Suatu hari di padang rumput. Hiduplah seekor rusa jantan yang berkulit kelabu. Tidak seperti rusa lain, ia adalah rusa istimewa bermata biru. Siapapun yang memandangnya pasti terkagum-kagum.
Pada suatu malam, rusa bermata biru mengunjungi pohon tua. Ialah adalah pohon eks besar yang berdiri di tengah-tengah hutan. Sebelumnya si rusa merasa nyaman dengan perjalanannya—sampai ia melihat sesuatu yang gemerisik di belakang ilalang. Rusa itu tampak kalut dan mempercepat langkahnya menuju pohon tua.
Setelah sampai di pohon tua, entah mengapa suara gemerisik itu semakin jelas. Dada si rusa naik turun berlonjakan. Ia tak pernah melihat siapapun sebelumnya di sekitar pohon itu, lalu apa itu?
Lalu dengan perlahan seekor singa pemburu dengan dua kawannya yang lain keluar dari ilalang. Si rusa itu panik, ia tak tahu harus lari kemana karena seluruh jalannya telah terkepung
Lalu singa pertama maju, ia seekor betina ditandai dengan tidak ada rambut di kepala. Singa itu mengaum untuk sekedar menunjukan kuasanya. Diikuti oleh auman singa ke dua dan singa ke tiga.
Si rusa kelihatannya sudah mati kaku. Ukurannya mendadak ciut seperti siput. Kakinya bergemetar, seakan tak kuat lagi menahan beban tubuh.
Si singa betina kembali maju, ia memamerkan kuku-kuku tajam yang di cat hitam. Dan detik berikutnya kuku-kuku itu sudah terbenam di tubuh sang rusa. Sang rusa menjerit, tapi ia tahu jeritannya tak akan berarti apa-apa. Malah mungkin jeritannya akan menambah kesenangan bagi si singa.
Mata birunya bercahaya diantara keremangan malam. Dan mungkin ini menjadi terakhir kalinya ia melihat dunia. Melihat si singa sedang merobek tubuhnya. Tapi singa itu malah termenung dan menatap matanya. Mungkin si singa baru pertama kali melihat rusa bermata biru seperti dirinya. Entah. Namun cengkraman kuku singa itu semakin lama semakin mengendur. Lalu singa itupun mundur. Dan berbicara kepada ke dua temannya.
“Jangan makan dia,” kata singa itu.
“Mengapa? Apa dia saudaramu, Everlyn?” balas singa yang ke dua.
“Ah, ternyata kau bersaudara dengan seekor rusa. Sungguh menjijikan,” timpal singa ke tiga.