Mohon tunggu...
Theresia Suganda
Theresia Suganda Mohon Tunggu... -

Pekerja di industri digital marketing (yukcoba.in, think.web.id). Penulis di blog (twiras.net) dan di jurnal harian. Mengamati dunia dari pojok kedai kopi.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Ke Sana Kemiri

26 Januari 2010   08:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   18:15 583
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Semalam saya dan teman-teman menyempatkan diri menyambangi satu tempat makan yang belakangan terdengar lantang gembar-gembornya: Kemiri, di Pejaten Village lantai 3. Rupanya Kemiri lebih menyerupai food court; dengan iring-iringan belasan vendor makanan dan minuman, barisan meja dan kursi, dan jajaran kasir yang menanti tebusan atas santapan. Memasuki area, kami langsung disambut ramah oleh para pelayan (atau penerima tamu kah?) berseragam batik.  Layaknya restoran pada umumnya, para penyambut tamu ini menanyakan jumlah orang yang akan bersantap; bedanya, mereka juga memberikan kartu magnetik sesuai nomor meja untuk masing-masing orang.  Kartu ini digunakan untuk 'mencatat' pesanan kita, sekaligus menyimpan data transaksi untuk dicetak pada saat pembayaran.  Sepertinya inilah yang membedakan Kemiri dari tempat makan lainnya; dengan transaksi terkomputerisasi. Lebih jauh ke dalam, Kemiri terlihat apik dan menarik dengan desain interior bernuansa entik; lengkap dengan lampu antik dan sangkar burung kosong yang menjuntai dari langit-langit, gerobak, bakul dan sepeta ontel yang bersandar di sembarang tempat, layang-layang yang tersangkut di pepohonan, dan foto hitam-putih menggambarkan Indonesia tempoe doeloe yang digantung di dinding.  Suasana tradisional semakin terasa dengan alunan lagu-lagu daerah dalam harmoni alat musik angklung. Konsisten dengan pemilihan namanya - yang tak lain adalah bumbu masak yang digunakan hampir pada setiap jenis masakan Indonesia - Kemiri menyajikan variasi pilihan santapan nusantara; baik itu makanan, minuman, hingga hidangan pembuka, diantaranya - yang kami cicipi semalam - soto lamongan, soto balungan, ketupat sayur Magelang, sate kambing, colenak, es kelapa muda, jus buah dan bir pletok. [caption id="attachment_61397" align="alignnone" width="150" caption="sate kambing nan empuk gurih"][/caption] [caption id="attachment_61398" align="alignnone" width="150" caption="cocolan enak dan es kelapa muda"][/caption] [caption id="attachment_61400" align="alignnone" width="150" caption="awas, bir ini pletak pletok"][/caption] *pssttt.. terlanjur lapar, menu yang lain tidak sempat kami foto ^^ [caption id="attachment_61401" align="alignnone" width="150" caption="transaksi terkomputerisasi"][/caption] Bicara rasa, bicara harga.  Makanan, minuman dan camilan di Kemiri dibanderol dengan harga tergolong mahal; tidak sebanding dengan rasa yang disajikan - belum mampu mengundang decak "maknyus", "ajiibbb" atau "asli enak" dari lidah kami.  Satu porsi makanan utama dan minuman dihargai sekitar Rp50.000.  Bicara rasa, bicara selera.  Variasi pilihan santapan di Kemiri masih terbatas pada menu khas daerah-daerah di Jawa; kami belum menemukan menu unik dan enak ala Sumatra, Sulawesi atau Papua. Namun, Kemiri boleh menjadi alternatif wisata kuliner yang layak dicoba; paling tidak, Kemiri memanjakan para pengunjung dengan balutan suasana entik tradisional dan pelayanan yang baik. *pssttt (lagi).. hanya foto-foto di atas yang berhasil saya 'selamatkan', sebelum terkena teguran 'dilarang memotret' ^^

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun