Setelah saya sightseeing sebentar di jembatan batu bacan, saya langsung geser ke masjid peninggalan kesultanan Bacan. Saya gak eksplorasi lebih lanjut jambatan fenomenal itu karena saya dan tim berbagi tugas untuk menelusuri isu-isu tertentu. Tapi tentu saja saya nggak mau melewatkan begitu saja dan tetap menyesap sedikit aja meski kadang malah curi-curi dengar.
Seperti yang saya lakukan ketika tiba di masjid kesultanan Bacan. Saya curi dengar saat teman saya sedang itvw ke marbot masjid. Sebenernya saya baru tahu lho ada nama kesultanan ini. Wajar kali ya karena letak kesultanan ini jauh dari ibu kota plus gak punya power kayak kesultanan lainnya tapi tetap saja sejarahnya eksotis banget.
Jadi juru kunci masjid ini mengatakan masjid ini sudah dibangun dengan bentuk unik sedemikian rupa sejak zaman Belanda. Bentuk atapnya bukan kubah tapi limas, hal menarik lainnya di sebelah masjid ini ada makam-makam keramat serta katanya ada tempat wudu yang juga dipercaya warga mendatangkan manfaat. Makanya warga-warga di sini sering mandi kalau punya hajat. Mereka juga melempar koin-koin.
Menariknya dari sejarah Kesultanan Bacan ini, kesannya mereka sangat kooperatif terhadap Belanda. Jadi saat Belanda datang, mereka malah menyewakan lahan karet buat dikelola Belanda. Trus udah gitu Kesultanan Bacan malah minta dibangunkan masjid. Ya, masjid ini. Karena udah dikasih angin, Belanda malah makin resek memonopoli macam-macam, utamanya soal hasil bumi. Tapi entah kenapa, kesultanan pun makin banyak mengadakan perjanjian. Perilaku kayak gini, malah saya anggap sangat kooperatif. Kemudian penjaga masjid itu mengatakan hubungan kesultanan dengan Belanda bukan penjajahan tapi kerja sama. Heh, aneh. Mungkin sultannya dulu merasa VOC menguntungkan dan mendatangkan uang.
Ada juga cerita Batu Bacan seberat 1,5 ton yang sebenernya ditemukan di Pulau Kasiruta lalu dibawa ke Bacan sebagai simbol kedigdayaan. Dulu katanya kalau batu bacan ini dijual , bisa sampai miliaran rupiah, nyatanya juga batu bacan ini justru dipamerkan di depan rumah sang sultan tanpa ada atap memayunginya. Oh iya ngomongin sultan, dimanakah dia berada? ternyata rumah tua ini tidak dihuni sultan melainkan para pembantunya. Di dalam rumah jadul ini banyak foto-foto sultan dari puluhan tahu lalu. Sang sultan terpilih ternyata malah memilih berdiam di Amerika karena bekerja di sana sebagai ahli IT. Lalu saya mikir lagi, mungkin sejak dulu para sultan sudah condong ke Barat daripada tinggal untuk membangun bangsa wkwkwk....
Nah, begitu lah kira-kira gambaran kesultanan Bacan, gimana menurutmu? cerita lainnya lihat di sini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H