"Baik. Saya belikan dulu di warung."
Melihat kau yang patuh, ular naga itu mengangguk mahfum. Seperti angguk bapakmu ketika kau menurut untuk tidak bermain terlalu larut. Seperti angguk gurumu saat kau menjawab bahwa dua pangkat dua adalah empat, bukan lima, enam, atau sepuluh.
Sepulang perjalanan membeli kopi, kau melihat sekumpulan anak asik bermain.
Tangan mereka saling meraih pundak. Berurut. Berjalan mengitari terowongan yang diapit oleh dua tiang, berbentuk tangan. Mulut mereka menyenandungkan sebuah nyanyian. Seperti kau kenal. Kau ikut merapal:
ular naga panjangnya bukan kepalang... menjalar-jalar selalu riang kemari... umpan yang lezat itulah yang dicari... ini dianya yang terbelakang! HAP.
Terowongan itu menangkap tubuhmu. Ular naga menangkup kesadaranmu.
Kau masih menggenggam kopi. Berjalan linglung dalam kubikel gedung tinggi.
--
September 1, 2021
Tutut Setyorinie