Seperti yang kita tahu akhir-akhir ini sedang viral video lagu anak yang ditranslate ke Bahasa Indonesia dan disiarkan di Youtube. Di video tersebut diperlihatkan kalau si anak sedang bermain di taman bermain ditemani dua laki-laki yang disebut sebagai papa dan ayahnya. Saya juga sempat lihat di salah satu postingan instagram, bergambar serupa dengan video tadi, yaitu  Seorang anak bermain di taman bermain ditemani dua laki-laki dewasa.
Memang ada alasan tertentu di dalam konten-konten tersebut alasan utamanya adalah pengenalan keberagaman dan inklusivitas. Saya setuju LGBT merupakan keberagaman, perbedaan yang harus dihormati, even seorang anak pun tidak boleh merundung pelaku LGBT. Lalu kalau begitu di mana letak masalahnya?
Seorang anak selalu diibaratkan sebagai kertas putih polos, yang sebaiknya diisi dengan hal-hal yang baik agar ketika dia dewasa, mereka tumbuh menjadi pribadi yang sesuai atau sejalan dengan norma social, norma agama, adat istiadat dan norma lain yang berlaku di masyarakat. Indonesia sendiri menjunjung  tinggi norma-norma tersebut.Â
Kalau saya ditanya apakah pemahaman atau keberadaan LGBT sesuai dengan hal tersebut? Jawaban saya tidak. Kita mengenal jenis kelamin dua macam, laki-laki dan perempuan. Hewan pun hanya punya dua jenis tersebut, Jantan dan betina. Orang tua pun begitu hanya ada ayah-ibu, papa-mama, ayah-bunda.
Sebagai orang tua dan pendidik, kita harus bisa menjelaskan hal tersebut kepada anak-anak. LGBT adalah pemahaman yang menyimpang, bukan untuk dibully, dihina atau didiskriminasi. Mereka seharusnya ditemani dan dijelaskan dengan pelan-pelan, diluruskan lagi pemahaman dan pengenalan diri sendiri. LGBT bukanlah hal yang wajar. Menurut saya itulah yang harus kita tanamkan kepada anak-anak.
Di postingan IG yang saya lihat itu, pemilik akunnya adalah seorang ibu, dia menjelaskan ke anaknya kalau yang menemani anak itu bermain adalah paman-pamannya bukan ayah dan papa.Â
Di video pun bisa juga diterapkan. Misalnya di keluarga saya, keponakan saya dibiasakan memanggil ayahnya dengan sebutan papa dan memanggil suami saya dengan sebutan ayah. Kita bisa jelaskan juga seperti itu. Kembali lagi kepada peran orang tua dan pendidik yang harus lebih ketat dan tegas lagi dalam menyeleksi yang baik untuk anak-anak kita.
Semoga anak-anak kita bisa tumbuh bahagia dan menjadi pribadi yang sesuai dengan norma agama. Semangat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H