Tak pernah kau sangka telah tiba saatnya menginjak usia dua lima. Sedang kau masih menikmati Spongebob sambil mengupas kuaci di piring Hello Kitty. Level 65 Candy Crushmu baru saja terpecahkan. Bersama sebungkus kacang, kau tak sabar ingin memainkan.
Banyak orang berpendapat, dua lima adalah angka keramat. Kau tidak tahu mengapa. Mungkin tujuh puluh lima tahun lagi usiamu mencapai seratus. Seperti nilai ujian matematika yang kau dapatkan sekali-kali dalam hidup.
Kau sendiri membayangkan dua lima seperti puncak piramida. Di mana kau telah berada di perusahaan mapan, dengan gaji dan jenjang karir secerah krim pemutih di papan iklan.
Pagi harinya kau sibuk menghalau matahari di balik kubikel tinggi. Sesekali sambil menyesap kopi, dan memeriksa setumpuk dokumen yang harus kau tandatangani. Sedang pulangnya kau akan dijemput pangeran berkuda putih. Berkendara bersama lagu nostalgia, hingga tiba di istana kecil yang kau sebut rumah.
Namun sayangnya kau tidak hidup di layar dua dimensi. Pagi-pagi sekali kau sibuk menanak nasi dan menggoreng telur dadar dan mencuci kotak bekal.
Pangeran kuda putihmu adalah supir bis Blok M-Bekasi yang kehadirannya lebih-lebih kau nantikan dibanding hari gajian.
Kubikelmu adalah meja coklat yang kau yakini bentuknya segi empat. Hanya saja kini sesak dengan dokumen pembayaran, tanggalan, kertas-kertas catatan, tisu, lotion, dan gel pencuci tangan.
Lagu nostalgiamu adalah irama papan ketik, harmoni mesin cetak, dan seretan sepatu di lantai petak. Kau masih menyesap kopi, karena tak tahan kantuk setelah maraton drama hingga jam 2 pagi.
Terkadang kau bertanya-tanya, apa kau harus hidup seperti ini selamanya? Namun selamanya tampak terlalu lama, sedang kini perutmu mulai kerucukan karena tak sempat sarapan.
Di usia dua lima kau mulai membuat daftar hal-hal yang harus kau hindari, seperti cicilan, gorengan, dan media sosial. Ya, media yang konon diciptakan untuk bersosialisasi, kini lebih mirip diari Forbes thirty under thirty.