Teruntuk kamu yang kehilangan para syuhada di pesta demokrasi.
Sebagaimana sebuah perayaan, pasti selalu ada yang dikorbankan. Baik itu harta, tahta, namun kali ini juga nyawa. Pesta terbesar rakyat Indonesia, entah mengapa harus dikorbankan dengan beribu nyawa.
Tugas mereka mulia, mencurahkan tenaga, siang malam demi menjaga kotak berharga. Jalan kecil, basah dan berkelok, tidak jadi lagi penghalang. Bagi mereka, melaksanakan tugas negara adalah kewajiban.
Mereka adalah syuhada. Seseorang yang telah gugur karena berjuang di jalan Tuhan.
Mereka adalah syuhada kusuma bangsa. Seseorang yang rela mengabdi demi tanah air tercinta. Melayani sepenuh hati, agar suara-suara masyarakat negeri ini tersaluri.
Aku tahu, bagimu ini berat. Kehilangan orang tercinta memang tak pernah mudah. Apapun yang orang-orang bilang tentang bangkit dan melupakan, benar-benar tak bisa kamu penuhi.
Orang-orang itu tak merasakannya, begitu katamu. Mudah bagi mereka, tapi tidak untukmu.
Ramadhan kali ini juga terasa tak sempurna untukmu. Meja makan tidak lagi penuh. Bahkan makanan sahurmu mungkin masih tersisa. Kebahagiaanmu tak lagi genap. Mata dunia tak lagi memandangmu seperti dulu. Ibarat anak tiri, kamu merasa tersingkirkan di dunia ini.
Kebahagiaan tak menyisakan ruang. Sepi, sesak, itulah temanmu sekarang. Namun, apa kamu tahu, Ramadhan telah menata kembali hatimu yang rumpang.
Lihatlah dirimu sekarang. Kamu telah berhasil melewati puasa selama 30 hari penuh. Siangmu telah dihabiskan untuk membaca kitab suci dan mempelajarinya. Malam panjangmu telah diisi dengan khusu bermunajat kepada Tuhan. Tak ada satu haripun yang kamu lewatkan tanpa bersedekah.
Tanpa sadar, kamu telah mengobati dirimu sendiri. Berserah pada Tuhan adalah jalan terbaik untuk mengobati luka.