Pemalsuan surat tes antigen kali ini terjadi di Kabupaten Mojokerto oleh dalang berinisial BDW usia 26 tahun.
Pelaku berinisial BDW merupakan salah satu pegawai honorer Puskesmas Pungging yang ditempatkan sebagai penerima pasien di loket pendaftaran. Kasus ini dilancarkan sejak akhir Januari hingga pertengahan April 2021, pelaku sudah memalsukan lembar surat sebanyak 11 surat dan menjualnya sebanyak dua kali, serta meraup keuntungan sebesar Rp 1.150.000. Menurut keterangan pelaku, ia nekat melakukan aksi haram tersebut karena ingin mendapat biaya tambahan untuk kebutuhan hidup dan rencana pernikahannya di bulan Juni. Aksi itu ia lancarkan sendirian saat jam pulang kerja dan kondisi gedung puskesmas yang sudah sepi, dia memalsukan suratnya di ruang Poli Umum, dengan mengetik ulang di kolom parameter nya.
Pegawai puskesmas  yang memalsukan surat tes antigen melanggar berbagai prinsip etika penting, terutama terkait dengan pelayanan publik dan kepercayaan masyarakat. Pegawai puskesmas diharapkan bertindak jujur, adil, dan profesional ketika bekerja. Pemalsuan surat tes antigen merupakan pelanggaran yang dapat merusak nama baik pegawai dan institusi yang mereka wakili.Â
Jika seorang pegawai puskesmas  yang melakukan pemalsuan surat antigen adalah seorang profesional kesehatan, mereka melanggar kode etik profesi kesehatan, seperti kode etik dokter atau laboran medis.Â
Sebagai pelayan publik, pegawai puskesmas memiliki kewajiban moral untuk bertindak demi kepentingan negara dan masyarakat, termasuk menghormati pasien dan kejujuran dalam menangani data dan informasi kesehatan. Pemalsuan surat antigen dapat berdampak negatif pada penanggulangan penyakit dan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan, serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dan sistem pelayanan kesehatan.
Atas perbuatannya dalam kasus pemalsuan surat pernyataan bebas COVID-19, pelaku dijerat Pasal 263 Ayat 1 KUHP tentang pemalsuan surat.Â
Membuat surat-surat palsu atau memalsukan surat-surat dengan tujuan dipergunakan sebagai isinya atau memberi perintah kepada orang lain yang dapat menimbulkan pelepasan hak, kewajiban atau utang-utang, atau yang dimaksudkan sebagai alat bukti dalam bentuk apapun; Barangsiapa mempergunakannya akan diperas untuk percaya bahwa itu benar dan bukan palsu. Hal ini dapat mengakibatkan kerugian akibat pemalsuan dokumen yang dapat diancam hukuman hingga enam tahun penjara.
Sedangkan pasien yang mengajukan permohonan  Surat pernyataan bebas COVID-19 yang dengan sengaja tidak pernah dilakukan tes antigen oleh  juga akan dituntut berdasarkan Pasal 263 Ayat 2 KUHP yang berbunyi “Hukuman pidana serupa akan dikenakan pada orang yang  dengan sengaja menggunakan surat palsu atau diubah,  hal ini untuk memberikan kesan bahwa surat tersebut asli, padahal penggunaannya dapat menimbulkan kerugian".Â
Hal ini dapat dibenarkan karena sertifikat COVID-19, palsu menimbulkan ancaman bagi masyarakat secara keseluruhan dan memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan. Konkretnya bisa menjadi contoh  bagi masyarakat untuk tidak melakukan pelanggaran hukum  serupa.
Berita disusun oleh Kelompok 1 Gizi 2022 C2: