Saham yang dikenal memiliki risiko dilusi (penurunan porsi kepemilikan saham akibat penambahan modal oleh investor lain), disinyalir menjadi celah besar untuk terjadinya kerugian.
Mengingat Telkomsel merupakan anak perusahaan Badan Usaha Milik Negara, yang saham pengendalinya dimiliki Negara, maka kemungkinan kerugian investasi Telkomsel, secara tidak langsung menjadi kemungkinan kerugian bagi negara.
Kerugian, Benturan Kepentingan, dan Idealisme
Tidak ada yang mengharapkan kerugian dalam investasi, bahkan saya sendiri. Maka dari itu saya sangat hati-hati dalam memilih dan memilah jenis investasi. Namun akan berbeda ceritanya jika investasi dilakukan akibat adanya desakan kepentingan.
Baru-baru ini, seorang jurnalis Portal Berita Bantuan Hukum, Agustinus Edy Kristianto, membuat postingan menggelitik tentang keterlibatan keluarga Thohir dalam mega investasi Gojek dan Telkomsel.
Dilansir dari Antara, Garibaldi Thohir resmi diangkat menjadi komisaris Gojek sejak 24 Juli 2019. Sedangkan adiknya, Erick Thohir, merupakan Menteri BUMN di kabinet Indonesia Maju yang masih menjabat sampai saat ini.
Posisi Erick Thohir sebagai Menteri BUMN memperkuat dugaan bahwa ia terlibat dalam transaksi investasi yang dilakukan anak binaannya sendiri, Telkomsel.
Bukan tidak mungkin, investasi tersebut dilakukan untuk kepentingan tertentu. Untuk menutupi operasional Gojek yang sering kali bakar uang, misalnya.
Siapa yang tidak mau diguyur dana segar berjumlah triliunan? Apalagi memiliki opsi "tidak perlu dibayar", karena dapat dikonversi menjadi saham.
Setelah menjadi saham, risiko dilusi pun menjadi faktor yang menguntungkan. Gojek hanya perlu mengumpulkan sebanyak-banyaknya investor (untuk memperkecil presentase saham Telkomsel), yang sebenarnya sudah mereka lakukan dengan merger bersama Tokopedia.