Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Tasikmalaya pada Pilkada Serentak tahun 2020 masih menyisakan sengketa. Setidaknya, itu bisa dilihat dari proses gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) yang belum juga kelar. Peliknya sengketa pilkada Tasikmalaya, merupakan miniatur dari politik di berbagai daerah di Indonesia. Apalagi, ketika membaca prediksi politik di 2024 mendatang.
Dalam tulisan ini, kita akan coba urai satu per satu benang kusut sengketa politik di Tasikmalaya yang terkenal sebagai kota santri itu. Berbagai informasi yang disajikan dalam tulisan ini merupakan hasil penuturan berbagai aktor tim sukses para paslon, yang kami kembangkan dengan berbagai data sekunder fakta data politik di Indonesia, khususnya di Kabupaten Tasikmalaya (Tasik).
Memulai cerita politik Tasik ini, tidak bisa dilepaskan dari keberadaan basis parpol Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Orang nomer satu di PPP Tasik adalah UU Ruzhanul Ulum selaku Bupati Tasik periode 2011-2020, namun ia mengundurkan diri di tahun 2018 karena melenggang menjadi Wakil Gubernur Jawa Barat.
Setelah UU ke Gedung Sate, kedudukan Bupati dilengserkan kepada Ade Sugianto, Wakil Bupati UU yang berasal dari partai PDI-Perjuangan. Ini bukan hal baru, koalisi PPP dan PDI-Perjuangan memang mengemuka di Tasik setelah Joko Widodo selaku Walikota Solo melenggang ke pentas politik Ibu Kota selaku Gubernur. Kala itu, bahkan sudah digadang-gadang Jokowi bakal jadi presiden pengganti SBY.
Yang menjadi hal baru dalam hal ini, setelah UU melepas Tasik, PDI-Perjuangan sebagai partai nasionalis mulai mendominasi kota santri. Meski demikian, PPP tetap berusaha menjaga pengaruh dalam percaturan politik Tasik.
Mengapa ini menarik? Tasikmalaya merupakan daerah yang dikenal dengan basis ke-Islaman di Jawa Barat sejak dalam pengaruh Kerajaan Mataram, dibawah Raden Tubagus Abas Wilagasomantri.Â
Poros keislaman ini pun tercatat dalam sejarah, Tasikmalaya merupakan basis DI/TII pimpinan Kartosuwiryo yang menginginkan pemisahan diri dari NKRI tatkala Republik masih seumur jagung.
Pada era Orde Baru, demografi politik Tasikmalaya dikenal sebagai salah satu basis pemilih Islam terbesar di Indonesia yang memilih partai Pak Harto, Golkar.
Tatkala Soeharto tumbang, basis politik Tasik kembali ke pangkuan PPP, padahal pada era Orba PPP merupakan 'Partai Gurem' alias partai yang pemilihnya kecil.Â
Orang bilang, PPP hanya tim hore agar politik Indonesia kala itu terasa demokratis. Apa yang dilakukan PPP menyambut peluang reformasi? Mereka merubah citra, dari partai gurem menjadi partai yang memiliki basis pemilih Muslim. Bahkan, di tingkat nasional PPP sempat menjadi mitra koalisi PDI-Perjuangan yang ditandai dengan Hamzah Haz sebagai wakil presiden Megawati.
Betapa hebat bukan PPP pasca reformasi? Di Tasik, PPP juga pecah telur pada tahun 2001, mengusung Tatang Farhanul Hakim sebagai Bupati Tasik selama dua periode hingga tahun 2011. Kala itu, Tatang juga sekaligus menjabat ketua PPP Tasik. Lewat kepemimpinan Tatang, PPP di Tasik dikelola dengan bermanis budi terhadap Nahdlatul Ulama (NU).