Mohon tunggu...
Tutut Setyorinie
Tutut Setyorinie Mohon Tunggu... Lainnya - Pegiat Lingkungan

Sedang belajar mengompos, yuk bareng!

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Membiru Bersama Langit

28 Agustus 2019   13:02 Diperbarui: 28 Agustus 2019   13:20 294
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pinterest.com/fullmetalsabotage94

Bahagia rasanya jika memiliki sayap. Seperti burung, saya bisa bebas terbang kemana saja. Saya bahkan tidak perlu bermacet-macetan dalam angkutan kota atau berdesak-desakan dalam kereta. Cukup rentangkan sayap lebar-lebar, dan tujuan yang jauh pun terasa amat dekat.

Seperti burung, saya juga ingin tinggal di atas dahan pohon. Dengan begitu saya bisa memerhatikan orang-orang. Para ibu yang sibuk dengan belanjaannya. Para ayah yang sibuk mengantar anaknya sekolah. Anak kecil yang tertawa riang sehabis dibelikan sepeda. Senyum penjual yang laris dagangannya. Ataupun kisah

Melihat mereka bahagia, saya juga ikut bahagia. Ingin sekali menyusup menjadi bagian dari diri mereka. Namun karena tidak mungkin, maka saya hanya ingin memerhatikan. Di atas dahan pohon, dengan sayap terentang.

Tiga: saya ingin tidur di langit biru. 

Ya, biru. Bukan oranye seperti saat matahari tenggelam, atau hitam ketika malam menerkam. Tetapi biru. Ya, biru seperti lautan yang tak berujung. Biru seperti warna kesukaan ibu.

Ah, jika bercerita tentang biru, ibu bisa menghabiskan waktu berjam-jam. Ia akan bercerita tentang ayah yang melamarnya dengan cincin biru. Tentang cat kamarnya dulu yang bewarna biru. Ataupun namanya yang mempunyai arti biru.

Tanpa sadar, saya juga menyukai warna biru. Karena itulah saya bercita-cita tidur di langit biru. Setidaknya itu akan melengkapi koleksi biru saya, setelah sendal, pakaian, dan badan yang membiru.

Saya tersentak bangun untuk kedua kalinya. Kali ini bukan di langit biru, melainkan di sebuah ubin kotor dengan sapu lidi yang menjilat tubuh saya berulang kali.

"Udah berapa kali dibilang, gelandangan dilarang tidur di sini!"

Saya cepat-cepat lari. Saya bahkan lupa memungut selimut coklat yang menjadi alas tidur. Mungkin nanti malam, saya langsung saja tidur di langit biru. Dengan begitu, saya tidak memerlukan alas. Bahkan mungkin saya tidak akan kedinginan, karena langit biru sangat hangat.

Ah, saya  hampir lupa, hari ini saya dan ibu akan berjalan bersama. Akhir-akhir ini tujuan kami selalu sama. Sebelum pergi ke sana, saya selalu singgah di taman liar yang berada tepat di belakang sekolah. Di sana ada mawar biru. Saya biasa memetik satu untuk dihadiahkan pada ibu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun