Mohon tunggu...
Nur Septi Puji Lestari
Nur Septi Puji Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Hasil tidak akan menghianati usaha

Siapa yang mau bersungguh-sungguh pasti akan sampai:)

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Analisis Undang-Undang Perkawinan Teori dan Praktik di Masyarakat

19 Desember 2021   10:05 Diperbarui: 19 Desember 2021   10:17 189
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Ditulis oleh Nur Septi Puji Lestari (S20191009) sebagai pemenuhan Tugas UAS Mata Kuliah Politik Hukum Islam di Indonesia, Dosen Pengampu Bapak Basuki Kurniawan, S.H.,M.H.

 (Analisis UU Perkawinan secara Praktik dan Teori)

Sudahkah serasi UU tentang perkawinan dengan praktek masyarakat masa kini??

Sebelum kita lebih jauh membahas mengenai bagaimana praktik masyarakat dalam menjadikan Undang-Undang sebagai aturan yang sudah semestinya ditaati, ada baiknya apabila kita mengetahui dahulu apa itu perkawinan.

Pengertian perkawinan menurut wikipedia adalah hubungan permanen antara laki-laki dan perempuan yang diakui sah oleh masyarakat yang bersangkutan yang berdasarkan atas peraturan perkawinan yang berlaku. Pengertian perkawinan juga sudah tertera dalam Undang-Undang no 1 tahun 1974 tentang perkawinan. Bahwa perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Untuk mencapai kebahagian ketentraman dalam rumah tangga sangat diperlukan kesiapan lahir batin, baik dalam hal berpikir, bertindak dan lainnya. Salah satu wujud kesiapan untuk melaksanakan perkawinan bisa dilihat dari usia orang tersebut.

Lantas bagaimana dengan masyarakat saat ini yang usianya masih jauh dibawah minimal diperbolehkannya menikah sudah melaksanakan perkawinan? Tidakkah sangat bertolak belakang dengan yang tertera pada Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yang dimana menyatakan bahwa perkawinan hanya diizinkan apabila pihak pria mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai usia 16 (enam belas) tahun.

Meskipun untuk saat ini mulai dari tahun 2019 sudah dilakukan perubahan tentang batas usia perkawinan yaitu pihak pria dan juga wanita sama-sama berusia 19 tahun (Undang-Undang no 16 tahun 2019), tetapi masih banyak masyarakat yang masih dapat melakukan perkawinan di bawah usia 19 tahun karena didalam Undang-Undang juga sudah tertera mengenai pengajuan dispensasi kawin (Undang-Undang no 16  tahun 2019 pasal 7 ayat 2).

Jadi menurut saya tentang teori dan praktik tentang Undang-Undang perkawinan baik sebelum dilakukan perubahan maupun setelah dilakukan perubahan masih jauh dari kata efektif, karena awal diadakan perubahan bertujuan agar dapat mengurangi potensi pernikahan dini agar dapat tercipta perkawinan yang sehat dan sejahtera. Namun realitanya malah semakin melonjak data pengajuan dispensasi kawin dan hal ini tidak menutup kemungkinan menjadi salah satu faktor meningkatnya perceraian. Untuk itu diperlukan kerjasama antar semua pihak baik dari orang tua, anak, pihak pengadilan, dan sebagainya agar bisa sama-sama saling menjaga kesejahteraan hidup.

Sekian terimakasih:)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun