Mohon tunggu...
Tyas
Tyas Mohon Tunggu... Lainnya - ---

Hai! akun ini untuk berbagi tulisan teman-teman di komunitas yang saya ikuti ;)

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Rencana Kenaikan Tarif Dasar Listrik Makin Membebankan Rakyat

15 Maret 2024   09:00 Diperbarui: 15 Maret 2024   09:07 47
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Di tengah mahalnya harga beras, tarif listrik tidak mengalami kenaikan. Tarif Listrik Januari-Maret dikabarkan tetap. Namun bagaimana dengan periode April dan selanjutnya. Hal ini dikarenakan penetapan tarif listrik ditentukan pertriwulan dan berdasarkan pertimbangan nilai tukar mata uang AS terhadap rupiah, Indonesian Cruid Prise, dan inflasi atau harga batu bara acuan.

Listrik adalah salah satu sumber energi yang dalam hal ini merupakan kebutuhan dasar masyarakat sebagaimana air. Listrik seharusnya diberikan dengan harga yang terjangkau atau bahkan gratis. Pengelolaannya oleh negara, sehingga negara berperan sebagai rain/pengatur kepentingan masyarakat. Sementara itu hari ini pengelolaan listrik diserahkan kepada pihak swasta. Dilansir dari IDX.channel.com dikatakan, PLN bekerjasama dengan sejumlah Perusahaan swasta sebagai penyuplai psokan Listrik nasional, dalam menyediaan pasokan Listrik negara. Misalnya PT Indonesia power, PT Pembangkit Jawa Bali, serta pembangkit Listrik independent/IPP. Dimana orientasi dari Perusahaan swasta tentu adalah keuntungan, bukan semata-mata pemerataan kepentingan masyarakat.

Naiknya tarif Listrik disaat harga pangan naik, jelas akan semakin memberikan beban kepada rakyat. Disamping hari ini banyak sekali PHK. Tercatat 63.806 orang ter-PHK sepanjang Januari-Desember 2023 (Bisnis.com). Melalui CNBC Indonesia, Asosiasi pengusaha Indonesia (APINDO) mengatakan tren PHK akan terus berlanjut sampai 2024 didorong berubahnya tren investasi dan digitalisasi.

Kehidupan rakyat makin sulit, apalagi dalam sistem kapitalisme rakyat dibiarkan berjuang sendirian karena negara tidak berperan sebagai ra’in. oleh karena itu, sekalipun ada subsidi yang dicanangkan pemerintah kepada masyarakat golongan tertentu misalnya Kartu Indonesia Miskin, hanya menjadi solusi sementara dan bersifat tambal sulam, namun tidak meningkatkan taraf hidup rakyat.

Hal ini berbeda keadaannya dengan negara yang dikelola sistem islam. Islam menetapkan negara menjadi ra’in yang akan menjamin kesejahteraan rakyat, dengan berbagai mekanisme sesuai dengan system ekonomi islam. Negara juga akan menjamin terpenuhinya energi melalui pengelolaan sumber daya alam secara mandiri. Dan hasilnya dikembalikan kepada rakyat. Berupa tersedianya fasilitas umum yang terjangkau bahkan gratis.

Semoga hadir kesadaran dari kita semua untuk dapat mengelola negara dengan sistem islam, agar tercipta negeri yang baldatun toyyibatun warobbun ghofur, aman dan mensejahterakan rakyatnya.

FENOMENA CALEG GAGAL, POTRET BURAM NEGERI INI.

Pasca pemilu, terdapat fenomena caleg yang gagal terpilih dan tim sukses yang kecewa. Di Cirebon, dua timses mengalami tekanan hebat dan mengambil kembali amplop yang sebelumnya dibagikan. (tvonenews.com). Beberapa diantaranya mengalami depresi dan melakukan terapi ke beberapa pesantren. Penarikan bantuan paving di Banyuwangi, perbuatan tidak terpuji seperti meledakan petasan di masjid setempat yang perolehan suaranya kecil, hingga adanya perbuatan menghilangkan nyawa sendiri dikarenakan caleg jagoannya kalah dalam pemilihan.

Kondisi tersebut menggambarkan lemahnya kondisi mental para caleg maupun tim suksesnya. Rata-rata mereka hanya siap menang dan tidak siap saat kalah. Fenomena ini menggambarkan adanya ketidaktulusan dalam pemberian bantuan. Hanya bersifat kapitalisasi dan keuntungan semata. Sebagai gantinya posisi kekuasaan menjadi posisi yang didambakan mengingat potensi keuntungan yang akan didapat. Suara rakyat dibeli dengan modal yang besar, sehingga kegagalan menjabat menimbulkan depresi akibat kerugian materiil. Kini pemilu hanya menjadi ajang transaksi, bukan semata-mata penyaringan pejabat yang layak secara kemampuan untuk mengemban amanah.

Islam sendiri memandang jabatan sebagai Amanah yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Banyak dari kalangan sahabat terdahulu yang enggan untuk menjabat saking beratnya memangku Amanah itu. Tersebutlah Abu Bakaar Ash Shidiq ketika diangkat menjadi khalifah berkata, “Wahai manusia! Aku telah diangkat menjadi untuk mengendalikan urusanmu. Padahal aku bukanlah orang yang terbaik diantaramu. Jika aku menjalankan tugasku dengan baik maka ikutilah aku, tetapi jika aku berbuat salah, maka luruskanlah.” Sebuah perkataan penuh rasa takut. Lalu Umar bin Khatab, salah satu pemimpin umat Islam yang mashur karena kesejahteraan Masyarakat tercapai pada masa kepemimpinannya berkata, “Cukup 1 orang saja diantara keturunanku yang akan menjabat di pemerintahan, yang lainnya jangan.” Saking beratnya amanah jabatan.

Selain itu, Islam juga menetapkan cara-cara yang ditempuh sesuai dengan hukum syara, tidak boleh ada kecurangan apalagi membeli suara. Dalam Islam, pemilu adalah uslub untuk mencari pemimpin, atau majelis umah. Dengan mekanisme sederhana, praktis, tidak berbiaya tinggi dan penuh dengan kejujuran. Tanpa tipuan apalagi janji-janji. Para calonpun harus memiliki kepribadian Islam, dan hanya mengharap keridhoan Allah semata. Sehingga, tidak akan sampai melakukan tindakan yang keluar norma dan meresahkan masyarakat akibat depresi saat tidak terpilih.

(Teh Wiwin, Komunitas Muslimah Rindu Surga, Coblong-Bandung)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun