Mohon tunggu...
Tu Yuda
Tu Yuda Mohon Tunggu... Petani - Belajar adalah sebuah proses perjalanan

ijinkan saya untuk belajar dan jangan lupa dipandu demi kebaikan bersama

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Cerita Lain di Balik Padi yang Selalu Merunduk

31 Maret 2022   08:29 Diperbarui: 31 Maret 2022   08:36 1060
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi dok. Pribadi

Cerita lain dibalik padi yang selalu merunduk
Peribahasa padi makin tua makin berisi memang benar,sangat mulia jika di terapkan dalam kehidupan sosial. Sebab merunduk di luskiskan sebagai sebuah sikap kita untuk tetap rendah hati kepada oranglain. Namun jika di bawa pada suasana kerja, ada baiknya dirubah , sebab pola itu tak bisa dihadapi dengan hanya terus merunduk dalam arti sebenarnya yakni mengalah.


Dalam kondisi tuntutan pekerjaan , kita perlu menunjukkan kemampuan kita. Bukan soal sombong, angkuh, tetapi tentang kemampuan yang sesuai dengan kenyataan, penerapan profesional itu penting sebagai bekal ditengah persaingan dunia kerja saat ini.


Untuk mengembangkan diri dan bisa bersaing dalam dunia kerja, tentunya kita dituntut perlu memiliki skill yang mumpuni. Apabila kita sudah memilikinya tentu harus bisa juga digunakan semestinya. Dengan gambaran semacam ini, sepertinya filosofi padi mungkin lebih cocok kita gali dari sisi yang lain demi kebermanfaatan baru dalam hidup.


Memandang bulir- bulir padi, kita dapat menangkap sebuah pembelajaran tentang bagaimana kita bisa  berbagai ilmu sesuai dengan porsinya. Bila kita perhatikan seksama, bulir- bulir padi seolah merata ukurannya, isinya, begitu juga hasilnya, sebagai beras.

Pembelajaran itu, sama halnya dengan, bagaimana kita membagikan sebuah informasi, pengetahuan atau pembelajaran soal peningkatan diri, kepada orang lain.

 Cukupkan sesuai dengan yang kita ketahui saja. Hindarkan diri dari membicarakan sesuatu yang belum benar-benar kita ketahui.
Di era teknologi yang semakin maju, khususnya penggunaan media sosial kita bisa mengadopsi filosofi padi dalam menjaga sopan santun ber sosial media. Mengapa demikian, seperti yang sudah kita ketahui, dalam media sosial yang begitu luas jejaringnya, ada beragam informasi baik berupa berita yang sering kita jumpai dibagikan lewat sosial media.


Situasi tersebut, sebenarnya mengingatkan kita untuk tidak terburu-buru menanggapi hal tersebut. Untuk itu, sangat ditekankan agar semestinya informasi itu dipahami lebih dulu. Termasuk saat memberi komentar, sebaiknya dipertimbangkan.


Bersikap bijak pada situasi itu sangat penting, karena bisa saja hanya dengan satu komentar kita justru merubah kondisi dan situasi yang tidak kita ketahui secara langsung. Sehingga berdampak pada hal- hal yang merugikan orang lain.


Memperhatikan tumbuhan padi dari batang sampai ujungnya, ada sesuatu yang terselip diantara bagian- bagian itu, yang pastinya sesuatu tentang makna hidup, coba kita ulas bersama satu per satu.

Pada prinsipnya batang padi mengingatkan kita tentang proses perjalanan layaknya generasi muda menuju ke arah usia menua. Dimana segala pengalaman sepertinya akan dilewati sebelum akhirnya mampu menghasilkan nilai- nilai pembelajaran dalam hidup yang akan dibagikan kepada generasi selanjutnya.


Seiring waktu, ketika telah mencapai usai yang cukup maka padi akan berubah dari hijau menuju kuning dan siap untuk di panen, ini melambangkan kematangan manusia, sebagai contoh ketika seseorang mendapat beka berupa ilmu, entah dari orang tua, belajar di sekolah serta  lingkungannya bergaul, tentu hal ini akan memberi dampak soal kesiapan seseorang untuk lebih produktif.


Terakhir, ketika fase dimana padi siap untuk dipetik atau di panen, saya melihat hal itu seperti gambaran karakter seseorang yang sudah menyentuh kepada manfaat. Setiap orang yang telah tumbuh dewasa serta dengan ilmu pengetahuan yang cukup, setidaknya ia akan memberikan manfaatnya kepada orang lain dan lingkungannya.


Padi yang siap panen, tidak hanya karena tentang usianya yang mencapai waktu panen, tapi ini menggambarkan seperti apa seseorang dapat dikatakan telah matang secara perilaku maupun  emosional nya, setidaknya dia dapat berperan atau memberikan nilai  positif untuk ke tingkat lebih tinggi yaitu bermasyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun