Mohon tunggu...
txsas .
txsas . Mohon Tunggu... -

txsas=texsas salah satu kota tersibuk di Amerika. Di sini txsas merupakan samaran seseorang penggemar kompasiana yang senang menulis dan sedang belajar menulis apa saja yang bermanfaat. Mengkritisi berbagai kebijakan yang tidak "berpihak" kepada publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Perlukan Antasari di Kasihani?

12 Februari 2010   13:13 Diperbarui: 26 Juni 2015   17:57 159
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Kemarin petang, Antasari Azhar dijatuhi vonis 18 tahun Penjara. Saya, kita, akademisi, praktisi serta para ahli hukum serta jutaan masyarakat di berbagai daerah ditanah air melihat anti klimak dari sebuah perjalanan panjang kasus Antasari. Ibarat sebuah rel kereta, seharusnya lokomotif bergerak dan berjalan mengikuti lika-liku rel yang menjadi pedoman lokomotif sehingga sesuai perhitungan bisa ditebak bahwa pada akhirnya lokomotif itu akan berhenti di stasiun tujuannya.

Akan tetapi dalam kasus Antasari berbeda. Sejak empat bulan persidangan masyarakat telah disuguhakan fakta-fakta persidangan, dimana masing-masing orang bisa melihat dan berkesimpulan muara dari putusan apa yang akan diambil hakim. Sebagian besar menduga Antasari dibebaskan. Kesimpulan itu tentu saja dari bukti-bukti yang terpapar di Pengadilan Negeri Jakarta, tempat terdakwa duduk menjadi pesakitan.

Tetapi Kenyataan berbeda. Putusan 18 tahun yang ditimpakan hakim membuat pengunjung sidang mencibir dan berteriak huuu....huuuuu kepada hakim dan jaksa, seusai membacakan putusannya. Putusan ini memang menohok dan merobek rasa keadilan. Di tengah masyarakat muncul kontroversil berkepanjangan. Dunia hukum kita bagai lembaran opini. Padahal hukum rujukannya jelas, dari sudut apapun kita membacanya.

Kalau kita berpikir secara ekstrim putusan 10-18 tahun atau hukuman mati sekalipun yang ditimpakan hakim kepada Antasari sebagaimana tuntutan JPU. Kalau melihat hasil akhir persidangan yang dipimpin ketua PN Heri Suwarno mestinya tidak perlu berlarut sampai empat bulan. Dengan tiga atau lima kali bersidang hakim tentu dapat menjatuhkan vonisnya. Di samping kesaksian ahli seperti dr. Mu'in Idris, Ruby Alamsyah, termasuk juga kesaksian terdakwa wiliardi dan istrinya, Novarina, Sigit HW  dan lain-lain tidak diperlukan.

Begitu juga halnya dengan sederet pengacara senior yang menjadi pendamping Antasar tidak ada gunanya. Jerih payah mereka menyusun duplik dan replik hampir 1000 halaman yang menguras otak dan energi sehingga tampak terkantuk-kantuk pada saat hakim membacakan kesimpulan tampaknya goodby saja. Hakim hanya memerlukan BAP jaksa, kemudian merubah tuntutan jaksa dari hukumn mati menjadi 18 tahun kurungan.

Putusan hakim kemarin sama seperti JPU yang tidak mau memperkuat bukti-bukti tuntutannya kepada Antasari, kecuali mengambil semua bahan-bahan dari penyidik Polri lalu menyuguhkannya bulat-bulat ke pengadilan. Ibarat makan buah rambutan, hakim pun menelan apa adanya tanpa mengupas kulit dan mengeluarkan biji. Tanpa disadari cara ini bisa saja menimbulkan penyakit bagi penegakkan hukum dinegeri ini.

semua kecewa.

Kecuali meninggalkan rasa kecewa kepada Antasari, keluarga dan pengacaranya, putusan PN Jakarta Selatan kemarin, juga sangat memukul rasa keadilan lima eksekutor yang telah divonis sebelumnya. Terlepas mereka benar bersalah atau tidak, karena kesaksian mereka dipengadilan juga tidak menjadi pertimbangan hakim. Edo, satu diantara mereka mempertanyakan, bagaimana mungkin ke empat yang diputus bersalah kemarin hukumannya hampir sama, bahkan ada yang lebih rendah dari mereka?

Jeri Hermawan lo, penghubung antara Wiliardi dan eksekutor misalnya, hanya mendapat ganjaran lima tahun. Wiliardi mantan Kapolres Jaksel sendiri 12 tahun, Pengusaha media, Sigit HW 15. Hukuman yang dikenakan kepada Sigit, penyandang dana dalam kasus ini sama berat dengan Edo. Seharusnya tentu di luar tenaga pelaksana, apabila terbukti, mulai dari Jeri hingga Antasari hukuman yang ditimpakan kepada mereka paling sedikit 2x lebih besar.

Antasari, meski lebih besar hukumannya, karena dianggap aktor intelektual, rupanya tidak pula membuat keluarga Andi Syamsudin, adik kandung korban Nasrudin Zulkarnain puas. 18 tahun bagi Andi tidak sebanding dengan nyawa keluarga yang tak ternilai. Yang paling membuat dia kecewa adalah sikap JPU yang pikir-pikir mengajukan banding, disamping itu tekad Antasari Azhar dan pengacara untuk selekasnya banding sekaligus melaporkan Rani Yuliani, istri ke tiga korban.

Tampaknya kasus ini akan terus menyita perhatian berbagai lapisan publik beberapa saat ke depan. Setelah mendengan putusan 18 tahun untuk Antasari kemarin, di tengah masyarakat terdengar celetukan,  "Kasihan ya, Antasari!" Pertanyaannya perlukan Antasari di Kasihani? Antasari tak perlu dikasihani, kita hanya prihatin atas apa-apa yang ditimpakan kepadanya oleh aparat hukum yang tidak bertanggung jawab. sehingga hukum tidak lagi menjadi panglima, melainkan dihancurkan menjadi pelindung kepentingan untuk memenangkan pertarungan.

Dan sekarang pertarungan itu tengah dan sedang terjadi!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun