada kebaikan mereka. Saya tersenyum melihatnya. Sesekali saya ajak Fitriani selfie yang disambut dengan senyuman manis serta pose yang sedikit mengejutkan karena dia benar-benar terlihat tanpa beban.

Namun jauh di lubuk hati, saya begitu mengkhawatirkannya apakah dunia akan begitu jahat padanya nanti. Mungkin sekarang ini, dia mempunyai teman yang banyak, bahkan bisa bercanda ria selayaknya anak-anak lain. Tapi nanti...

dok pribadi
dok pribadi
Senyuman Fitriani yang tak berhenti membuat saya sedikit optimisi kalau dia akan melalui kehidupannya dengan baik. Walau tangan kami sudah tidak bisa lagi meraihnya. Saya banyak belajar dari tegarnya Fitriani. Bahwa sebagaimana pun dunia berlaku jahat padamu tak ada yang bisa memudarkan senyuman kalau kamu tidak mengizinkannya. Kunjungan Fitriani kali ini, kami berencana membuatkan wc baru untuknya yang lebih dekat. Kami dibantu kepala desa, babinsa dan lainnya untuk bersama-sama membangun. Tim saya juga disambut dan disuguhkan dengan banyak makanan, durian hingga kopi sungguh sambutan yang begitu menghangatkan hati.

Pulang dari rumah Fitriani pun, kami masih bercanda dan mampir untuk mengambil rambutan yang hidup di hutan. Sungguh kenangan dan pengalaman yang tak pernah saya lupa. Saat itu saya meyakini, jika kamu baik, dunia pun akan menjadi baik. Cerita lainnya lihat di sini. 


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun