Perbatasan adalah tempat yang selalu menarik bagi saya. Menurut saya pribadi, kisah-kisah di perbatasan dan pelosok Indonesia membuat saya jatuh cinta 1000 kali kepada Indonesia dari pada saya pergi ke tempat-tempat hedon. Sebabnya, tak lain karena banyak kehangatan, kedekatan dan senyuman di dalamnya sekaligus cerita sedih dan lucu yang membuat perasaan saya sukses campur aduk.
Kali ini saya dapat kesempatan mengunjungi  Entikong, Sanggau, Kalimantan Barat. Perjalanan ini sungguh sudah digas pol sedari awal. Gimana gak, mendarat di Pontianak kami sudah langsung berkendara ke Sanggau yang memakan waktu sekitar 4 jam dari Pontianak.Â
Saat itu perjalanan kami malam hari jadi kami bisa tidur meskipun degdegan karena kanan kiri tidak kelihatan apapun. Rasa was was ini pun akhirnya kalah dari rasa kantuk dan lelah yang sudah ditahan sedemikian rupa.
Di tengah perjalanan, kami juga singgah di kedai yang beda dari sekelilingnya penuh dengan lampu terang benderang. Rupanya ini adalah tempat para sopir singgah.Â
Makanan yang disajikan apa adanya dan tidak menimbulkan selera. Jadinya tetap pop mie pilihan saya daripada harus makan nasi warteg yang sudah didiamkan seharian. Kemudian kami sampai di satu hotel berlantai 3, namanya Grand Hotel Narita.
Kabupaten Sanggau tidak seperti bayangan saya, kota ini cukup ramai dengan banyak alfamart (tanda peradaban) ATM dan macam-macam hotel yang sekelas bintang 2 di Jakarta.Â
Jadi seperti saya sedang di kampung halaman. Hotel yang kami tempati diklaim hotel terbesar di tempat ini karena terdapat lift yang lebih banyak mati daripada hidupnya wkwkw dan paling penting gak ada layanan laundry.
Malam itu saya tidur dengan salah satu penyelenggara yang menggelar seminar pentingnya perbatasan dengan melibatkan tokoh masyarakat. Saya terlelap dengan cepat malam itu, walaupun teman sekamar saya gak bisa tidur dan sesekali saya mendengarnya mengobrol atau membuat kebisingan yang lain.Â
Ternyata besok paginya, dia bilang teman yang lain terkunci di kamar mandi dan mendengar hal-hal yang janggal. Waduh Masa! memang hotel ini tua dan tampak tak dipercaya untuk gak ada hantu-hantuan.
Besok paginya acara berlangsung sebagian waktu mendengarkan seminar, sebagian yang lain langsung meluncur ke lokasi, PLBN Entikong.Â
Ternyata dari pusat kota ke Entikong lumayan jauh juga sekitar 45 menit hingga 1 jam. Sampai di sana, tampak gagah PLBN yang digagas Pak Jokowi ini. Dia seolah berdiri menjadi pelindung sekaligus garda selamat datang bagi para WNI. Nampak kontras dengan sekelilingnya yang bahkan rumah bagus pun tak ada.