bank indonesia sebagai bank sentral memiliki peran strategis dalam menjaga stabilitas keuangan nasional. tanggung jawab ini mencakup pengendalian inflasi, menjaga stabilitas nilai tukar, dan mengawasi sistem perbankan serta sistem pembayaran. bi memainkan peran vital dalam menghadapi berbagai tantangan ekonomi global dan domestik yang terus berkembang. kebijakan-kebijakan yang diterapkan oleh bi dirancang untuk mengurangi risiko sistemik yang dapat mengguncang perekonomian dan mencegah terjadinya krisis keuangan.
dalam artikel ini, kita akan membahas lebih mendalam mengenai berbagai peran bank indonesia, tantangan yang dihadapi, serta bagaimana bi dapat berperan sebagai pengawal utama stabilitas ekonomi indonesia.
sesuai dengan undang-undang no. 23 tahun 1999 yang telah diubah menjadi uu no. 6 tahun 2009, bank indonesia memiliki tiga tugas utama, yaitu menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran, serta menjaga stabilitas sistem keuangan.
kebijakan moneter adalah kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan jumlah uang beredar dan suku bunga untuk mencapai sasaran ekonomi makro, seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nilai tukar. dalam hal ini, bank indonesia menggunakan instrumen-instrumen seperti suku bunga acuan (bi rate/bi 7-day reverse repo rate), operasi pasar terbuka, dan cadangan wajib minimum (reserve requirement).
stabilitas moneter, khususnya inflasi yang terkendali, sangat penting karena inflasi yang tinggi dapat menggerus daya beli masyarakat, sementara inflasi yang terlalu rendah menandakan lemahnya permintaan dalam perekonomian. salah satu misi utama bi adalah menjaga inflasi pada tingkat yang sesuai dengan target yang ditetapkan pemerintah. dengan inflasi yang stabil, kepercayaan investor terhadap perekonomian nasional akan meningkat, sehingga mendukung pertumbuhan ekonomi jangka panjang.
stabilitas nilai tukar adalah elemen penting dari stabilitas keuangan karena fluktuasi nilai tukar yang berlebihan dapat menciptakan ketidakpastian di sektor riil dan sektor keuangan. rupiah yang terlalu lemah dapat memicu lonjakan biaya impor dan inflasi, sementara penguatan rupiah yang berlebihan dapat merugikan sektor ekspor. oleh karena itu, bank indonesia aktif melakukan intervensi di pasar valuta asing jika diperlukan untuk memastikan stabilitas nilai tukar tetap terjaga.
dalam menjaga stabilitas nilai tukar, bi juga perlu mengelola cadangan devisa dengan hati-hati. cadangan devisa ini digunakan sebagai "bantalan" untuk menstabilkan nilai tukar rupiah, terutama ketika terjadi tekanan dari luar, seperti penurunan harga komoditas atau ketidakpastian pasar global.
salah satu komponen kunci dari sistem keuangan yang stabil adalah perbankan yang sehat. bank indonesia memiliki tanggung jawab besar dalam mengawasi perbankan melalui penerapan kebijakan makroprudensial yang bertujuan untuk mencegah terjadinya risiko sistemik dalam sektor keuangan. risiko sistemik muncul ketika masalah di satu atau beberapa bank dapat menyebar ke seluruh sistem keuangan, yang pada akhirnya dapat berdampak pada perekonomian secara keseluruhan.
untuk mencegah hal tersebut, bi mengatur berbagai persyaratan seperti kecukupan modal (capital adequacy ratio), pengelolaan likuiditas, dan penerapan manajemen risiko yang ketat. selain itu, bi juga memperhatikan perkembangan teknologi finansial (fintech) yang berkembang pesat, dengan tujuan memastikan bahwa inovasi-inovasi tersebut tidak menimbulkan risiko baru bagi stabilitas sistem keuangan.
krisis keuangan, baik yang bersifat domestik maupun global, sering kali memiliki dampak yang sangat merusak terhadap perekonomian. contoh nyata adalah krisis moneter asia tahun 1997 dan krisis keuangan global 2008, di mana ketidakstabilan sektor keuangan menyebabkan terjadinya guncangan besar di berbagai negara, termasuk indonesia. mengingat pengalaman ini, bank indonesia berperan sebagai benteng pertama dalam mencegah terjadinya krisis serupa di masa depan.
salah satu pendekatan utama yang dilakukan oleh bi adalah penerapan kebijakan makroprudensial, yaitu kebijakan yang dirancang untuk mengawasi keseluruhan stabilitas sistem keuangan, bukan hanya kesehatan individual bank. hal ini berbeda dengan kebijakan mikroprudensial yang hanya berfokus pada institusi keuangan satu per satu. kebijakan makroprudensial mencakup pengawasan terhadap ketergantungan perbankan pada pembiayaan eksternal, pengelolaan eksposur terhadap aset-aset berisiko, serta pencegahan gelembung harga aset (asset bubble) yang berpotensi membahayakan stabilitas keuangan.